Liliana tersentak saat melihat Nadila sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah yang sinis.
"Maaf, Tante, ini kamar saya. Rasanya tidak sopan jika Tante masuk tanpa permisi begitu saja," kata Liliana. Mata Nadila membelalak seketika, ia langsung maju dan menghampiri Liliana. Hampir saja tangan Nadila menampar pipi Liliana jika seseorang tidak menahan tangan itu di udara.
"Tidak ada yang boleh menyentuh istriku,Mi. Siapa pun itu termasuk Mami. Dan, Liliana benar, Mami, ini kamar kami. Mami tidak berhak masuk begitu saja tanpa permisi. Di sini semua mempunyai hak yang sama. Baik itu Nadine atau pun Liliana. Keduanya istri saya yang sah secara agama dan hukum," tegas David membuat Nadila terdiam. Sambil mengentakkan kaki, Nadila pun melangkah keluar.
Tadinya ia ingin mencari Nadine karena Sanjaya ada urusan dengan Arnold sehingga ia mampir ke rumah David. Tapi, ia sempat mendengar jika Liliana baru saja datang da
''Jadi, ceritanya kau sedang senang karena menantu barumu sangat rajin dan pintar memasak? Juga mau menemanimu ngobrol, gitu?" tanya Anne sambil membawa cemilan dan juga jus mangga untuk Kinasih. Kinasih memang sengaja mengunjungi Anne siang ini. Ia ingin berbagi cerita dengan sahabatnya itu."Iya, tadi pagi dia sudah sibuk memasak menyiapkan sarapan meski sehabis masak ia muntah-muntah. Tapi, niatnya sudah baik. Aku sangat menghargai itu. Waktu aku cicip, nasi goreng buatannya enak sekali. Tuti asisten rumah tanggaku mengatakan jika ketika dia di apartemen menemani Lili, dia memang rajin. Subuh dia sudah menjalankan ibadah salat. Aku melihat ketulusan di matanya, Ne. "Hanya saja, aku masih penasaran siapa ayah dari bayi yang ada dalam kandungannya itu. Nadine bilang ia diperkosa saat mereka ada pekerjaan di Kupang. Dan aku juga sudah menanyakan langsung kepada Liliana. Jawabannya sama. Hanya saja
Kinasih mengerutkan dahinya, "Mama kurang suka rujak serut, tapi ketika mama hamil David, mama selalu minta papamu mencarikan rujak serut. Coba, makanan apa lagi yang kau sukai sekarang ini, semenjak kau hamil?" Liliana memutar bola matanya berusaha mengingat. "Paling suka rujak serut, Ma. Bakso aku suka, tapi entah kenapa aku jadi tidak suka mienya juga kecap dan saos. Aku lebih suka makanan yang dimasak dengan rempah yang terasa seperti masakan padang. Tapi, lucunya aku biasa suka gurame sejak hamil jadi tidak suka, Ma. Itu sebabnya kemarin aku makan hanya sedikit saja." Kinasih tersentak kaget, apa yang diucapkan oleh Liliana sama persis dengan apa yang ia alami kertika hamil David dulu. "Apa kau suka makanan yang cenderung pedas dan berkuah juga seperti sop, cotto?" tanya Kinasih."Iya, Ma. Kenapa memangnya, Ma? Kok, Mama tau?" tanya Liliana keheranan. Kinasih mengge
"Jadi, kau langsung pulang bersama managermu?" tanya Dirga. Nadine menganguk sambil memeluk kekasihnya itu. Sudah seminggu ia menjalani syuting sinetron FTV. Dirga dengan setia menemani meski tidak ada yang tau. Dirga hanya menunggu di hotel dan mengamati dari jauh. tapi, jka syuting sudah selesai, Nadine menyelinap ke kamar Dirga. Mereka memadu cinta dan bersenang-senang di kamar. Nadine sama sekali tidak merasa bersalah karena dalam pikirannya, David toh sekarang sudah ada yang mengurus. Jujur saja ia sudah bosan dengan pernikahan sandiwara yang ia jalani selama enam tahun terakhir ini. Hanya saja Sanjaya masih memaksa dengan dalih belum menguasai Arnold. "Kalau aku tidak pulang bersama Juli, mertuaku akan curiga. Dia itu marah-marah terus kerjanya. Syukurlah sekarang ada menantu barunya. Liliana itu pasti merasakan juga bagaimana judesnya mulut mertuaku. Tapi, aku tidak tau juga, ya. Beberapa kali, ibu mer
Nadine tersentak, ia sama sekali tidak menyangka jika mertuanya akan menantangnya seperti itu."Ma, sudahlah. Mbak Nadine kan baru pulang, biarkan dia beristirahat dulu, Ma," kata Liliana sambil mendekat dan memeluk bahu ibu mertuanya. Kinasih mendengus kesal, "Jangan kau bela dia, Li. Memang sudah sejak lama kelakuannya seperti ini.""Iya, aku mengerti. Tapi, aku bukan mau membela Mbak Nadine di sini, Ma. Aku tidak mau darah tinggi Mama kumat karena marah-marah," kata Liliana dengan lembut membuat Kinasih diam tertegun. Sikapnya pun melunak, "Antar mama ke kamar saja," katanya. Liliana pun segera menggandeng tangan Kinasih dan meninggalkan ruangan itu menuju ke kamar Kinasih. Sementara Nadine hanya mencibir dan mengempaskan tubuhnya di atas sofa sambil menatap punggung Liliana dan Kinasih yang berjalan meninggalkannya. Kamar Kinasih berada di lantai atas. Kinasih dan Arnold
"Siapa? Kau memang drama queen. Kau sendiri yang mengatakan jika tidak tau, bagaimana bisa mendadak tau. Ingat, kau di sini supaya kau membantuku. Supaya orang tidak tau jika David mandul, meski sebenarnya memang dia tidak mandul." "Jadi, benar dugaan mama dan papa, aku sehat dan kaulah yang tidak bisa memberiku keturunan?" Nadine dan Liliana terkejut, entah sejak kapan David dan Arnold sudah berdiri di sana. Wajah David dan Arnold tampak memerah karena emosi. Meski mereka sudah menduga sebelumnya, tetapi rasanya tetap saja menyakitkan."Kau tega sekali! Dua tahun kau menyiksa aku dengan perasaan seolah aku ini suami yang tidak berguna. Apa kau tau selama ini aku begitu putus asa. Mau berobat pun rasanya malu, pria mandul ... itu yang selalu ada dalam otakku. Aku hampir gila dan pernah berniat bunuh diri, kau tidak tau itu, kan?! Ah, kau memang tidak pernah tau karena kau tidak pernah peduli!" seru Davi
"Bulan madu masa diikutin sama mama, Papa ngawur. Mama nggak mau jadi obat nyamuk," protes Kinasih sambil mencebikkan bibirnya. Arnold hanya tertawa kecil sambil merangkul bahu sang istri."Ya sudah, semua urusan kantor sementara papa serahkan kepada Anwar. Kita bulan madu kedua saja, bagaimana, Ma?" tanya Arnold sambil menatap mesra Kinasih. Ditatap seperti itu tentu saja Kinasih berbunga-bunga, kedua pipinya langsung merona merah."Duh, liat Om dan Tante mesra begini saya jadi inget suami di rumah. Ya sudah kalau begitu Ira pamit, ya. Obatnya jangan lupa ditebus, ya, Dave. Ingat loh Om, kalau liburan makanan tetap dijaga, ya," kata dokter Ira. Kinasih dan Arnold hanya terkekeh."Hati-hati di jalan, Ira. Terima kasih,ya," jawab Arnold. David dan Liliana pun beranjak dan mengantarkan dokter Ira sampai mobilnya berlalu dari halaman rumah mereka."Aduh, aku lupa menyiapkan makan malam. Tadi,
PLAK! PLAK! Entah mimpi apa Nadine, sore hari ditampar oleh Kinasih, malam hari ia harus merasakan tamparan dari Sanjaya."Papi, ke-kenapa papi di sini? Papi masuk lewat mana?" tanya Nadine."Pintu samping terbuka tadi, papi masuk lewat samping. Tapi, bukan itu yang harus kau jelaskan . Sekarang juga kau ikut papi pulang ke rumah kita!""Tapi, Pi-" Sanjaya tidak peduli, ia menarik tangan Nadine hingga wanita itu hampir saja terjatuh dan menyeretnya ke luar rumah."Masuk!" perintahnya dengan tegas."Kalau ada yang bertanya saya menginap di rumah orangtua saya, Mbak," kata Nadine kepada Tuti yang mengikuti dengan wajah panik. Wanita itu pun segera masuk ke dalam mobil Sanjaya. Tuti hanya mengangguk, ia ingin menolong majikannya. Tetapi, ia juga takut melihat Sanjaya yang tampak sangat garang."Kau ini bikin malu! Apa-apaan sampa
"Itu bahaya, Papi! Aku tidak mungkin meminta mas Dirga melakukan hal itu.""Kalau dia tidak mau jangan harap. Tapi, bagaimana kau bisa yakin kalau dia akan menolak?" tanya Sanjaya dengan senyuman licik."Papi keterlaluan," kata Nadine."Kita lihat saja, kau mau bukti?"*** "Ada apa, Mbak? Kok mondar-mandir di depan?" tanya David saat melihat Tuti berada di teras rumah dengan gelisah. Tidak biasa-biasanya asisten rumah tangganya itu berada di luar seperti itu."Anu, Pak. Bu Nadine tadi diseret papinya," lapor Tuti. Arnold dan David saling pandang."Memang kenapa bisa sampai diseret?" tanya Liliana. Tuti pun menjelaskan apa yang sudah terjadi. Tanpa melebihkan atau mengurangi."Astaga, kasian mbak Nadine, Mas. Apa tidak sebaiknya Mas ke sana dan jemput dia?" kata Liliana."Besok saja, hari su