Share

5. KEPUTUSAN DESI

last update Last Updated: 2024-09-27 12:17:05

"Jadi, kalian sudah saling kenal?" tanya Desi sambil menatap bergantian Erlan dan Rania.

"Bukan kenal lagi, tapi sangat kenal, Mom. Dia itu, cewek ngeselin di sekolah," adu Erlan seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menatap sinis Rania.

"Maksudnya ngeselin apa, Sayang? Mommy enggak paham deh." Desi begitu penasaran dengan arti ucapan Erlan. Ditatapnya dua remaja belia yang usianya tidak terpaut jauh itu.

"Dia hampir nabrak aku, Tan," timpal Rania cepat, sebelum Erlan sempat menjawab pertanyaan Desi. Dia sedikit mengangkat bahunya, menunjukkan kesan tantangan kepada Erlan secara terbuka.

"Apa?" Desi cukup terkejut mendengar pengakuan Rania.

"Woi, cewek ngeselin. Mana ada seperti itu. Lu nya aja yang jalan enggak pake mata," tunjuk Erlan dengan nada kesal dan kasar.

"Erlan! Jaga bicaramu!" bentak Desi sedikit keras.

"Apa, Mom? Aku enggak salah, dia yang salah! Udah tahu, ada motor mau lewat, tetap aja dia jalan!" Erlan meninggikan suaranya, membela dirinya di hadapan Desi.

Dia melirik tajam ke arah Rania yang memasang wajah kesal sekaligus geram.

"Udah gitu, dia jatuhin helm aku, Mom. Terus dia pergi gitu aja, enggak pake maaf." Erlan pun menambahkan sambil memasang senyuman penuh kemenangan.

Seringai itu, mambuat Rania sangat kesal sampai-sampai dia ingin sekali menarik rambut Erlan dan mendorong pemuda itu dari atas gedung.

Vera pun menahan Rania dengan tangan kanannya, supaya anak gadisnya itu tidak mengambil tindakan balasan untuk melawan Erlan.

Gadis belia itu menatap Vera dengan raut wajah kesal, sedangkan Vera menggelengkan kepalanya beberapa kali, isyarat kepada Rania untuk tidak melakukan hal konyol seperti yang biasa Rania lakukan untuk membela dirinya.

Rania tidak menutupi kekesalannya. Kenapa harus dihentikan? Kenapa tidak dibiarkan langsung duel saja?

"Pokoknya, Erlan enggak mau nikah sama dia, Mom. Titik!" tegas Erlan sambil menatap tajam Rania. Begitu juga sebaliknya. Rania merasa jengkel dengan nasib yang sedang memainkannya sekarang.

"Kenapa enggak mau? Rania anak yang baik. Mommy tidak mungkin salah memilih calon untuk kamu, Sayang."

"Baik apanya, Mom? Mukanya aja yang kelihatan polos, tapi kelakuannya menyamai preman di jalanan," ejek Erlan secara gamblang.

Rania melebarkan matanya spontan, sedangkan Desi semakin geram dibuatnya.

"Erlan! Sudah cukup! Bicara kamu sudah sangat keterlaluan. Cepat minta maaf kepada Rania!"

"Tapi, Mom ..."

"Tidak ada tapi-tapi! Cepat, minta maaf sekarang juga!" tegas Desi dengan tatapan nyalang, yang membuat Erlan semakin jengkel kepada Rania.

"Erlan!" Desi kembali meninggikan suaranya, sebab putranya itu masih diam membisu.

"Sudah, Jeng Desi. Jangan dipaksakan." Vera pun datang mendekat, mencoba untuk meredam kemarahan Desi.

"Ini, sepenuhnya bukan salah Erlan. Rania juga salah karena tidak memperhatikan jalan saat di sekolah, sehingga tidak sengaja Erlan hampir menabraknya."

Rania hanya diam, ketika wanita berstatus ibu tirinya itu, balik menyalahkan dirinya.

"Rania tidak salah, Jeng. Sudah jelas-jelas Erlan lah yang keterlaluan. Dia berani menghina Rania dan menjelekkannya. Saya sebagai ibunya tidak senang dengan kelakuan anak yang tidak bisa menjaga ucapannya."

"Erlan! Cepat minta maaf pada Rania!" Desi mengulangi perintahnya.

Erlan membuang napas panjang, kemudian dia mendekati Rania. Selanjutnya menyodorkan tangan kanannya.

"Gue minta maaf," ungkapnya dengan nada malas.

"Pakai bahwa yang benar. Jangan lu gue! Rania itu, calon istri kamu. Jadi, kamu harus memperlakukan dia dengan baik!" tegas Desi memberi peringatan.

Lagi-lagi, Erlan membuang napas panjang. "Aku minta maaf."

Meksipun terucap kata maaf, tapi hatinya tetap dongkol. Erlan melihat Rania dari ujung rambut hingga ujung kaki, menandai gadis belia itu, sebagai seseorang yang harus dirinya buat perhitungan.

"Gimana, Sayang. Kamu mau kan maafin Erlan?"

Sekarang giliran Rania yang menjadi pusat perhatian. Desi tersenyum lembut kepada calon menantunya itu.

Ini kali kedua dirinya bertemu Rania. Entah kenapa, hatinya telah sreg dengan gadis belia itu?

"Heum ... Iya, Tan. Rania maafin kok." Gadis belia itu hanya menjawab singkat. Sedangkan Erlan sesekali membuang pandangannya dan tersenyum sinis. Tidak menutupi kekesalannya di hadapan semua orang.

"Nah, begitu dong akur, kan enak dilihatnya." Desi mendekati dua remaja belia, yang memiliki watak saling bertolak belakang itu.

"Mommy harap, kalian terus akur seperti ini bukan sekarang saja, tetapi sampai nanti-nanti pun, kalian harus tetap akur," pesan Desi kepada Rania dan Erlan. Namun, ekspresi keduanya tampak tidak bersahabat, walau keduanya sama-sama menunjukkan sedikit senyuman.

"Kalian harus bisa saling melengkapi satu sama lain, sebagai suami istri." Desi menggenggam tangan Erlan dan Rania. Kemudian dia menyatukan kedua tangan itu, sekaligus memberi restunya.

"Mommy dan Jeng Vera, sudah sama-sama sepakat. Pernikahan kalian akan dilangsungkan satu bulan dari sekarang," ungkap Desi antusias.

"A-pa?" Keduanya terkejut bukan main.

"Mom, enggak bisa gini dong." Erlan menarik tangannya dari genggaman Desi. Memikat keningnya yang tiba-tiba sakit.

"Tan, aku enggak setuju kalau pernikahannya bulan besok. Aku masih pengen sekolah. Aku enggak mau semua orang tahu, kalau aku udah nikah. Bisa enggak pernikahannya ditunda dulu gitu, sampai aku lulus sekolah atau nanti beberapa tahun lagi gitu?"

Rania lantas melayangkan penolakan secara halus, secara dirinya masih ingin menikmati masa mudanya dan terlebih lagi dirinya masih sekolah, tinggal beberapa bulan lagi untuk bisa lulus.

"Seandainya aku tahu, pernikahannya bulan besok, aku menolak permintaan Mommy. Semuanya terlalu cepat, Mom." Erlan menyahut dengan nada kesal. Tidak menyembunyikan kekecewaannya atas keputusan wanita yang telah melahirkannya itu.

Desi melihat kedua remaja belia itu bergantian.

"Terserah, apa alasan kalian, pokoknya Mommy tetap mau pernikahan ini dilakukan satu bulan dari sekarang. Titik! Tidak ada yang bisa mengubah keputusan Mommy. Kamu maupun Rania!" Desi berucap sangat tegas.

Erlan sudah membuka mulutnya. Namun, detik itu juga Desi mengangkat tangannya, mengisyaratkan bahwa tidak ada yang boleh menyela dan mengubah keputusannya.

"Mommy, sudah menyiapkan semuanya. Jadi, kalian tidak bisa mengubah keputusan Mommy. Kalian mengerti!"

Desi sekali lagi menegaskan keputusannya. Erlan dan Rania tidak bisa berkata-kata.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
perang wey perang yg ada......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [98] AND

    "Erlan! Kamu mau pergi kemana, Sayang?" tanya Desi, cemas. Mengikuti langkah putranya yang tergesa-gesa. "Jangan masuk, Erlan!" perintahnya, tapi Erlan diam. Petugas pemadam kebakaran, telah datang dan sedang berusaha untuk memadamkan kobaran api yang berasal dari lantai dua. Erlan seakan tak peduli itu. Dia tetap masuk ke rumah, untuk mengambil kunci mobil agar bisa mengejar Rania. "Di mana Rania?" tanyanya lagi, tapi Erlan tidak peduli. Sikapnya kembali dingin, menulikan pendengarannya, seakan Desi tak ada di sana. "Jawab Mommy, Erlan!" teriaknya. Sekuat tenaga untuk menggantikan putranya. Seorang penjaga menghampiri Desi."Nyonya! Seseorang telah membawa Nona pergi. Para penjaga dihajar beberapa orang tidak dikenal, Nyonya," lapor penjaga itu, tertunduk."Apa?" Desi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, saking terkejutnya, dia hampir kehilangan kesadarannya. Tubuhnya lunglai, kedua kakinya tak mampu menopang berat badannya. Dia hampir jatuh, seandainya Roy tidak langsun

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [97]

    "Suapin gue," pinta Erlan lembut, menatap teduh istrinya.Rania mengangkat kepalanya, sponta, dia melotot, menelan ludahnya berat-berat. Permintaan Erlan membuatnya merasa tegang. "Kenapa diem? Tadi, katanya suruh gue makan. Ayo, suapin gue," pintanya lagi, terdengar memaksa, ditambah dia sudah membuka mulutnya lebar-lebar.Rania tampak ragu-ragu, menyiuk nasi menggunakan sendok. Tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya, Erlan berlagak selayaknya bocah yang minta disuapi ketika makan. Erlan menunggu, disertai senyuman menggoda.Rania menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya cepat. Berusaha untuk tersenyum, meskipun bibirnya terasa sangat kaku untuk digerakkan. Perlahan-lahan, Rania mengarahkan sendok itu ke mulut suaminya. Hap!Dalam sekali hap. Erlan melahap makanan yang disuapi langsung oleh istrinya.Rasanya terasa sangat nikmat dari biasanya. Semua rasa menjadi satu di dalam mulut.Rania tersenyum tipis. Ini kali pertama dirinya menyuapi pria lain, selain Ayahnya dulu

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [96]

    "Erlan!!!" teriak Rania dari kejauhan sambil berlari melewati koridor.Erlan berbalik badan. Matanya berseri-seri, tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya ketika bisa melihat sang istri kembali.Rania menghambur dalam pelukan suaminya. Erlan mendekapnya erat. Keduanya melepas rasa rindu sekaligus perasaan lega yang membumbung tinggi di hati masing-masing."Gue takut banget kehilangan lu, Lan," ucap Rania, terisak, tak mampu memendam perasaannya yang kian hari makin besar saja. Erlan memejamkan matanya. Napasnya begitu memburu. Rasa takut Rania, mampu ia rasakan, sama seperti yang dirasakan dirinya ketika melihat sang istri diculik. Erlan membuka matanya, melepaskan pelukannya kemudian, menatap teduh kedua mata Rania penuh cinta, "gue enggak akan pergi, Ran. Gue udah janji, bakalan balik lagi ...""Sekarang, gue menempati janji itu."Alih-alih tersenyum, tangis Rania semakin pecah, dia kembali memeluk suaminya dengan erat. "Jangan pernah tinggalin gue, Lan. Gue takut, lu pergi jauh

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [95]

    "Gue harus pergi dari sini secepatnya," gumam Leni, cemas, sembari memasukkan beberapa pasang pakaian ke dalam koper.Tindakannya begitu tergesa-gesa, seperti orang yang sedang dikejar-kejar penagih hutang."Gue enggak mau mati konyol di sini," gumamnya lagi, menarik resleting koper. Semua barang yang diperlukan telah ia masukkan. Leni menyambar jaket yang hitam yang tergeletak di kasur. Memakai jaket tersebut, lalu menutupi kepala dengan topi, serta memakai masker demi menyamarkan identitas.Leni bergegas pergi, meninggalkan apartemen yang disewanya. Menarik koper berukuran sedang, berisi barang-barang keperluannya.||•||Satu setengah jam kemudian ...Leni sampai di bandara internasional. Langkahnya begitu cepat, sambil memperhatikan sekitarnya, penuh waspada.Dia mempercepat langkahnya, menuju area pemeriksaan.DEG!Seseorang menabrakkan dirinya. Leni gelagapan saat topinya terlepas. "Mau coba-coba pergi?" kata orang itu, berbalik badan, terdengar seperti seseorang pria. Dia me

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [94]

    "Ran ..." Rania langsung menepis tangan suaminya."MENYINGKIR DARI HADAPAN GUE!" tegasnya, tajam. "Gue enggak sudi, disen-tuh cowok pembohong kayak lu, Lan!" sambungnya, penuh penekanan dan kekecewaan yang mendalam.Erlan memijat keningnya, semakin sakit. Menatap Rania, lalu mengusap wajahnya, merasa frustasi."Ran, dengerin dulu penjelasan gue ..."Rania menatapnya nyalang, "enggak ada lagi yang perlu lu, jelasin!""Tempo hari, gue tanya soal kecelakaan bokap gue, tapi lu ... Bilangnya enggak tau apa-apa ...""Terus sekarang, kenapa wartawan itu bilang, kalau bokap gue penghianat?!"Lagi-lagi, Rania mengungkit soal perkataan wartawan beberapa waktu lalu. Erlan benar-benar kehabisan kata-kata. Entah harus memulainya dari mana? Bagaimana menjelaskannya? Soal kecelakaan itu, semuanya terjadinya diluar kendalinya."JAWAB GUE, LAN!""GUE BUTUH JAWABANNYA, LAN!"Tubuh Rania duduk terkulai lemas. Kedua kalinya tak mampu menopang berat badannya. Sungguh, jika menyangkut soal sang ayah, dun

  • KETUA OSIS DINGIN ITU, SUAMIKU    ERLAN & RANIA [93]

    "Lepasin tangan gue, Lan!" Rania sedikit menjerit, menarik tangannya dengan paksa.Erlan menghentikan ayunan kakinya. Keduanya saling menatap. Rania tak bisa menyembunyikan kekesalannya, sementara Erlan datar, tapi hatinya merasa dongkol, selalu ada saja biang kerok yang mengusiknya saat sedang bersama wanita yang sangat dicintainya itu."Bisa enggak si, kalau di sekolah enggak usah posesif kayak gini?" Rania sedikit meninggikan suaranya, kesal dan jengkel.Erlan diam."Gue enggak mau, yang lain tau kalau kita punya hubungan serius. Gue belum siap, kalau semua orang tau, kalau gue ini istri dari Erlan Davian," dengus-nya, memalingkan wajah.Rania memelankan suaranya, tak mau orang lain mendengar pengakuannya barusan. "Terus?" tanya Erlan datar, melipat kedua tangannya di dada. Rania terperangah, selanjutnya, "Iya ..." Dia tergagap, tidak tau harus menjawab apa?Erlan tersenyum mengejek, "iya apa?"Dia menghela napas panjang, "buat apa lu malu kayak gini ah? Toh, kenyataannya emang l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status