Tok ... Tok ... Tok ...
Ketukan pada pintu menghentikan gerakan Neira yang ingin menyampirkan tas di punggung. Ia pun berjalan ke arah pintu untuk membukanya lalu mendapati seorang gadis kecil sudah rapi dengan seragam khas PAUD.
Yasmin berdiri menghadap Neira dengan senyum lebar menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi.
"Halo Putri Yasmin, ada apa?" sapa Neira sambil berjongkok mensejajarkan tinggi dengan sang adik.
"Mama panggil buat sarapan, Kak," kata gadis kecil itu. Dengan tinggi yang sudah sejajar, Yasmin bisa dengan mudah memeluk Neira.
Tidak ingin bertanya alasan mengapa Yasmin memeluknya secara tiba-tiba, Neira pun membalas pelukan itu sambil mengelus rambut adiknya yang kali ini dibiarkan terurai dan hanya diberi jepitan pita di bagian atas kepala.
Pelukan itu pun terurai setelah beberapa detik. Neira kembali berdiri lalu masuk ke kamar untuk mengambil tas kemudian mengajak Yasmin turun.
"Ayo turun. Kita sarapan sama-sama." Tangan Yasmin sudah berada di dalam genggaman Neira dan mereka pun berjalan bersisian menuju tangga.
Di ruang makan, mereka mendapati Elvina tengah sibuk menyiapkan kotak bekal berwarna merah jambu. Di atas meja sendiri sudah tersedia dua piring nasi goreng spesial telur mata sapi.
Seolah tahu bahwa sarapan itu dibuatkan untuk mereka, Neira dan Yasmin langsung menarik kursi untuk keduanya duduki.
"Nei, kamu mau bawa bekal roti bakar juga?" tanya Elvina ketika kedua putrinya sudah duduk di kursi masing-masing.
"Yasmin mau, Ma," celetuk Yasmin yang mulai menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut. Seolah tidak takut tersedak, ia bicara ketika mulutnya dalam kondisi penuh.
"Iya, Sayang. Ini bekal untuk Yasmin kotak makannya warna merah jambu," ujar Elvina sambil menutup kotak makan yang sudah penuh dengan roti bakar.
Neira yang mencium bau lezat dari roti buatan Elvina, tentu tidak akan menolak. "Boleh deh, Ma."
Ketika Yasmin dan Neira mulai memakan sarapan mereka, Elvina berlalu ke dapur untuk mengambil kotak bekal lain milik Neira. Wanita itu kembali ke ruang makan sambil membawa kotak bekal yang lebih besar ukurannya.
"Ma, pakai selai kacang aja. Coklat terlalu manis," kata Neira ketika Elvina akan mengolesi rotinya dengan selai. Dan mamanya melakukan permintaan itu tanpa protes.
Di saat pekerjaan menyiapkan bekal untuk kedua putrinya selesai, Elvina akan kembali ke dapur. Namun, Neira menahannya dengan sebuah pertanyaan. "Mama gak sarapan?"
Elvina berbalik. "Nanti saja, mama masih belum lapar." Kemudian wanita itu benar-benar berlalu ke dapur.
Makanan di piring Neira sudah habis, namun ia masih duduk di sana untuk menunggu Yasmin menyelesaikan sarapannya sambil merapikan meja makan. Di saat Yasmin sudah tidak kuat untuk menghabiskan sisa nasi gorengnya, Neira pun masuk ke dapur membawa piring kotor bekas makanan mereka. Gadis itu mendapati Elvina sedang mencuci piring.
"Letakkan saja di situ." Neira pun meletakkan piring yang dibawanya di samping Elvina, kemudian meminta air untuk mencuci tangan.
Elvina bergeser agar Neira bisa mencuci tangannya di wastafel. "Oh iya, Nei. Mama minta tolong antar Yasmin ke sekolah hari ini, yah. Boleh, kan? Mama belum mandi soalnya."
Neira yang sedang mengeringkan tangannya dengan lap, memandang Elvina cemberut. "Mama ini kayak sama siapa aja minta tolongnya. Ya jelas boleh, lah."
"Terima kasih, Sayang," ucap Elvina sambil tersenyum.
Keduanya berbagi senyum hangat sebelum Niera keluar dari dapur untuk menemui Yasmin di ruang makan. Gadis kecil itu masih duduk di kursinya sambil menikmati segelas susu hangat.
"Yasmin, hari ini kamu berangkat sekolah sama kakak, yah naik motor."
Mendengar itu Yasmin bersorak senang. Ia langsung menenggak habis susunya di dalam gelas lalu berdiri menghampiri Neira.
"Asik, naik motor. Kita berangkat sekarang, Kak?" tanyanya sudah tidak sabar.
"Kamu tunggu di depan. Kakak mau ambil sesuatu yang tertinggal di kamar."
Yasmin langsung keluar dari ruang makan sesuai instruksi Neira, sementara gadis itu kembali ke kamarnya. Tak lama ia turun dan mendapati Yasmin sudah menunggu di ruang tamu.
"Sudah pamit sama Mama, belum?" tanya Neira.
Dengan anggukan kecil Yasmin menjawab. "Udah, Kak. Tapi mama masih cuci piring."
Tangan Neira bergerak untuk merapikan poni Yasmin yang terbelah sebelum menggandeng tangan gadis kecil itu keluar rumah. Ketika Neira sedang mengeluarkan motor dari garasi, Yasmin menunggu di teras.
Motor Neira berhenti di depan Yasmin tanpa mematikan mesin. Ia mengambil helm dengan ukuran lebih kecil lalu memasangkannya di kepala sang adik. Tak lupa ia memasang pengaitnya untuk melindungi Yasmin agar tetap aman. Ketika Neira sedang membantu gadis kecil itu naik ke motor, Elvina keluar sambil membawa sebuah jaket.
"Pakai ini, biar gak terlalu kena panas," kata wanita itu sambil memasangkan jaket itu di badan Yasmin. Sementara Neira, gadis itu memang selalu memakai jaket setiap pergi ke sekolah.
Yasmin tersenyum melihat jaket yang sudah terpasang di tubuhnya. Ia bahkan lupa jika memiliki jaket jeans serupa dengan film Dilan.
"Sudah siap?" tanya Neira kepada Yasmin. Gadis kecil itu kembali mengangguk antusias.
Meski sudah berpamitan kepada Elvina, tetapi Neira mengulanginya sekali lagi. "Kita berdua pamit yah, Ma." Ia meraih tangan mamanya untuk disalami.
"Hati-hati, yah. Pegangan yang kuat sama Kakak Neira," pesan Elvina kepada kedua putrinya.
Yasmin ikut meraih tangan Elvina dan menciumnya. "Dadah, Mama." Gadis itu melambaikan tangan dan Neira membuyikan klakson ketika keluar melewati gerbang rumah mereka.
Motor matic modifikasi milik Neira melaju menuju sekolah Yasmin dengan kecepatan sedang. Untung saja jarak sekolah adiknya tidak begitu jauh dari kompleks rumah mereka. Berbeda dengan letak sekolahnya yang harus menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit.
Yasmin yang duduk di boncengan belakang Neira memeluk erat pinggang kakaknya, sesekali berseru senang. Gadis kecil itu juga tidak segan menyapa teman sekolahnya ketika tidak sengaja berpapasan di jalan.
Lima menit kemudian mereka sudah tiba di depan gerbang sekolah Yasmin. Security yang berjaga sigap membukakan gerbang, kemudian motor Neira melaju hingga tiba di parkiran. Selain membantu Yasmin turun dari motor, Neira juga membantu adiknya melepaskan helm. Barulah setelah itu mereka sama-sama berjalan menuju kelas.
"Eh, Neira. Nganter Yasmin sekolah hari ini?" sapa seorang guru yang mereka temui di depan kelas.
Neira memang bukan pertama kalinya mengantar Yasmin ke sekolah, sehingga ada beberapa guru yang mengenal dirinya.
"Iya, Bu. Mama kebetulan lagi ada pekerjaan," jawab Neira sopan.
Sebelum masuk, Yasmin lebih dulu menyalami gurunya itu, kemudian berpamitan kepada Neira.
"Bu, saya titip Yasmin, yah. Tolong jangan biarkan dia pulang sebelum Mama jemput," pesan Neira kepada guru wanita itu.
"Iya, Neira. Tenang saja. Nanti biar saya yang temani Yasmin tunggu Mama kalian jemput," balas guru itu.
Dengan ucapan terima kasih, Neira pun berpamitan kepada guru itu untuk melanjutkan kembali perjalanannya menuju sekolah. Atau security Pelita Husada akan menguncikan gerbang untuknya.
🥀🥀🥀
Fhyfhyt Safitri
10 November 2021Kondisi jalanan yang lenggan, membuat Neira bisa melajukan motornya dengan kecepatan dua kali lipat dari biasanya. Hal yang ia lakukan agar tidak terlambat sampai sekolah. Alhasil dua puluh menit kemudian, ia pun berhasil tiba di depan gerbang SMA Pelita Husada. Baru saja ia berseru senang karena berhasil sampai tepat waktu, tiba-tiba sebuah mobil jenis sport melaju cukup kencang dan hampir membuat motornya kehilangan keseimbangan. Untung saja Neira bukan pengguna motor pemula, sehingga meski dengan susah payah ia berhasil menguasai motornya tetap seimbang. Beberapa orang yang melewati gerbang sempat berhenti untuk melihat kondisi Neira. Bahkan, security sekolah juga menghampirinya. "Astaghfirullah. Neng, gak apa-apa?" Pak Joko, nama yang tertera di name tag seragam security itu bertanya dengan khawatir. Neira yang berhasil menguasai motor, menepikan kendaraan itu ke pos security. Ia melepas helm untuk menghirup oksigen sebanyak-banyakn
Dari sekian banyak hobi, untuk ukuran seorang remaja yang hidup di jaman milenial, bermain bola mungkin akan menjadi pilihan terakhir. Ketika sekarang, dunia sudah mulai bergantung pada digital terutama ponsel. Sebut saja Tiktok. Aplikasi yang hampir dimiliki setiap orang di ponsel mereka. Segala hal bisa ditemukan di sana. Mulai dari sekedar berjoget, turorial memasak, atau menjual barang dagangan. Atau kalau mau bermain game. Banyak jenis game online yang bisa dimainkan di ponsel. Free Fire, PUBG, atau Mobile Legend sudah mulai dimainkan anak usia lima tahun. Tapi, untuk seorang Keanu Atlan Bumi, hobi yang selalu ia senangi sejak kecil hingga berusia tujuh belas tahun tidak pernah berubah, yaitu bermain bola. Dengan cita-cita serupa, yaitu menjadi pemain bola. Meski kata orang kebanyakan, menjadi seorang pemain bola tidak menjamin masa depan yang cerah. Atlan, sapaan akrab cowok bertubuh tinggi seratus tujuh puluh lima sentimeter itu sudah dua puluh
Selepas dari kantin, Atlan tidak langsung kembali ke kelas. Setelah tiba di anak tangga terakhir lantai tiga, cowok itu berbelok ke kanan. Di mana jalanan itu mengarah ke gudang dan rooftop. Lorong itu jarang terjamah, bahkan merupakan area bebas siswa-siswi. Karena gudang adalah tempat penyimpanan benda-benda penting sekolah. Siswa-siswi dilarang berkeliaran di sana untuk menghindari adanya oknum yang iseng merusak peralatan sekolah.Tetapi meski sudah ada aturan agar menjauhi area itu, tetap saja ada siswa yang suka melanggar peraturan. Contoh kecilnya adalah Atlan. Cowok itu memang tidak ingin masuk ke gudang, melainkan ke tempat yang hampir tidak pernah didatangi siapapun selain dirinya, yaitu rooftop.Atlan menaiki satu per satu tangga menuju rooftop tanpa halangan berarti hingga dirinya tiba di depan sebuah pintu. Dulunya pintu itu terkunci agar tidak ada seorang pun yang bisa masuk. Tetapi sekali lagi, Atlan selalu punya cara agar apa yang ia ingin
Hal apa yang paling menyenangkan dari menjadi anak tunggal di keluarga kaya raya? Harta warisan yang sangat banyak bahkan lebih dari cukup untuk tujuh turunan?Tapi, apa gunanya semua itu jika hidup tetap kesepian. Anak yang selalu ditinggal sendiri oleh orangtuanya karena sibuk bekerja akan menjadi anak yang penyendiri dan hilang kasih sayang.Kebanyakan mungkin begitu, tapi bagi Atlan semua itu tidaklah ada bedanya.Selama ini Atlan tidak pernah mempermasalahkan jika kedua orangtuanya terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bekerja, sehingga jarang berada di rumah dan hampir tidak pernah menemani Atlan bermain.Dari kecil Atlan diasuh penuh oleh mamanya hanya sampai usia tiga tahun. Ketika Atlan kecil mulai masuk sekolah PAUD, segala keperluannya diambil alih oleh asisten rumah. Mulai dari memandikan, memberi makan, mendongengkan sebelum tidur, mengantar ke sekolah, sampai bermain semua dilakukan oleh asisten bundanya.Tapi, tentu F
🥀 KISAH DI PENGHUJUNG SMA (9)Frida tidak pernah mengingkari janjinya. Apalagi jika itu berhubungan dengan Atlan. Sore hari di jam lima, Frida dan Haidar tiba di rumah bertepatan dengan Atlan yang baru bangun tidur akibat kekenyangan.Di atas meja ruang tamu, sudah tertata rapi beberapa kotak kue dengan merek toko ternama di Jakarta Pusat, dan semua itu adalah kesukaan Atlan."Lain kali Bunda gak usah repot-repot begini. Belinya banyak banget lagi, siapa yang bakal habisin," ujar Atlan ketika tiba di ruang tamu.Frida yang sedang dibantu Bi Rumi dan dua asisten lain membereskan belanjaan untuk dibawa ke dalam menoleh lalu menghampiri Atlan dan memeluk putranya itu."Bunda kangen banget loh sama kamu. Kangen gak sama bunda?" Pelukan Frida sudah seperti mereka tidak bertemu berbulan-bulan."Iya, Bunda. Sama Ayah juga kangen," balas Atlan memeluk sama eratnya.Baru saja namanya disebut, Haidar tiba-tiba muncul di balik pintu. "Sep
Menjadi siswa peraih juara umum satu jurusan IPA seangkatan kelas dua belas bukan berarti Atlan selalu suka berurusan dengan buku apalagi perpustakaan. Selama hampir tiga tahun bersekolah di Pelita Husada, bisa dihitung jari berapa kali Atlan menginjakkan kaki di ruangan itu. Jangankan di perpustakaan sekolah, perpustakaan di rumahnya saja jarang ia masuki. Dan sekarang jika bukan karena Ibu Tiwi yang meminta tolong mengembalikan buku paket fisika yang mereka ambil tadi untuk belajar, mungkin Atlan tidak akan berada di sana. Mengantri untuk bertanda tangan sebagai bukti bahwa buku yang kelas dua belas IPA 1 pinjam telah dikembalikan. Prinsip Atlan ini tentu berbanding terbalik dengan kebanyakan siswa yang justru suka berada di perpustakaan. Selain untuk membaca buku, tujuan lain mereka pasti untuk menikmati WiFi gratis, juga sejuknya AC yang tentu tidak didapatkan di kelas. Atlan sudah mengantri cukup lama, jika siswi yang berdiri di depannya t
Perjalanan panjang dengan cuaca yang sangat panas siang itu, membuat Neira rasanya ingin membawa motornya terbang dan langsung tiba di depan rumah. Bukan hanya itu, ia juga ingin memborong semua es batu kemudian memasukkannya ke bathtub lalu berendam di sana.Sungguh, meski kulitnya terlindungi oleh jaket yang tebal, tetap saja panas matahari terasa seperti akan membakarnya sampai ke tulang-tulang. Untung saja gerbang rumahnya sudah terlihat di depan mata. Dan ia pun bisa bernapas lega.Tidak seperti di sekolah di mana akan selalu ada security yang siap membukakan gerbang. Di rumahnya, Neira harus turun lebih dulu dari motor, lalu menarik gerbang itu terbuka. Setelah masuk, ia kembali harus menutupnya.Garasi yang terbuka membuat Neira bisa langsung membawa motornya masuk tanpa harus memarkirkan kendaraan itu di depan rumah. Ia juga memilih masuk lewat pintu samping yang langsung tiba di dekat dapur. Tujuannya memang itu, masuk ke dapur lalu mengam
Banyak hal yang bisa terjadi secara tiba-tiba. Termasuk perubahan cuaca dalam sekejap mata. Jika siang hari sangat panas, maka malam hari justru menghembuskan angin dingin hingga menusuk kulit.Di atas meja belajar sudah ada segelas susu coklat hangat yang sengaja dibuat Neira untuk menemaninya mengerjakan tugas.Meski tugas itu dikumpul Minggu depan, tetapi Neira mengerjakannya sekarang untuk mengisi waktu kosong. Selagi ingat ia akan segera mengerjakannya sebelum lupa.Kelima belas soal tugas itu dikerjakan Neira dalam waktu kurang lebih satu jam tanpa istirahat. Jika berhubungan dengan buku dan tugas, Neira seperti tidak akan merasa lelah. Ia justru menganggapnya olahraga tangan karena terus bergerak sepanjang menulis.Neira mengakhiri jawaban terakhir dengan titik. Ia bisa tersenyum lega karena akhirnya tugas itu telah rampung. Dengan ini ia tidak akan merasa gelisah lagi sebab semua tugasnya telah dikerjakan.Buku paket dan buku