LOGINTaylor tidak mungkin menghindar dari pengawalan. Lagipula, ia juga butuh pengamanan jika sesuatu hal buruk terjadi. Ia juga dengan pasrah melapor pada Geo.
Setelah diskusi panjang, akhirnya yang bisa ia lakukan adalah mengatur pertemuan rahasia di sebuah restoran. Dalam ruang private di mana pengawal hanya berjaga di depan saja.
“Oke, Blue, Grey. Ingat rencana kita baik-baik. Hari ini juga masalah ini harus selesai.”
“Iya, Uncle Taylor. “ Blue dan Grey mengangguk setuju.
Mereka menunggu Elara karena sengaja datang lebih awal. Taylor membawa beberapa kamera agar bisa merekam kejadian saat pertemuan dengan Elara. Ia merasa bingung karena jantungya berdebar kencang.
Suara ketukan heels membuat mereka menoleh pada pintu. Seorang wanita tinggi masuk dan langsung tersenyum pada Blue dan Grey. Ia hanya menunduk singkat pada Taylor dan mengambil jarak agak jauh.
“Terima kasih atas pertemuan ini. Saya, Elara.” Wani
Taylor tidak mungkin menghindar dari pengawalan. Lagipula, ia juga butuh pengamanan jika sesuatu hal buruk terjadi. Ia juga dengan pasrah melapor pada Geo.Setelah diskusi panjang, akhirnya yang bisa ia lakukan adalah mengatur pertemuan rahasia di sebuah restoran. Dalam ruang private di mana pengawal hanya berjaga di depan saja.“Oke, Blue, Grey. Ingat rencana kita baik-baik. Hari ini juga masalah ini harus selesai.”“Iya, Uncle Taylor. “ Blue dan Grey mengangguk setuju.Mereka menunggu Elara karena sengaja datang lebih awal. Taylor membawa beberapa kamera agar bisa merekam kejadian saat pertemuan dengan Elara. Ia merasa bingung karena jantungya berdebar kencang.Suara ketukan heels membuat mereka menoleh pada pintu. Seorang wanita tinggi masuk dan langsung tersenyum pada Blue dan Grey. Ia hanya menunduk singkat pada Taylor dan mengambil jarak agak jauh.“Terima kasih atas pertemuan ini. Saya, Elara.” Wani
Taylor mengangkat tinggi kedua alisnya. Detik berikutnya, ia tergelak. Namun langsung berhenti setelah kedua anak kembar di depannya menatapnya tajam.“Kami sedang serius!” Blue mendengus kasar.Akhirnya, Taylor mengajak keponakan-keponakannya duduk di sofa. Ia menatap wajah Blue dan Grey bergantian lalu menggeleng keras.“Wajah kalian... sangat jelas adalah paduan wajah Geo dan Bianca. Kecerdasan dari Bianca. Watak dan postur tubuh dari Geo. Wanita gila mana yang mengakui kalian anaknya?”“Namanya Elara.” Grey menyahut.Sekali lagi, Taylor menggeleng. “Uncle tidak kenal dengan nama itu. Seingat Uncle, keluarga Willson juga tidak pernah memiliki kerabat bernama Elara.”“Kami juga tidak langsung percaya. Wanita itu minta kami melakukan tes DNA untuk memastikan.”Taylor mengibas tangan. “Sudah. Abaikan saja. Jangan buang-buang waktu kalian dengan urusan begini.”
“Berikan kami satu alasan bagus.” Blue menantang Elara.Tentu saja wanita itu terkejut mendengar ucapan tegas Blue. Anak tujuh tahun sudah pandai mengintimidasi orang dewasa. Ia tersenyum karena dulu Taylor pun sangat lihai mempengaruhi orang.Pasti Blue mendapat bibit itu dari Taylor. Elara jadi lebih yakin untuk melakukan tes DNA pada kedua anak di depannya ini.“Umm... sebenarnya ini masalah orang dewasaa. Kalian tidak akan mengerti.” Elara tersenyum lembut pada Blue dan Grey.“Coba saja jelaskan. Kecerdasan kami di atas rata-rata. Kami memahami ucapan orang dewasa dengan baik.” Sekali lagi, Blue menyahut diikuti anggukan kepala dari Grey.Elara tampak menimbang. Ia melipat bibir bawahnya ke dalam dan mengerutkan dahi. Lalu, setelah berpikir wanita itu mengangguk.“Kalian... ada kemungkinan adalah anak-anakku.”Blue dan Grey ternganga. Detik berikutnya, Blue memegang tangan Grey dan mundur beberapa langkah untuk menjauhi Elara.“Tenang!” Elara berusaha tetap melakukan kontak mata d
Taylor melangkah pelan melewati jalan setapak menuju pemakaman pribadi. Di sampingnya, Geo berjalan tenang, tangan dimasukkan ke saku celana, langkahnya mantap seperti biasa.Sebenarnya Taylor tidak menyangka Geo mau ikut. Ketika ia menyebut ingin ke makam orang tuanya, ia hanya berniat pergi sendiri. Tapi Geo berkata singkat, “Aku temani kamu.” Tanpa alasan, tanpa banyak kalimat.Kini mereka berdiri di depan dua nisan. Rumput-rumput liar tumbuh rapi di sekeliling, menandakan tempat itu rajin dibersihkan. Taylor jongkok, menyentuh permukaan batu yang dingin. Ia mulai membersihkan dedaunan dan debu dengan saputangan kecil yang ia bawa.Geo diam, berdiri beberapa langkah di belakang, memberi ruang—namun tidak pergi.Taylor menarik napas panjang. Suaranya pelan, namun jelas.“Ma… Pa…” Taylor tersenyum kecil, sedih dan hangat sekaligus. “Maaf, Aku baru datang lagi.”Tangannya berhenti seben
Taylor terdiam mendengar pertanyaan Atrick. Ia mengembuskan napas panjang, lalu mengangguk samar.“Aku merasa, urusanku dengan Selina belum selesai, Dad. Bagaimana aku melangkah ke masa depan jika masa laluku masih membayangiku?”Atrick mencondongkan tubuhnya ke depan Taylor. “Kamu masih mencintai Selina? Atau bagaimana?”Kepala Taylor menggeleng tegas. “Mengenai perasaan kami, sepertinya itu tinggal kenangan saja. Masalahnya, aku hanya mau memastikan Selina tidak memiliki rasa dendam pada keluarga Willson karena ia dipenjara.”“Itu salahnya karena korupsi di perusahaanmu! Jangan kasihani dia karena masalah itu!” Atrick berkata dengan nada tinggi.“Iya, Dad. Aku tau. Yang aku ragu adalah reaksinya ketika bebas.”“Jangan khawatir. Setelah mendengar kabar Selina keluar dari penjara, Geo sudah meningkatkan pengamanan untuk keluarga.”Atrick lalu berdiri dan menepuk bahu Taylor. “Istirahat lah.” Setelahnya, lelaki tua itu melangkah ke kamarnya.Beberapa menit kemudian, Taylor menyeret lan
Setelah saling berbagi cerita dan semua urusan anak-anak selesai, Bianca dan Geo masuk ke kamar mereka.“Ini.... “ Bianca memperlihatkan foto wanita cantik di layar ponsel Geo. “Siapa?”Geo menatap sekilas, lalu segera mengerti. “Ooh. Itu Elara. Kurator museum. Josh mengirimkan foto itu karena dia yang memberi tiket gratis untuk Blue dan Grey.”“Lalu? Buat apa fotonya disimpan?” tanya Bianca galak.“Eh, nggak bermaksud di simpan, Sayang.” Geo segera mengambil ponselnya dan menekan tombol delete. “Sudah dihapus sekarang.”Bianca mendengus pelan. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia naik ke ranjang lalu berbaring memunggungi Geo.“Kamu cemburu, ya.” Geo tersenyum melihat tingkah Bianca. Terus-terang saja ia malah senang melihat istrinya yang sedang cemburu.Bianca tidak menjawab. Ia malah memejamkan mata dan mengacuhkan Geo.“Sayang, katanya sebelum tidur, kita harus saling memaafkan kalau ada sesuatu yang membuat pasangan marah. Aku minta maaf, ya.” Geo berbisik di telinga Bianca.Masih teta







