Menjadi siswa peraih juara umum satu jurusan IPA seangkatan kelas dua belas bukan berarti Atlan selalu suka berurusan dengan buku apalagi perpustakaan. Selama hampir tiga tahun bersekolah di Pelita Husada, bisa dihitung jari berapa kali Atlan menginjakkan kaki di ruangan itu. Jangankan di perpustakaan sekolah, perpustakaan di rumahnya saja jarang ia masuki.
Dan sekarang jika bukan karena Ibu Tiwi yang meminta tolong mengembalikan buku paket fisika yang mereka ambil tadi untuk belajar, mungkin Atlan tidak akan berada di sana. Mengantri untuk bertanda tangan sebagai bukti bahwa buku yang kelas dua belas IPA 1 pinjam telah dikembalikan.
Prinsip Atlan ini tentu berbanding terbalik dengan kebanyakan siswa yang justru suka berada di perpustakaan. Selain untuk membaca buku, tujuan lain mereka pasti untuk menikmati WiFi gratis, juga sejuknya AC yang tentu tidak didapatkan di kelas.
Atlan sudah mengantri cukup lama, jika siswi yang berdiri di depannya tidak segera pergi, mungkin ia yang akan pergi sebelum menyelesaikan pekerjaannya. Seharusnya tugas Atlan sangat mudah, cukup menulis nama lalu membubuhkan tanda tangan. Namun semua dipersulit oleh orang yang berjaga di belakang meja tempatnya berdiri sejak tadi.
"Aduh Atlan yang cakepnya makin hari makin nambah. Mau pinjam buku apa? Pinjam hati Mbak Anggun aja gimana?"
"Saya mau balikin buku, Mbak."
Mulut Mbak Anggun selaku penjaga perpustakaan itu membulat. "Ya sudah, tulis nama lalu tanda tangan, jangan lupa nama buku yang dipinjam yah ganteng."
Atlan mengikuti petunjuk Mbak Anggun. Lalu menunjukkan di mana ia meletakkan lima belas buku paket yang ia bawa, dan Mbak Anggun sendiri yang akan menyimpannya di rak.
"Kamu kok jarang ke sini. Perpustakaan jadi sepi tuh. Kalau ada kamu pasti rame." Ucapan Mbak Anggun nyatanya berbeda dengan kenyataan. Perpustakaan itu tidak pernah sepi di jam istirahat, kecuali jika pelajaran sedang berlangsung. Itu pun sesekali akan ada kelas yang melangsungkan pembelajaran di perpustakaan. Sehingga tentu saja tempat itu tidak pernah benar-benar kosong.
"Sibuk, Mbak," jawab Atlan sekenanya. Seharusnya ia sudah keluar dari sana, namun Mbak Anggun seolah sengaja menahan kepergiannya.
"Ah, karna kamu jarang ke sini. Mari kita buat kenangan. Supaya kalau sudah lulus, Mbak tetap bisa ingat sama kamu." Mbak Anggun mengambil ponsel dan keluar melewati pembatas kemudian menghampiri Atlan.
"Kita foto," kata Mbak Anggun antusias. Ia mulai mengotak-atik ponselnya untuk mencari pencahayaan yang tepat.
"Gak usah, Mbak. Saya gak biasa." Dengan susah payah Atlan bersikap sopan. Jika tidak mengingat bahwa orang itu adalah wanita sekaligus penjaga perpustakaan di sekolahnya, sudah pasti ia akan langsung keluar tanpa mengindahkan setiap permintaan aneh-aneh dari wanita itu.
"Gak papa. Kamu kan cakep, pasti bakal bagus kelihatan di kamera." Nyatanya Mbak Anggun lebih pintar memaksa dari Atlan untuk mengelak.
Meski sudah menolak untuk diajak berfoto, namun Mbak Anggun terus mengejarnya bagai seorang selebriti. Ketika Atlan mengikhlaskan satu kali jepretan, Mbak Anggun justru meminta lebih.
Mbak Anggun kembali mengatur posisi. Segala macam bentuk selfie sudah dilakukan dan sekarang ia meminta siswi yang berada di sana untuk mengambil gambarnya bersama Atlan.
"Permisi, Mbak saya mau kembaliin buku." Seseorang yang baru saja masuk menghentikan aktivitas berfoto mereka.
"Oh, Neira. Iya simpan saja di sana lalu tanda tangan saja di buku. Mbak sedang sibuk jangan ganggu," balas wanita itu.
Neira memperhatikan apa yang penjaga perpustakaan itu lakukan. Ternyata yang disebutnya sebagai kesibukan adalah berfoto dengan salah satu siswa Pelita Husada. Demi hal itu ia melalaikan tugas. Jika Neira adalah kepala sekolah, menegur saja pasti tidak akan cukup. Neira akan memotong gajinya.
Melihat kelakuan Mbak Anggun, membuat Neira membatalkan niatnya untuk membaca buku di perpustakaan. Setelah menulis nama dan bertanda tangan, ia memilih segera keluar. Tapi, tiba-tiba sebuah tangan menghentikan langkahnya.
"Oh iya, laporan yang kita buat sudah dikumpul? Belum, yah? Kalau begitu kita pergi sekarang dan kumpulkan."
"Mbak, saya pergi dulu. Ada urusan sama Neira." Dengan gerakan yang sangat cepat Neira seperti melayang di atas kakinya atas tarikan Atlan yang tiba-tiba membawanya keluar dari perpustakaan.
Kepergian Atlan pun membuat Mbak Anggun meneriaki cowok itu, namun tentu saja Atlan tidak berbalik. Ia telah berhasil melarikan diri dari Mbak Anggun.
Neira yang kebingungan masih mencoba memahami situasi. Jika bukan karena genggaman Atlan di tangannya, mungkin ia tidak akan menyadari meski cowok itu membawanya terjun dari ketinggian lantai tiga.
"Lo apa-apaan, sih." Neira berusaha keras untuk menarik tangannya, dan menghentikan langkah cowok itu.
Merasa sudah cukup jauh dari perpustakaan, Atlan pun berhenti dan melepaskan tangan Neira. "Sorry," ucapnya.
"Gak sopan tau, main tarik-tarik tangan orang," sembur Neira. Keberadaan mereka di tengah-tengah koridor lantai satu berhasil menarik perhatian beberapa siswa-siswi yang kebetulan berkumpul di depan kelas masing-masing.
"Iya, sorry. Gue reflek narik tangan Lo biar bisa kabur dari Mbak Anggun. Dia ngerepotin banget tadi." Atlan berusaha menjelaskan. "Btw, thanks. Udah nolong gue."
Neira mengerutkan keningnya. Jujur sejak tadi ia tidak mengerti dengan maksud ucapan Atlan. Ia pun memilih pergi tanpa repot untuk izin kepada cowok itu. Dan Atlan pun tidak berusaha menahan.
Belum jauh melangkah, Neira berpapasan dengan Aydin. Cowok yang ia ketahui bersahabat baik dengan Atlan itu sempat menatapnya namun tak seberapa lama karena Neira yang mempercepat langkahnya menjauh.
"Wih, Lo jadinya dekat sama Neira sekarang?" tanya Aydin ketika tiba di samping Atlan. Sejak tadi Atlan menatap kepergian Neira hingga menghilang di balik lorong.
"Pantas aja gue tungguin lama banget. Ngapelin cewek ternyata."
Atlan tidak segan-segan menjitak kepala Aydin. "Mulut Lo tiap hari dicuci gak sih? Ngomongnya suka ngaco."
Jitakan Atlan berhasil meninggalkan bekas sakit di jidat Aydin. Bukannya marah, ia justru terus mengorek informasi tentang hubungan sahabatnya dengan siswi tetangga kelas mereka. "Terus Lo tadi ngapain sama Neira. Jangan bilang cuma kebetulan papasan. Sumpah itu alasan klise banget."
"Dia bantuin gue kabur dari Mbak Anggun." Karena memang tidak mau berbohong, Atlan mengatakan sejujurnya.
Mendengar nama Mbak Anggun, Aydin tersenyum jahil. Ia tentu kenal siapa wanita itu. Ia juga tahu kalau Mbak Anggun sudah lama suka mengganggu Atlan. Alasan utama kenapa sahabatnya itu jarang menginjakkan kaki di perpustakaan.
"Diapain lagi Lo sama dia?" tanya Aydin penasaran.
Memberitahu Aydin, sama saja membiarkan dirinya diolok-olok oleh cowok itu. Maka dari itu Atlan memilih diam dan bersumpah tidak akan masuk ke perpustakaan lagi setelah hari itu.
🥀🥀🥀
Fhyfhyt Safitri
16 November 2021Kabar kelulusan Atlan dan Neira sudah sampai di telinga orang tua mereka. Di hari itu juga Haidar langsung merencanakan pesta kecil-kecilan. Namun, karena waktunya mendadak, mereka pun memutuskan untuk mengadakan pesta barbeque.Di halaman belakang kediaman Prayoga kini sudah diatur menjadi area untuk makan malam. Ada meja panjang dengan beberapa kursi juga yang tertata rapi di tengah halaman.Jika tahun lalu mereka selalu merayakan kenaikan kelas Atlan hanya bertiga, kini rumah itu menjadi begitu ramai. Bukan hanya karena kehadiran Neira, Elvina, dan Yasmin, tapi Wawa serta Aydin turut diundang.Jam delapan malam mereka sudah memulai. Atlan dan Aydin lah yang bertugas untuk memanggang daging sedangkan Neira dan Wawa menyiapkan nasi di meja. Lalu untuk para orang tua hanya tinggal menikmati."Ini apinya gak bisa dibesarin lagi apa? Udah ngiler banget gue," kata Aydin tak sabar melihat daging yang sudah matang menyeruakkan bau sedap."Kalo mau hangu
Neira yang awalnya ingin ke dapur terpaksa harus membelokkan langkahnya ketika mendengar suara bel berbunyi. Saat membuka pintu ia terkejut dengan kehadiran dua orang yang berdiri di hadapannya sambil memasang cengiran. Kening Neira mengkerut. "Kalian datang berdua?" "Enggak seperti yang Lo pikir." Wawa langsung mengelak atas apapun yang mungkin Neira pikirkan ketika melihatnya datang bersama Aydin. "Dia yang ngikutin gue." "Kepedean Lo. Gue ke sini buat ketemu Atlan. Nei, Atlan ada, kan?" tanya Aydin kepada Neira. Neira yang masih berusaha mengerti situasi hanya bisa mengangguk. "Ya kenapa Lo mau ketemu Atlan pas banget gue datang ke sini. Kan Lo bisa datang besok atau lusa gitu." "Suka-suka gue, lah. Yang punya rumah juga gak permasalahin gue mau datang kapan." Aydin langsung bergegas masuk ketika melihat Wawa membuka mulutnya. "Gak sopan main nyelonong masuk tanpa izin," teriak Wawa yang berhasil terpancing emosi oleh Aydin.
Mobil Atlan berhenti di depan teras rumah disusul mobil yang membawa Frida dan Elvina selanjutnya.Atlan buru-buru melepas safety belt-nya, lalu keluar dari mobil. Ia berputar menuju pintu bagian penumpang lalu menuntun Neira turun dari kursinya.Frida serta Elvina yang juga sudah turun dari mobil menunggu keduanya di teras dan akan bersama-sama masuk ke dalam rumah. Tapi, belum sempat mereka melewati pintu tiba-tiba terdengar suara teriakan seseorang dari belakang."Berhenti!"Semua orang sontak berbalik lalu terkejut mendapati keberadaan Jelita di sana."Jelita, sedang apa kamu di sini?" tanya Elvina heran.Pikiran Frida penuh akan pertanyaan tentang siapa gadis yang berdiri di depan mereka saat ini, dan pertanyaan itu langsung terjawab ketika Jelita angkat bicara."Kenapa Tante penjarain papa Jelita?" Suara Jelita tinggi sarat akan kemarahan. "Apa belum cukup, dengan kepergian Mama, sampai Tante juga mau pisahin Papa dari aku?"
Elvina mengakhiri pembicaraannya bersama Frida di telepon. Baru saja besannya itu memberikan informasi bahwa Bagaskara sudah ditangkap dan kini berada di kantor polisi.Seketika ia tidak tahu bagaimana perasaannya, antara ingin senang atau sedih.Bagaskara memang sudah dilaporkan atas dua tuduhan. Yaitu sengaja mencelakai Ferdinand serta melakukan penipuan atas pembelian saham perusahaan pria itu.Namun, yang melaporkannya adalah Haidar dan Frida. Sebab, Elvina merasa tidak tega melawan kakak iparnya sendiri di pengadilan nanti.Sekarang ia pun kebingungan mencari cara untuk mengatakan kepada Neira, sebab gadis itu sama sekali tidak tahu rencana pelaporan omnya tersebut.Saat ini Neira sedang menemani Yasmin bermain di ruang keluarga. Dan ia pun terpaksa harus mengganggu aktivitas kedua putrinya.Ketika membuka pintu, Elvina mendapati Yasmin duduk melantai bersama beberapa boneka barbie-nya. Sedangkan Neira berada di sofa sambi
Atlan sudah rapi dengan pakaiannya, kini ia sedang menunggu Neira di ruang tamu. Hari ini mereka akan mendatangi book shop untuk membeli beberapa buku persiapan ujian. Meski mereka di skors dan tidak menerima pelajaran dari sekolah, keduanya tetap bisa belajar dari rumah.Sebenarnya perasaan Neira masih belum membaik setelah kejadian kemarin, tapi Atlan berusaha menghibur gadis itu dengan cara mengajaknya jalan-jalan. Dan, ide brilian Atlan yang tidak mungkin ditolak oleh Neira adalah dengan membeli buku. Sebab, gadis itu selalu menyukai hal yang berhubungan dengan buku.Tak seberapa lama kemudian Neira datang dengan setelah dress selututnya. Hal yang sempat membuat Atlan terdiam beberapa saat karena terkesima. Atlan tidak bisa mengelak bahwa penampilan Neira saat ini sangat cantik."Duh, cantiknya menantu bunda. Mau ke mana, jalan-jalan, yah?" Frida yang datang dari arah taman samping menghampiri keduanya."Kami mau beli buku, Bunda," jawab Neira sedikit
Setelah kepergian Bagas, mereka kembali ke ruang kerja Ferdinand. Tapi, hanya Neira, Elvina, dan Frida karena Haidar sudah pulang lebih dulu untuk pergi menemui kliennya.Sejak tadi Neira sudah menahan rasa penasarannya. Baik Elvina maupun Frida menyadari hal itu tapi tetap berpura-pura tidak tahu. Sampai akhirnya Neira pun menuntut penjelasan, dan keduanya tidak bisa mengelak lagi."Aku ngerasa Mama sama Bunda lagi nutupin sesuatu." Neira memandang Elvina dan Frida secara bergantian. Di mana kedua wanita itu pergi ke tempat berbeda. Jika Frida kembali ke sofa untuk duduk, Elvina sendiri menghampiri meja kerja Ferdinand untuk melakukan panggilan kepada Nimas."Apa yang kalian sembunyiin? Dan kenapa aku gak dikasih tau?" tanyanya."Neira, duduk sini. Kamu gak capek berdiri terus?" panggil Frida. Ia mengambil salah satu cangkir kopi susu yang tadi dibawa OB. Meski sudah tidak sehangat tadi, ia tetap meminumnya.Neira menurut tanpa banya