Share

KISAH DI PENGHUJUNG SMA
KISAH DI PENGHUJUNG SMA
Penulis: fhyfhyts_

PROLOG

Seorang gadis yang masih berseragam SMA lengkap dengan tas menggantung di punggung, berlarian menyusuri lorong sebuah rumah sakit. Tempat itu sudah rutin ia datangi selama tiga hari terakhir ketika pulang sekolah. Namun, kali ini kedatangannya begitu terburu-buru terlihat bagaimana ia tidak sempat untuk sekedar berganti pakaian.

Dengan napas terengah gadis itu berhasil tiba di depan sebuah ruang rawat bertuliskan VIP kelas satu. Sebelum masuk, ia harus menyingkirkan gurat khawatir juga menghapus bercak air mata yang sempat lolos membasahi pipinya ketika dalam perjalanan menuju ke sana.

Setelah menghirup napas beberapa kali dan kembali memasang topeng baik-baik saja, tangannya terulur untuk menarik handle pintu.

Ketika pintu berhasil terbuka setengah, di depannya kini berdiri dua orang berbeda gender. Sang pria adalah dokter di rumah sakit itu, dan yang wanita tidak lain adalah mamanya sendiri. Terlihat keduanya sedang bicara sehingga tidak menyadari kehadiran gadis itu di sana.

"Ibu harus lebih banyak berdoa kepada Allah."

"Serahkan semua ini kepada Sang Pencipta."

"Sesungguhnya, hidup dan mati hanya milik-Nya."

"Tidak ada salahnya mengharapkan sebuah keajaiban."

Begitulah petuah sang dokter yang disampaikan kepada wanita yang berdiri di hadapannya.

Masih dari tempatnya berdiri, gadis itu melihat seseorang sedang terbaring tidak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit dengan berbagai alat medis menempel di tubuhnya.

Pria yang tidak lain adalah papanya memang sudah tidak pernah sadarkan diri selain tiga hari yang lalu ketika pertama kali dibawa ke rumah sakit usai mengalami kecelakaan. Kondisi luka yang parah membuat dokter tidak bisa memastikan kapan pasiennya akan sadar. Terlebih, tadi papanya sudah mengalami kejang. Alasan utama mengapa ia rela meninggalkan pelajaran sekolah meski belum waktunya pulang.

Hal yang sempat membuat mama serta dirinya panik luar biasa kembali terjadi. Papanya kembali mengalami kejang dan dokter bergerak untuk memberi pertolongan. Dengan keahlian seorang dokter, akhirnya kejang yang dialami papanya berakhir bersamaan dengan mata pria itu yang perlahan terbuka.

Gadis itu sekuat tenaga menahan diri untuk tidak segera berlari memeluk papanya yang sudah sadarkan diri. Selain karena dokter masih melakukan pemeriksaan, ia juga tidak mau menemui sang papa dalam kondisi menangis. Berbeda dengan mamanya yang memiliki pengendalian diri menutupi kesedihan cukup baik, ia justru sangat payah dalam hal itu.

Meski di hadapan dokter, mamanya bisa menangis tersedu-sedu, ketika berhadapan dengan papanya tidak ada ekspresi selain kebahagiaan seakan semua baik-baik saja. Wanita itu bahkan bisa dengan mudah tersenyum cerah ketika meraih tangan suaminya yang terpasang selang infus.

"M-ma."

Air mata gadis itu kembali jatuh mendengar suara papanya setelah tiga hari tak sadarkan diri. Ada harapan terselip bahwa sebentar lagi papanya akan sembuh.

"M-ma."

"Iya, Pa. Mama di sini."

Meski dalam kondisi lemah, tetapi pria itu masih bisa menyunggingkan senyum walau sangat tipis hampir tidak terlihat.

"Ha-Haidar. Tem-temui d-dia."

"Pe-nga-ca-ra, su-rat wa-si-at."

"Se-lam-atkan pe-ru-sa-haan kit-ta."

Senyum nyaris tidak terlihat itu kembali terukir bersamaan dengan matanya yang perlahan tertutup. Tangan dalam genggaman mamanya juga terkulai hingga jatuh di sisi tubuhnya.

Dokter kembali memeriksa kondisi pria itu. Berbagai cara dilakukannya termasuk mencoba untuk membantu mengontrol ritme jantung pasien dengan defribrilator. Tiga kali percobaan tetap tidak ada perubahan. Bersamaan dengan monitor yang menampilkan garis lurus, dokter menyatakan bahwa pria itu sudah tiada.

"Maaf, nyawa Pak Ferdinand tidak tertolong."

Mendengar keputusan terakhir sang dokter, saat itulah gadis yang sejak tadi hanya bisa memperhatikan segalanya dari depan pintu berjalan mendekat. Ia menghampiri mamanya yang terdiam memperhatikan dokter dan perawat yang baru masuk tengah melepaskan segala alat medis yang menempel di tubuh pria itu.

"Ma," panggilnya.

Wanita itu menoleh dan tersenyum penuh kesedihan kepada sang anak. "Papa sudah tiada."

"Papa meninggalkan kita."

"Papa." Saat itulah air mata yang sudah dipendam mamanya beberapa hari kemarin mulai tumpah. Tubuhnya hampir jatuh jika saja gadis itu tidak segera memeluk mamanya.

Gadis itu mengusap punggung mamanya tanpa kata-kata. Membiarkan wanita itu untuk menumpahkan segala kesedihan. Mereka memang sama-sama kehilangan, namun tidak ada luka paling dalam selain luka mamanya. Wanita yang selalu berusaha terlihat tegar kini menjadi begitu rapuh.

Dokter dan perawat sudah keluar dari ruangan itu setelah menutup jasad papanya dengan kain putih. Gadis itu terlebih dahulu mendudukkan mamanya di kursi sebelum menghampiri ranjang di mana papanya terbaring.

Untuk beberapa saat ia menyesali dirinya yang tidak berada di samping papanya, tidak menggenggam tangan pria itu di detik-detik terakhir hembusan napasnya.

Dengan perlahan ia menarik kain putih yang menutup seluruh tubuh papanya. Air matanya ikut luruh meski tanpa isakan. Ia mendekat, memberi kecupan terakhir di dahi pria hebat selama hidupnya sambil membisikkan kata-kata yang selalu ingin ia katakan namun sekarang sudah terlambat.

"Aku sayang Papa."

🥀🥀🥀

Fhyfhyt Safitri

10 November 2021

Komen (1)
goodnovel comment avatar
fhyfhyts_
Happy reading friends. Terima kasih sudah menemukan cerita ini...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status