Share

6. SETELAH RESMI

last update Last Updated: 2024-09-27 19:33:08

SATU BULAN KEMUDIAN.

Erlan dan Rania pun telah resmi menikah. Namun, pernikahan tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan dihadiri dua keluarga inti serta Ketua KUA saja. Hal itu dilakukan semata-mata agar pihak luar tidak mengetahui pernikahan tersebut, terutama dari pihak sekolah dan teman-teman Rania maupun Erlan.

.

"Lu tidur di lantai, gue tidur di kasur!" tegas Erlan dengan tatapan serius.

Rania menganga, tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Lu tenang aja. Gue punya kasur cadangan di lemari. Pake aja tuh, biar lu enggak kedinginan," sambung Erlan masih dengan gaya arogannya. Kendati demikian dari kalimat yang digunakan, ada makna perhatian di baliknya.

Rania menghela napas panjang, sebelum akhirnya dia mengangguk pelan.

Kamar ini telah dihias selayaknya taman. Ada kelopak bunga mawar menghiasi lantai serta tempat tidur.

Kata orang, ini adalah malam pertama, malam yang sangat indah bagi sepasang pengantin baru. Namun, bagi Rania, ini adalah malam yang menjadi awal dari kesengsaraannya.

Buktinya saja, dia sudah diminta untuk tidur di lantai, meskipun ada kasur lantai, tapi tetap saja kesannya tidaklah mengenakan.

Bagaimana pendapat orang rumah, seandainya tahu masalah ini?

"Apa lagi?" Rania bertanya singkat dengan nada malas.

"Maksud lu?" Erlan balik melontarkan pertanyaan.

Rania kembali membuang napas panjang, "maksud gue, apa ada lagi yang harus gue patuhin di kamar ini?"

"Ohhhh ... Ngomong dong yang jelas, kan jadinya gue enggak salah paham sama maksud lu tadi."

Rania menggelengkan kepalanya, merasa malas dengan perkataan Erlan yang terkesan basa-basi, membuang-buang waktu.

"Gue ingetin lu ya. Kamar ini milik gue. Jadi, lu enggak bisa seenaknya pake kamar ini. Gue enggak suka ada orang yang naruh sembarangan barang di kamar gue. Apa lagi sampai bikin kamar gue berantakan. Gue paling benci sama orang kayak gitu. Jorok tau. Paham kan lu?"

"Ya, ya, ya. Gue paham. Lu tenang aja, enggak usah khawatir. Gue buka orang yang kayak gitu. Kamar lu, bakalan aman sama gue."

Rania langsung membuang pandangannya setelah berkata demikian. Erlan benar-benar orang yang sangat membosankan, di mata Rania. Ya, meksipun mulai sekarang Erlan adalah suaminya. Akan tetapi, bukan berarti Rania akan takluk di bawah kakinya. Begitu juga dengan Erlan.

"Ok. Itu yang pertama ..."

"Terus apa yang keduanya?" Rania menyela.

"Enggak usah nyela kayak gitu. Gue bakalan jelasin semuanya," dengusnya kesal.

"Ya udah, gih lanjut." Gadis mungil dengan tatapan judes itu, membuang pandangannya ke sisi berbeda. Selang beberapa detik dia menghela napas berat. Kalau boleh jujur, Erlan sangatlah menyebalkan.

Erlan mengernyitkan keningnya. Baru kali ini, dia dibuat ingin makan jantung orang, saking kesalnya. Ekspresi Rania membuat aliran darahnya bergejolak. Seandainya kalau bukan permintaan Ibunya, tidak sudi dia menikah dengan Rania.

"Kedua. Lu, enggak boleh nyentuh barang-barang punya gue. Terutama baju-baju gue yang ada di lemari. Pokoknyau jangan nyentuh barang-barang punya gue seenak lu!" tegas Erlan sambil mengacungkan jari telunjuknya.

Rania menarik napasnya dalam-dalam, lalu membuangnya cepat. Setelah itu, barulah dia tersenyum lebar. Padahal itu senyuman yang dibuat-buat agar Erlan puas.

"Lu paham kan?"

"Iya," jawab Rania singkat.

"Jangan iya, iya aja. Aslinya paham enggak lu!" Erlan sedikit meninggikan suaranya.

"Iya, bawel. Enggak usah ngegas juga kali." Rania berkata dengan nada malas. Sumpah, lama-lama kepalanya bisa pecah kalau begini terus.

"Enggak penting juga," gumam Rania sangat pelan. Saking lelahnya, Erlan tidak bisa mendengarnya. Dia hanya melihat Rania seperti sedang komat-kamit.

Belum ada dua puluh empat jam Rania berada di rumah ini, tapi rasanya sudah seperti puluhan tahun terkungkung di rumah besar yang lebih pantas disebut penjara ketimbang rumah.

Perkataan Erlan yang pantas disebut tong kosong nyaring bunyinya itu, membuat kepala Rania mulai sakit. Sesuatu seperti ingin meledak dari dalam kepalanya.

"Oh, iya. Satu hal lagi."

"Lagi?" Rania sedikit menganga.

Erlan sudah persis Nenek Sihir itu, yang banyak maunya. Rania menepuk keningnya. Sudah dapat ia bayangkan kehidupan apa yang akan dijalaninya setelah ini.

"Ini yang terpenting. Gue, ingetin ke lu ya. Jangan bersikap sok kenal saat di sekolah. Pokoknya, gue enggak mau anak-anak di sekolah tahu hubungan ini!"

"Lu jangan bersikap seolah-olah kita ini akrab. Apa lagi sampai lu bilang ke semua orang, kalau kita dah nikah. Lu harus bersikap, seperti enggak kenal gue!"

Rania melipat kedua tangannya di dada, "dih, siapa juga yang mau akrab sama lu di sekolah. Ogah banget gue. Jangan kegeeran deh. Gue juga muak, deket-deket sama lu."

Rania mengatakannya dengan jujur, tampa ia tutupi kekesalannya itu.

Erlan mengepalkan tangan kanannya, hendak melayangkan pukulan saking kesalnya dengan ucapan Rania. Namun, diurungkan niatnya itu, mengingat pesan Desi terhadap dirinya.

"Udah, itu aja permintaan lu?"

"Iya." Erlan menjawabnya singkat.

"Ya udah. Gue mau mandi kalau gitu. Udah gerah gue di sini. Panas kepala gue, dengerin omongan lu," celetuknya jujur, tanpa peduli perasaan Erlan yang tidak lain adalah suaminya sekarang.

Rania paling tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Bilamana ada sesuatu yang tidak sreg di hatinya, maka Rania tidak segan-segan untuk mengungkapkannya.

Selanjutnya, Rania melenggang pergi. Dia cukup puas dengan kalimat terakhirnya itu.

Erlan lagi-lagi mengepalkan tangannya sambil menggertakkan gigi. Seandainya bukan karena janjinya kepada Desi, dia tidak akan mau berbagi kamar dengan Rania. Cewek paling ngeselin, yang pernah dikenalnya.

"Awas lu, Rania. Gue bakalan bikin hidup lu menderita di sini!"

"Lihat aja nanti, siapa yang bakalan bertahan? Gue bakalan bikin lu enggak betah di sini."

.

Beberapa jam setelahnya. Erlan berada di atas ranjang yang empuk dan hangat, sementara Rania berbaring di lantai beralaskan kasur tipis.

Keduanya tidur secara terpisah. Erlan sibuk dengan ponselnya. Dia sedang bermain game, sedangkan Rania berusaha untuk memejamkan matanya.

"Woi, bangsat! Itu di belakang lu, anjir!" teriak Erlan yang asyik dengan dunianya sendiri.

Rania pun kesulitan untuk tidur, lantaran Erlan terus menerus berteriak, melontarkan kata-kata umpatan dan lainnya sebagainya, membuat gendang telinga Rania seakan ingin pecah.

"Ya Tuhan, cobaan apa lagi yang harus aku hadapi? Mengapa Engkau membawaku ke dalam situasi yang menyebalkan ini?" Rania menggerutu, mengomentari nasibnya yang selalu berujung sial atau menyengsarakan dirinya.

Rania menutup kupingnya dengan bantal, mencoba untuk tertidur. Tubuhnya sudah sangat lelah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
wokeh kita liat erlan siapa yg bkln bucin duluan elo atw rania
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [98] AND

    "Erlan! Kamu mau pergi kemana, Sayang?" tanya Desi, cemas. Mengikuti langkah putranya yang tergesa-gesa. "Jangan masuk, Erlan!" perintahnya, tapi Erlan diam. Petugas pemadam kebakaran, telah datang dan sedang berusaha untuk memadamkan kobaran api yang berasal dari lantai dua. Erlan seakan tak peduli itu. Dia tetap masuk ke rumah, untuk mengambil kunci mobil agar bisa mengejar Rania. "Di mana Rania?" tanyanya lagi, tapi Erlan tidak peduli. Sikapnya kembali dingin, menulikan pendengarannya, seakan Desi tak ada di sana. "Jawab Mommy, Erlan!" teriaknya. Sekuat tenaga untuk menggantikan putranya. Seorang penjaga menghampiri Desi."Nyonya! Seseorang telah membawa Nona pergi. Para penjaga dihajar beberapa orang tidak dikenal, Nyonya," lapor penjaga itu, tertunduk."Apa?" Desi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, saking terkejutnya, dia hampir kehilangan kesadarannya. Tubuhnya lunglai, kedua kakinya tak mampu menopang berat badannya. Dia hampir jatuh, seandainya Roy tidak langsun

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [97]

    "Suapin gue," pinta Erlan lembut, menatap teduh istrinya.Rania mengangkat kepalanya, sponta, dia melotot, menelan ludahnya berat-berat. Permintaan Erlan membuatnya merasa tegang. "Kenapa diem? Tadi, katanya suruh gue makan. Ayo, suapin gue," pintanya lagi, terdengar memaksa, ditambah dia sudah membuka mulutnya lebar-lebar.Rania tampak ragu-ragu, menyiuk nasi menggunakan sendok. Tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya, Erlan berlagak selayaknya bocah yang minta disuapi ketika makan. Erlan menunggu, disertai senyuman menggoda.Rania menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya cepat. Berusaha untuk tersenyum, meskipun bibirnya terasa sangat kaku untuk digerakkan. Perlahan-lahan, Rania mengarahkan sendok itu ke mulut suaminya. Hap!Dalam sekali hap. Erlan melahap makanan yang disuapi langsung oleh istrinya.Rasanya terasa sangat nikmat dari biasanya. Semua rasa menjadi satu di dalam mulut.Rania tersenyum tipis. Ini kali pertama dirinya menyuapi pria lain, selain Ayahnya dulu

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [96]

    "Erlan!!!" teriak Rania dari kejauhan sambil berlari melewati koridor.Erlan berbalik badan. Matanya berseri-seri, tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya ketika bisa melihat sang istri kembali.Rania menghambur dalam pelukan suaminya. Erlan mendekapnya erat. Keduanya melepas rasa rindu sekaligus perasaan lega yang membumbung tinggi di hati masing-masing."Gue takut banget kehilangan lu, Lan," ucap Rania, terisak, tak mampu memendam perasaannya yang kian hari makin besar saja. Erlan memejamkan matanya. Napasnya begitu memburu. Rasa takut Rania, mampu ia rasakan, sama seperti yang dirasakan dirinya ketika melihat sang istri diculik. Erlan membuka matanya, melepaskan pelukannya kemudian, menatap teduh kedua mata Rania penuh cinta, "gue enggak akan pergi, Ran. Gue udah janji, bakalan balik lagi ...""Sekarang, gue menempati janji itu."Alih-alih tersenyum, tangis Rania semakin pecah, dia kembali memeluk suaminya dengan erat. "Jangan pernah tinggalin gue, Lan. Gue takut, lu pergi jauh

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [95]

    "Gue harus pergi dari sini secepatnya," gumam Leni, cemas, sembari memasukkan beberapa pasang pakaian ke dalam koper.Tindakannya begitu tergesa-gesa, seperti orang yang sedang dikejar-kejar penagih hutang."Gue enggak mau mati konyol di sini," gumamnya lagi, menarik resleting koper. Semua barang yang diperlukan telah ia masukkan. Leni menyambar jaket yang hitam yang tergeletak di kasur. Memakai jaket tersebut, lalu menutupi kepala dengan topi, serta memakai masker demi menyamarkan identitas.Leni bergegas pergi, meninggalkan apartemen yang disewanya. Menarik koper berukuran sedang, berisi barang-barang keperluannya.||•||Satu setengah jam kemudian ...Leni sampai di bandara internasional. Langkahnya begitu cepat, sambil memperhatikan sekitarnya, penuh waspada.Dia mempercepat langkahnya, menuju area pemeriksaan.DEG!Seseorang menabrakkan dirinya. Leni gelagapan saat topinya terlepas. "Mau coba-coba pergi?" kata orang itu, berbalik badan, terdengar seperti seseorang pria. Dia me

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [94]

    "Ran ..." Rania langsung menepis tangan suaminya."MENYINGKIR DARI HADAPAN GUE!" tegasnya, tajam. "Gue enggak sudi, disen-tuh cowok pembohong kayak lu, Lan!" sambungnya, penuh penekanan dan kekecewaan yang mendalam.Erlan memijat keningnya, semakin sakit. Menatap Rania, lalu mengusap wajahnya, merasa frustasi."Ran, dengerin dulu penjelasan gue ..."Rania menatapnya nyalang, "enggak ada lagi yang perlu lu, jelasin!""Tempo hari, gue tanya soal kecelakaan bokap gue, tapi lu ... Bilangnya enggak tau apa-apa ...""Terus sekarang, kenapa wartawan itu bilang, kalau bokap gue penghianat?!"Lagi-lagi, Rania mengungkit soal perkataan wartawan beberapa waktu lalu. Erlan benar-benar kehabisan kata-kata. Entah harus memulainya dari mana? Bagaimana menjelaskannya? Soal kecelakaan itu, semuanya terjadinya diluar kendalinya."JAWAB GUE, LAN!""GUE BUTUH JAWABANNYA, LAN!"Tubuh Rania duduk terkulai lemas. Kedua kalinya tak mampu menopang berat badannya. Sungguh, jika menyangkut soal sang ayah, dun

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [93]

    "Lepasin tangan gue, Lan!" Rania sedikit menjerit, menarik tangannya dengan paksa.Erlan menghentikan ayunan kakinya. Keduanya saling menatap. Rania tak bisa menyembunyikan kekesalannya, sementara Erlan datar, tapi hatinya merasa dongkol, selalu ada saja biang kerok yang mengusiknya saat sedang bersama wanita yang sangat dicintainya itu."Bisa enggak si, kalau di sekolah enggak usah posesif kayak gini?" Rania sedikit meninggikan suaranya, kesal dan jengkel.Erlan diam."Gue enggak mau, yang lain tau kalau kita punya hubungan serius. Gue belum siap, kalau semua orang tau, kalau gue ini istri dari Erlan Davian," dengus-nya, memalingkan wajah.Rania memelankan suaranya, tak mau orang lain mendengar pengakuannya barusan. "Terus?" tanya Erlan datar, melipat kedua tangannya di dada. Rania terperangah, selanjutnya, "Iya ..." Dia tergagap, tidak tau harus menjawab apa?Erlan tersenyum mengejek, "iya apa?"Dia menghela napas panjang, "buat apa lu malu kayak gini ah? Toh, kenyataannya emang l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status