"Aku bisa memberi Mas David anak, Ma. Hanya masalah waktu saja. Mungkin Tuhan belum percaya kepada kami," jawab Nadine. Kinasih menoleh dan mendecih, "Ck, jangan membuat mama tertawa, Nad. Kalau memang kau berniat memiliki anak sudah sejak lama kau mau program kehamilan."
"Sudahlah, Ma. Ini masih pagi, Mama mau aku antar ke butik tante Anne, kan?" David bergegas menengahi. Ia tau jika diteruskan perdebatan ini pasti akan semakin panjang.
"Iya, antarkan Mama ke butik tante Anne. Mama ganti pakaian dulu, bisa gila mama jika harus berada dekat istrimu terus," sarkas Kinasih kesal. Nadine baru saja hendak membuka mulut dan menjawab perkataan ibu mertuanya, tetapi David keburu menendang kakinya sehingga ia terpaksa menelan kembali bantahannya.
Kinasih yang sudah merasa kesal pun bergegas menyudahi sarapannya lalu bergegas ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya.
"Papa pulang dari Paris sore ini. Ingat nanti malam kita mak
"Tapi, saya kan bukan bagian dari keluarga, Pak," tolak Liliana saat David mengatakan agar ia datang ke acara anniversary kedua orangtuanya."Kau yang menyiapkan acara, jadi kau harus datang. Jika ada sesuatu kau yang harus bertanggung jawab," kata David dengan ketus. Liliana menghela napas panjang, sejak kejadian kemarin, sikap David seperti roller coaster. Terkadang penuh perhatian, terkadang ketus."Tapi, saya ....""Aku bosnya, Liliana. Yang minta bukan aku, tapi ibuku. Jadi, jika kau mau menolak, barangkali kau ada janji dengan Bagas, telepon saja ibu saya langsung, ada kan nomornya?" Liliana terdiam, ia mengenal dengan baik Kinasih. Ibu dari bosnya itu pernah bertemu dengannya dua atau tiga kali dalam acara perusahaan. Terus terang Liliana tidak sanggup untuk menolak jika memang Kinasih langsung yang meminta."Baiklah, saya akan datang, Pak.""Oh, jelas harus datang. Ini adalah
Liliana dan Bagas saling berpandangan, sejak kapan David ada di kantin ini? Apakah sekarang mereka sedang diawasi?"Maaf, Pak ... saya-""Kau dan Liliana ada hubungan apa? Jika kau memang ingin tau segala sesuatu tentang Liliana kau harus bisa memastikan hubungan kalian. Memang kau mau menikahi Liliana?" tanya David tajam. Bagas menelan saliva, ah, bosnya ini kenapa sensitif sekali, padahal Liliana hanya sekretaris saja. Dan lagi ini di kantin, Bagas bertambah curiga."Saya memang menaruh hati kepada Liliana, Pak.""Oh, baguslah. Lilian di Jakarta ini untuk bekerja, Bagas. Nadine istri saya sudah menganggap Lilian bagian dari keluarga, jadi kami ikut bertanggung jawab jika terjadi sesuatu kepada Liliana. Oya, saya mencarimu karena saya harus menjemput papa saya di bandara. Jangan lupa jam 3 nanti kau harus mengecek ulang ke tempat untuk acara nanti malam," kata David. &n
"Jangan membuat aku merasa bersalah dan tidak enak kepadamu, Mas. Aku tidak mau nanti ada yang mengira aku memanfaatkan perasaanmu kepadaku," jawab Liliana membuat Bagas tertawa kecil."Siapa yang bilang? Sudahlah, jangan peduli apa kata orang," bantah Bagas. Kali ini Liliana yang tertawa kecil. "Kau masih jam kerja, Mas. Nanti bisa-bisa aku membuatkan SP 1 untukmu atas perintah pak David karena kau bolos di jam kerja." Bagas menepuk dahinya, astaga, betul apa yang dikatakan Liliana. Jam 3 ia masih harus bekerja. Liliana memang benar-benar membuatnya lupa akan segala. Dengan rasa berat, Bagas hanya mampu mengiringi kepergian Liliana yang melangkah kembali ke ruangannya."Waah ... wah, ada yang jatuh cinta pada gadis gunung es itu ternyata. Hati-hati, Gas, Liliana itu kesayangan bu Nadine. Kau jatuh cinta kepadanya urusannya bakalan repot." Bagas menoleh, ternyata sahabatnya yang bernama Danu sed
"Jadi, kau merasa curiga kepada menantumu sendiri, Kin?" tanya Anne sambil menata rambut sahabatnya itu. Anne Kinara seorang wanita yang cantik meski usianya di penghujung 50 tahunan. Ia dan Kinasih bersahabat sejak mereka duduk di bangku SMP. Saat ia menjadi janda, Kinasihlah yang membantu memberikan modal untuknya kursus kecantikan dan usaha salon. Usaha salonnya maju, Anne pun mengembalikan uang modal. Tetapi, Kinasih menolak malah menyuruhnya membuka butik. Pada akhirnya salon dan butik miliknya berkembang. Dan salah satu langgananya adalah Kinasih. "Aku yakin jika anakku tidak mungkin sakit atau mandul. Tapi, setiap kali aku suruh ke dokter keduanya selalu mengelak. Aku ini hanya mau cucu, Ne," tutur Kinasih."Kau sudah bicara baik-baik dengan David?" tanya Anne."Sudah. Aku bahkan meminta David untuk tes kesuburan. Tapi dia bilang sudah dan ia baik-baik saja." &nbs
Pesta Anniversary Arnold dan Kinasih tampak sangat meriah dan juga elegan mulai dari dekorasi ruangan dan juga makanan yang tersedia. Sejak pukul 6 sore, Liliana sudah hadir di sana dan mengecek setiap detilnya dengan baik."Terima kasih, ya Liliana. Kau sudah membuat pesta kami ini meriah dan juga sangat berkesan. Saya pribadi berterima kasih sekali, ya," ujar Kinasih. Liliana mengangguk penuh hormat dan tersenyum dengan manis."Iya, Bu. Saya bersyukur jika Ibu dan Bapak puas dengan pestanya," ujar Liliana."Oya, kenalkan ini Ethan dan Thalita, mereka anak-anak dari sahabat saya Anne. Kalau kau suka ke salon, saya rekomendasi ke salon dan butik milik sahabat saya ini," kata Kinasih dengan penuh semangat. Entah mengapa saat melihat sosok Liliana ia merasa sangat senang. Kinasih juga tidak sungkan mengenalkan Liliana kepada sahabat-sahabatnya."Liliana cantik sekali malam ini, Ma
"Kau tertarik dengan Liliana?" tanya Kinasih sedikit terkejut. Anne mengangguk, "Keliatannya dia gadis yang baik, Kin. Aku juga perhatikan jika kau juga senang melihatnya." Kinasih tersenyum, tetapi ia teringat cerita Nadine kemarin tentang Liliana. "Tapi, Ne ... ada yang harus kau ketahui tentang Liliana."Anne mengerutkan dahinya, dan Kinasih pun mulai menceritakan apa yang ia ketahui tentang Liliana. Mendengar cerita itu, Anne merasa sangat kaget. Wanita itu membelalakkan mata dan membekap mulutnya sendiri. "Ya Tuhan ... kasihan sekali gadis itu.""Ya, aku juga iba melihatnya. Aku yakin, saat ini dia juga hanya berputa- pura tegar dan tersenyum. Tapi, dalam hatinya ia pasti menangis.""Anakmu tau hal ini kenapa tidak berusaha mencari pelakunya, Kin. Kasihan gadis itu, meski dia tidak mau kalian harus membantunya. Dia kan bekerja di perusahaan milik kalian. Jadi, setida
Nadine tersentak saat melihat Sanjaya sudah berdiri di dekat mereka. Wajahnya pucat pasi seketika."Papi ... kenapa ada di sini?""Ada yang kau sembunyikan dari papi? Papi tunggu besok kau di rumah!" tegas Sanjaya dengan tatapan yang tajam. Nadine hanya bisa mengangguk pasrah, mungkin ini saatnya kedua orangtuanya harus tau apa yang terjadi dalam kehidupan rumah tangganya.***"Jadi, kau mandul?!" hardik Sanjaya. Hari itu sengaja ia pulang lebih awal hanya untuk menginterogasi Nadine."Papi! Jangan bentak-bentak Nadine seperti itu. Papi juga dulu yang memaksa Nadine menerima perjodohan dengan David. Padahal, Papi tau kalau Nadine punya kekasih, hanya karena papi ingin menyelamatkan keluarga kita dari kebangkrutan. Papi ini keterlaluan!" Nadila memekik kesal tak terima putri semata wayangnya dibentak-bentak oleh ayahnya."Jadi, sampai h
Sudah dua minggu sejak anniversary pernikahan orangtua David. Entah mengapa Nadine urung untuk mengajak Liliana memeriksakan diri ke dokter. Namun, pagi ini Liliana merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan perutnya. Ia merasakan mual dan pusing luar biasa. Bahkan mencium aroma nasi goreng yang dimasak oleh Tuti pun membuatnya mual luar biasa."Mbak Lili sakit?" tanya Tuti saat melihat Liliana tampak pucat dan beberapa kali muntah-muntah."Saya nggak tau, Mbak. Tapi, sudah dua hari ini saya pusing dan mual-mual seperti ini. Mbak kan tau sendiri biasanya saya tidak pernah seperti ini.""Mbak Lili, apa lebih baik saya telepon ibu Nadine ya? Mbak jangan kerja dulu." Liliana menggelengkan kepalanya perlahan, mendadak sesuatu terlintas di benaknya."Mbak, bisa bantu saya?" tanyanya ragu."Iya, Mbak Lili mau saya belikan sesuatu?"Liliana menatap Tuti sediki