Motor metik berwarna pink hasil modifikasi berhenti di sebuah halaman rumah bertingkat namun tidak begitu besar. Neira yang mengendarainya melepas helm berwarna senada dari kepala lalu menggantung benda itu di spion motor.
Terik matahari di siang hari menjadi alasan utama gadis itu tidak berlama-lama di atas motor dan segera berteduh di dalam rumah.
Pemandangan pertama yang Neira temui ketika membuka pintu adalah kehadiran Yasmin di ruang tamu. Gadis kecil berusia hampir tujuh tahun yang tak lain adalah adiknya itu sedang bermain barbie di lantai beralaskan karpet bulu.
Dengan senyum mengembang Neira berjalan menghampiri Yasmin. "Wah, cantik sekali rambut barbie-nya, panjang seperti rambut Yasmin, yah." Ia pun ikut duduk di sana setelah melepas sepatunya.
"Iya dong, kan barbie-nya rajin pakai sampo kayak Yasmin." Ucapan Yasmin disambut senyuman hangat oleh Neira. Gadis itu beralih mengelus rambut sang adik yang terasa begitu lembut di telapak tangannya.
Niat awalnya untuk ke dapur guna mencari air pereda haus, tertunda karena ia memilih menemani Yasmin bermain. Neira bahkan melupakan jam makan siangnya karena terlalu asyik mendandani boneka barbie itu.
Jika bukan karena teguran dari Elvina, mungkin mereka berdua akan terus bermain sampai malam.
"Sudahi dulu bermainnya." Elvina berjalan mendekat sambil membawa segelas susu.
"Yasmin, minum susunya dulu. Dan kamu, Nei. Ganti seragam lalu makan. Ini sudah sangat terlambat," petuah sang mama.
"Iya, Ma," jawab Neira dan Yasmin bersamaan.
Yasmin berdiri untuk mengambil susu yang dibawakan Elvina, sementara Neira memasang sepatunya lebih dulu sebelum naik ke kamar.
"Kakak tinggal dulu yah, nanti kapan-kapan kita main lagi," pamit Neira sambil mengusap kepala Yasmin sebelum berlalu.
"Nei, ada yang ingin mama sampaikan. Setelah makan, kamu ke ruang kerja Papa, yah." Elvina menahan langkah Neira, dan bicara secara berbisik. Meski Yasmin mungkin tidak akan mengerti pembicaraan orang dewasa, tetap saja mereka harus berhati-hati dalam membicarakan beberapa hal.
Usai membalas ucapan Elvina dengan anggukan, Neira kemudian melanjutkan langkah menaiki tangga menuju kamar. Niatnya untuk minum air dingin benar-benar terlupakan dan berganti dengan rasa penasaran tentang apa yang akan disampaikan mamanya.
Sampai di kamar hal pertama yang gadis itu lakukan adalah mengeluarkan semua buku-buku dari tasnya, memeriksa roster pelajaran besok, kemudian menyusun buku yang tidak perlu ke rak di atas meja belajar, terakhir memeriksa apakah ada tugas yang ia lupa kerjakan.
Setelah masalah buku selesai, Neira melepas sepatu berikut kaos kakinya. Lalu melepas seragam sekolahnya menyisakan baju kaos tipis berwarna putih. Akibat keringat yang menjadikan badannya lengket, Neira memutuskan untuk mandi setelah mengambil handuk bersih di lemari.
Tidak perlu waktu lama bagi Neira untuk membersihkan diri menggunakan air dingin. Cukup sepuluh menit dan ia pun sudah siap dengan pakaian santainya.
Karena terlalu tanggung mandi namun tidak membasahi rambut, Neira pun menyempatkan diri untuk keramas di mana rambutnya kini sedang dikeringkan menggunakan handuk. Ia menunggu beberapa menit sampai air tidak lagi menetes dari rambutnya sebelum turun untuk makan siang di hari yang sudah beranjak sore.
Ketika sampai di anak tangga terakhir, Yasmin sudah tidak terlihat lagi bermain di ruang tamu. Ia pun melanjutkan langkah menuju ruang makan yang berseberangan dengan dapur. Di atas meja sudah tertata rapi berbagai jenis masakan yang membuat selera makan Neira menjadi meningkat. Setelah menyendok nasi, Neira mulai memilih lauk secukupnya lalu makan dengan lahap.
Masakan Elvina memang tidak pernah gagal membuat perutnya kekenyangan.Karena sejak dulu keluarganya memang tidak pernah mempekerjakan seorang asisten, semua urusan rumah dikerjakan oleh Elvina sesekali dibantu Neira. Begitu juga untuk piring bekas makan, biasanya Neira selalu mencuci piringnya sendiri. Dengan begitu ia bisa berlatih untuk menjaga kebersihan dengan tidak membiarkan piring-piring kotor menumpuk di tempat pencucian.
Usai mencuci piring, Neira mengambil tudung saji untuk menutup makanan di meja agar tidak terkena debu atau cepat dingin. Setelah itu barulah ia keluar dari dapur untuk menemui mamanya.
Seperti perkataan Elvina tadi, Neira diminta untuk menemuinya di ruang kerja Ferdinand. Maka dari itu setelah keluar dari dapur, Neira langsung berbelok ke sebelah kanan di mana ruang kerja papanya berada. Wanita itu bisa langsung terlihat sedang duduk di kursi kebesaran suaminya, setelah Neira membuka pintu.
Mungkin karena terlalu serius memandangi laptop di depannya, sehingga Elvina tidak menyadari kehadiran Neira di sana. Neira sendiri memilih menunggu daripada harus mengganggu mamanya.
Ruang kerja Ferdinand adalah tempat kedua setelah gudang yang jarang Neira masuki. Bukan karena papanya melarang, namun di tempat itulah Ferdinand menyimpan semua pekerjaannya di perusahaan. Sudah pasti di tempat itu banyak dokumen penting, dan akan sangat merepotkan jika hilang.
Setelah berkeliling melihat koleksi buku bisnis papanya, Neira menghampiri Elvina atas panggilan wanita itu.
"Kamu sudah makan, Sayang?" Elvina memandang Neira sesaat sebelum kembali memfokuskan netranya ke laptop.
"Sudah, Ma," jawab Neira singkat. Ia mulai tertarik dengan apa yang sedang dilihat Elvina. "Mama lagi periksa apa?"
Saat itulah Elvina mendongak. Wanita itu juga memutar laptop sedikit menghadap Neira. "Lihat ini, Sayang," tunjuk Elvina pada sebuah artikel di layar laptop yang sedari tadi dibacanya. "Mama menemukan data diri Haidar."
Rasa penasaran Neira menjadi lebih meningkatkan. Tanpa menunggu penjelasan dari Elvina, ia membaca sendiri tentang data diri Haidar di laptop milik papanya.
Haidar Prayoga. Begitulah nama yang tertera di atas sebuah foto pria lengkap dengan data diri di bawahnya. Biodata itu hanya berisi nama, tanggal lahir, dan beberapa data untuk keperluan kampus.
Kemudian Elvina menggiring kursos untuk membuka folder baru berisi foto. Terlihat tidak ada hal aneh dari foto-foto itu yang kebanyakan milik keluarganya sendiri. Namun, ketika kursor yang diarahkan Elvina sampai ke bagian foto terakhir, saat itulah Neira dibuat terkejut.
"Papa dan ...." Neira kurang yakin dengan dugaannya. Maka dari itu ia tidak melanjutkan kalimatnya.
"Ini foto Papa dan Haidar. Di ambil satu tahun yang lalu. Sepertinya ketika Papa menghadiri sebuah acara bisnis."
Belum selesai dengan keterkejutannya, Elvina kembali menggiring kursor untuk membuka folder lain. Kali ini sebuah artikel data diri terbaru dari Haidar lengkap dengan foto pria itu. Di halaman pertama berisi tentang data-data perusahaan pria itu lengkap dengan foto gedung perusahaannya.
"Ini adalah bisnis terbesar yang dimiliki keluarga Haidar. Agensi model untuk iklan televisi dan majalah," jelas Elvina. Ia sudah mempelajari artikel itu sejak pagi di mana pertama kali menemukannya. "Lokasi perusahaannya ada di Jakarta Pusat," lanjut Elvina.
Neira membaca informasi tentang perusahaan milik Haidar yang bernama Bumi Agensi Modeling atau disingkat BAM. Dilihat dari data-data yang dibaca Neira, sudah sangat jelas bahwa perusahaan itu bukanlah dari kalangan biasa. Prestasinya dalam melahirkan model sudah diakui.
"Ini alamat rumahnya." Elvina menunjukkan deretan perpaduan angka dan huruf kepada Neira. "Rumahnya di Jakarta Selatan."
"Alamat ini cukup dekat dengan sekolah Neira, Ma," kata Neira. Dan Elvina pun membenarkan hal itu.
"Ada satu fakta lagi." Elvina lagi-lagi menggiring kursor ke bawah. Kali ini Elvina memperlihatkan sebuah foto Haidar bersama seorang pria lain. Kali ini bukan papanya melainkan kepala SMA Pelita Husada, sekolah Neira.
"Ternyata Haidar merupakan penyumbang dana sebesar dua puluh lima persen di sekolah kamu, Nei."
SMA Pelita Husada di mana Neira sekolah adalah salah satu sekolah swasta yang cukup bergensi. Tidak sembarang orang bisa menjadi penyumbang dana di sekolah itu. Jika benar yang dikatakan Elvina bahwa Haidar menjadi salah satu penyumbang dana di sekolah itu, artinya sebagian fasilitas yang Neira dapatkan di sekolahnya adalah bantuan dari Haidar.
"Setelah semua ini kita ketahui, selanjutnya bagaimana?" tanya Neira. Ia tidak tahu ada hubungan apa mengetahui fakta Haidar dengan masalah yang dialami keluarganya.
"Mama juga belum tahu, Nei. Mama akan terus coba cari informasi lebih banyak lagi. Akan lebih mudah kita bertemu Haidar kalau kita punya kontaknya."
"Neira bantu sebisa Neira yah, Ma," kata Neira sambil menggenggam tangan Elvina.
Mereka mungkin memiliki waktu yang cukup banyak untuk mencari tahu siapa itu Haidar, dan mengapa Ferdinand meminta mereka menemui pria itu. Tetapi hari yang semakin beranjak sore membuat Elvina dan Neira tidak bisa berlama-lama di ruang kerja itu. Setelah mengantongi beberapa petunjuk yang bisa digunakan untuk mencari keberadaan Haidar, keduanya pun keluar dari ruangan itu.
🥀🥀🥀
Fhyfhyt Safitri
10 November 2021Kabar kelulusan Atlan dan Neira sudah sampai di telinga orang tua mereka. Di hari itu juga Haidar langsung merencanakan pesta kecil-kecilan. Namun, karena waktunya mendadak, mereka pun memutuskan untuk mengadakan pesta barbeque.Di halaman belakang kediaman Prayoga kini sudah diatur menjadi area untuk makan malam. Ada meja panjang dengan beberapa kursi juga yang tertata rapi di tengah halaman.Jika tahun lalu mereka selalu merayakan kenaikan kelas Atlan hanya bertiga, kini rumah itu menjadi begitu ramai. Bukan hanya karena kehadiran Neira, Elvina, dan Yasmin, tapi Wawa serta Aydin turut diundang.Jam delapan malam mereka sudah memulai. Atlan dan Aydin lah yang bertugas untuk memanggang daging sedangkan Neira dan Wawa menyiapkan nasi di meja. Lalu untuk para orang tua hanya tinggal menikmati."Ini apinya gak bisa dibesarin lagi apa? Udah ngiler banget gue," kata Aydin tak sabar melihat daging yang sudah matang menyeruakkan bau sedap."Kalo mau hangu
Neira yang awalnya ingin ke dapur terpaksa harus membelokkan langkahnya ketika mendengar suara bel berbunyi. Saat membuka pintu ia terkejut dengan kehadiran dua orang yang berdiri di hadapannya sambil memasang cengiran. Kening Neira mengkerut. "Kalian datang berdua?" "Enggak seperti yang Lo pikir." Wawa langsung mengelak atas apapun yang mungkin Neira pikirkan ketika melihatnya datang bersama Aydin. "Dia yang ngikutin gue." "Kepedean Lo. Gue ke sini buat ketemu Atlan. Nei, Atlan ada, kan?" tanya Aydin kepada Neira. Neira yang masih berusaha mengerti situasi hanya bisa mengangguk. "Ya kenapa Lo mau ketemu Atlan pas banget gue datang ke sini. Kan Lo bisa datang besok atau lusa gitu." "Suka-suka gue, lah. Yang punya rumah juga gak permasalahin gue mau datang kapan." Aydin langsung bergegas masuk ketika melihat Wawa membuka mulutnya. "Gak sopan main nyelonong masuk tanpa izin," teriak Wawa yang berhasil terpancing emosi oleh Aydin.
Mobil Atlan berhenti di depan teras rumah disusul mobil yang membawa Frida dan Elvina selanjutnya.Atlan buru-buru melepas safety belt-nya, lalu keluar dari mobil. Ia berputar menuju pintu bagian penumpang lalu menuntun Neira turun dari kursinya.Frida serta Elvina yang juga sudah turun dari mobil menunggu keduanya di teras dan akan bersama-sama masuk ke dalam rumah. Tapi, belum sempat mereka melewati pintu tiba-tiba terdengar suara teriakan seseorang dari belakang."Berhenti!"Semua orang sontak berbalik lalu terkejut mendapati keberadaan Jelita di sana."Jelita, sedang apa kamu di sini?" tanya Elvina heran.Pikiran Frida penuh akan pertanyaan tentang siapa gadis yang berdiri di depan mereka saat ini, dan pertanyaan itu langsung terjawab ketika Jelita angkat bicara."Kenapa Tante penjarain papa Jelita?" Suara Jelita tinggi sarat akan kemarahan. "Apa belum cukup, dengan kepergian Mama, sampai Tante juga mau pisahin Papa dari aku?"
Elvina mengakhiri pembicaraannya bersama Frida di telepon. Baru saja besannya itu memberikan informasi bahwa Bagaskara sudah ditangkap dan kini berada di kantor polisi.Seketika ia tidak tahu bagaimana perasaannya, antara ingin senang atau sedih.Bagaskara memang sudah dilaporkan atas dua tuduhan. Yaitu sengaja mencelakai Ferdinand serta melakukan penipuan atas pembelian saham perusahaan pria itu.Namun, yang melaporkannya adalah Haidar dan Frida. Sebab, Elvina merasa tidak tega melawan kakak iparnya sendiri di pengadilan nanti.Sekarang ia pun kebingungan mencari cara untuk mengatakan kepada Neira, sebab gadis itu sama sekali tidak tahu rencana pelaporan omnya tersebut.Saat ini Neira sedang menemani Yasmin bermain di ruang keluarga. Dan ia pun terpaksa harus mengganggu aktivitas kedua putrinya.Ketika membuka pintu, Elvina mendapati Yasmin duduk melantai bersama beberapa boneka barbie-nya. Sedangkan Neira berada di sofa sambi
Atlan sudah rapi dengan pakaiannya, kini ia sedang menunggu Neira di ruang tamu. Hari ini mereka akan mendatangi book shop untuk membeli beberapa buku persiapan ujian. Meski mereka di skors dan tidak menerima pelajaran dari sekolah, keduanya tetap bisa belajar dari rumah.Sebenarnya perasaan Neira masih belum membaik setelah kejadian kemarin, tapi Atlan berusaha menghibur gadis itu dengan cara mengajaknya jalan-jalan. Dan, ide brilian Atlan yang tidak mungkin ditolak oleh Neira adalah dengan membeli buku. Sebab, gadis itu selalu menyukai hal yang berhubungan dengan buku.Tak seberapa lama kemudian Neira datang dengan setelah dress selututnya. Hal yang sempat membuat Atlan terdiam beberapa saat karena terkesima. Atlan tidak bisa mengelak bahwa penampilan Neira saat ini sangat cantik."Duh, cantiknya menantu bunda. Mau ke mana, jalan-jalan, yah?" Frida yang datang dari arah taman samping menghampiri keduanya."Kami mau beli buku, Bunda," jawab Neira sedikit
Setelah kepergian Bagas, mereka kembali ke ruang kerja Ferdinand. Tapi, hanya Neira, Elvina, dan Frida karena Haidar sudah pulang lebih dulu untuk pergi menemui kliennya.Sejak tadi Neira sudah menahan rasa penasarannya. Baik Elvina maupun Frida menyadari hal itu tapi tetap berpura-pura tidak tahu. Sampai akhirnya Neira pun menuntut penjelasan, dan keduanya tidak bisa mengelak lagi."Aku ngerasa Mama sama Bunda lagi nutupin sesuatu." Neira memandang Elvina dan Frida secara bergantian. Di mana kedua wanita itu pergi ke tempat berbeda. Jika Frida kembali ke sofa untuk duduk, Elvina sendiri menghampiri meja kerja Ferdinand untuk melakukan panggilan kepada Nimas."Apa yang kalian sembunyiin? Dan kenapa aku gak dikasih tau?" tanyanya."Neira, duduk sini. Kamu gak capek berdiri terus?" panggil Frida. Ia mengambil salah satu cangkir kopi susu yang tadi dibawa OB. Meski sudah tidak sehangat tadi, ia tetap meminumnya.Neira menurut tanpa banya