Share

Wanita gila

Penulis: Bulbin
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-03 20:53:45

Bayu meletakkan kembali cangkir kopi dan menatap pria yang masih belum mengenali dirinya.

"Itu buat Mas Aryo. Kebetulan kemarin ada proyek besar yang berhasil selesai. Anggap saja sebagai bonus karena Mas Aryo rajin di sini," tuturnya dengan wajah meyakinkan.

Aryo mengucap terima kasih berulang kali dan keluar ruangan, sementara Bayu menyeringai menatap pintu yang kembali tertutup.

"Ternyata, kau masih sama saja. Mata duitan!"

Bayu kembali membuka laptop. Barisan huruf dan angka beradu dalam otaknya, sesekali dia merenggangkan jari jemari dan bahunya yang terasa kaku. Satu per satu berkas selesai. Keringat di pelipisnya mengalir dan jatuh di kerah kemejanya. Bayu mengusap dengan punggung tangan, meraih botol minum dan meneguk isinya hingga habis setengah. Saat itulah, ponsel di meja berdering. Sebuah panggilan masuk, mendesak, karena tak kunjung diterima si empunya.

"Ya, ada apa?" ucap Bayu dengan nada datar, namun seketika ekspresinya berubah. Semburat merah menjalar perlahan di
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • KINASIH   Mantan preman

    Asih membawa anaknya ke halaman untuk berjemur seperti biasa. Dia duduk di sebuah bangku kayu, tepat di dekat kebun sayur neneknya. Udara masih segar, mentari belum terlalu naik, dan sisa embun terlihat di ujung dedaunan. Jalan setapak di depan rumah, mulai ramai oleh lalu lalang warga. Para petani membawa cangkul dan 'alat tempurnya', anak-anak berlarian pergi ke sekolah dan ada pula kaum wanita yang bergerombol di pinggir jalan, menanti tukang sayur sembari bergosip ria. Sebenarnya, desa nek Ijah bukanlah desa terpencil. Letaknya juga tak jauh dari jalan raya yang ramai, serta barisan ruko yang perlahan menjamur. Mungkin, lima atau sepuluh tahun mendatang, sawah-sawah di sana berubah menjadi gedung bertingkat, rumah pribumi mulai tergusur oleh kedatangan warga baru dari luar desa. Asih mengamati semuanya dengan hati trenyuh. Membayangkan bagaimana para warga yang terbiasa hidup tenang dan nyaman, harus berbagi lahan dengan para tuan tanah yang —serakah. "Asih, udah gede aja ya a

  • KINASIH   Ibu

    "Maaf, tadi Nyonya kenapa? Kata dokter, Nyonya mengalami syok, apa karena telepon dari —" Suara Sumi terpotong oleh gerakan Mariana yang menarik napas dalam. Perlahan, dia mengatakan apa yang terjadi, termasuk rasa penasaran akan suara wanita yang dia dengar di ujung sana. "Apa Bibi tahu nomor ini?" Mariana memperlihatkan layar ponselnya, lalu mengangguk lemah saat Sumi menggeleng pelan. Wanita yang telah lama bekerja di keluarga Wijaya itu, memberanikan diri bertanya lebih lanjut, mengingat dia tahu betul lika liku rumah tangga majikannya sedari masih menjadi pengantin baru. "Ya, Bi. Itu suara perempuan. Tapi aku nggak kenal siapa. Dia bilang aku istri nggak berguna yang hanya numpang hidup pada Wijaya semata, satu lagi, dia juga bilang jika Wijaya tak hanya selingkuh dengan satu wanita, bahkan ada yang sampai memiliki anak," tutur Mariana dengan wajah mendung. Perlahan, dari bibirnya keluar suara lirih, namun Sumi masih mampu mendengarnya. "Mungkin karena aku belum bisa hamil,

  • KINASIH   Perang batin

    "Sabar dulu, aku ingin berbincang sebentar," bisik Wijaya sembari mendaratkan kecupan hangat di pipi wanitanya. Perempuan itu menarik diri, wajahnya terlihat masam dengan bibir merah yang terkatup rapat. Dia hanya melirik sekilas pada tamunya, lalu melangkah menuju kursi rotan yang tersedia di sana. "Jangan gitu dong, nanti cantiknya hilang lho," goda Wijaya yang mendekat dan menyentuh pipi si wanita. "Mau tanya apa lagi? Bukannya saya sudah melakukan semua yang Bapak minta? Lagi pula, Bapak juga belum menyerahkan sisa pembayaran terakhir, bukan?" Wanita itu melipat kedua lengannya di dada, dagunya terangkat, menatap sinis pada laki-laki di sampingnya. "Kalau Anda ingkar, saya pun tak akan segan memberitahukan semuanya pada Nyonya Mariana, termasuk rahasia itu," sambungnya dengan seringai tipis saat tatapannya bertemu dengan manik hitam milik pria tersebut. Wijaya mengusap wajah kasar, lalu menegakkan duduknya, menghirup napas dalam dan menghembuskan perlahan. Gejolak emosi dalam

  • KINASIH   Biang kerok

    "Asih, kau ... sudah tahu soal itu?" Kata-kata itu membuat Asih membalas tajam tatapan Mariana, lalu mengangguk tegas. "Maafkan Bayu, As. Dia tidak sengaja. Saat itu dia —""Mungkin waktu kejadian, memang tidak sengaja, Bu. Tapi menutupi kebenaran sampai sekian tahun, apakah termasuk 'ketidak sengajaan'?" balas Asih dengan dada naik turun. Terlihat jelas, dirinya berusaha menahan amarah. Bayi dalam dekapan, menangis keras. Seakan merasakan perasaan sang ibu dan hawa menegangkan di sekitarnya. Asih berusaha menenangkan, mengusap punggung mungil itu penuh sayang hingga si anak tertidur. Mariana membuka mulut, namun Asih lebih dulu meliriknya, kemudian menatap pintu kamar yang tertutup. "Tapi, As. Saya mohon, maafkan Bayu. Dia tak sepenuhnya bersalah. Sekarang pun dia sudah menanggung akibat dari perbuatannya, tolong maafkan Bayu." Lagi-lagi, Mariana memohon, namun balasan Asih membuat wanita itu terdiam tak berkutik. "Bu, saya memang pernah mencintai Mas Bayu. Namun kenyataannya,

  • KINASIH   Penjara

    "Kamu? Untuk apa ke sini?"Di ambang pintu, berdiri Rosma -istri mendiang Hartono. Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas dan memperlihatkan pada pasangan suami istri di hadapannya. Mariana terpekik, dengan cepat tangannya menutup mulut. Sedangkan sang suami menggeleng, tangannya bergetar hingga kertas di tangan hampir saja terlepas. "Polisi sedang melacak anak semata wayang kalian, dan tentu saja, semua bukti sudah kuat untuk menjebloskan putra mahkota Wijaya Group ke dalam sel yang dingin dan menyeramkan." Setelah berkata demikian, Rosma balik badan dan berlalu pergi, meninggalkan kedua tuan rumah yang masih syok atas berita tersebut. Mereka cepat masuk, Wijaya meraih ponsel, kembali menghubungi sang anak yang belum juga direspons. "Ke mana anak itu? Apa polisi sudah meringkusnya?" Wijaya mengacak rambutnya kesal, sementara sang istri hanya duduk dengan tatapan kosong. Nun jauh dari tempat kedua orang tuanya, Bayu baru saja meninggalkan kampung di mana Asih tinggal. Be

  • KINASIH   Bertemu kembali

    Pintu terbuka pelan, sesaat setelah Bayu mengetuknya. Seorang wanita dengan rambut perak dan wajah keriput, tersenyum dan bertanya dengan nada sopan dalam bahasa Jawa yang halus. "Ngapunten, njenengan pados sinten nggih?" (Maaf, Anda cari siapa ya?)Bayu terdiam sesaat, lalu melirik ke dalam, berharap yang dicari datang. Namun pertanyaan yang diulang, membuat pria tersebut cepat menjawab dengan suara terbata. Tuan rumah mengangguk, tak segera masuk memanggil, tapi menatap si tamu dengan tatapan penuh selidik. Bayu yang biasa mampu membuat orang lain mati kutu di hadapannya, kini berbeda. Justru dia yang dibuat demikian, meskipun penampilannya masih rapi dengan setelan jas dan sepatu mengkilap. Tak lama kemudian, tuan rumah berbalik masuk. Terdengar tangis bayi sesaat dan tak lama setelahnya, muncullah wajah yang Bayu nantikan selama ini. "Mas Bayu?" Seketika mereka saling mematung, diam saling tatap lalu refleks Bayu mengulurkan tangan dengan mengulas senyum. Dadanya bergemuruh,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status