Share

BAB >< 001

Bel panjang penanda jam istirahat telah berakhir membawa langkah seorang gadis yang baru saja keluar dari ruang guru, kini berjalan menyusuri koridor lantai dua untuk kembali ke kelasnya.

Gadis itu mengambil arah sebelah kanan untuk menaiki tangga menuju lantai tiga di mana kelas dua belas berada. Ketika sampai di anak tangga terakhir langkahnya terhenti setelah hampir bertabrakan dengan seseorang yang tiba-tiba melintas di depannya.

Orang itu yang ternyata adalah seorang siswa tidak berhenti sama sekali, justru terus berjalan ke sisi kanan di mana jalanan itu mengarah ke gudang dan rooftop.

Mengabaikan tentang rasa penasarannya mengenai siapa siswa itu dan mau ke mana perginya, ia pun berbelok ke arah berlawanan menuju kelas dua belas IPA 3.

Pintu kelas itu tertutup serupa dengan kelas lain. Tetapi ia tahu bahwa tidak ada aktivitas belajar mengajar di dalam sana. Karena tujuan ia dipanggil oleh wali kelasnya adalah untuk menyampaikan informasi rapat dadakan guru yang akan dilaksanakan setelah istirahat. Yang mungkin sekarang sedang berlangsung.

Di depan pintu bisa terdengar suara ribut dari dalam. Kebiasaan teman-temannya atau mungkin memang tradisi anak sekolah ketika tidak ada guru di dalam kelas.

Suara handle pintu yang ditarik turun mungkin disadari oleh mereka, sehingga suara percakapan orang-orang tidak lagi terdengar namun berganti dengan decitan sepatu dan kursi.

Ketika gadis itu menampakkan diri di balik pintu, suara teriakan teman satu kelasnya terdengar. Rata-rata menyorakkan kelegaan karena yang datang adalah wakil ketua kelas mereka, bukan guru mata pelajaran Biologi.

"Ya ampun, Nei. Lo hampir bikin jantung kita semua copot tau gak." Seseorang dari meja urutan kedua di ujung kiri berteriak.

Gadis itu melangkah masuk dan berdiri di depan kelas menghadap teman-temannya yang sudah kembali sibuk dengan urusan masing-masing.

"Tolong perhatiannya sebentar." Gadis itu mulai bersuara, berusaha menarik perhatian teman-temannya.

"Ibu Rika tidak akan masuk karena guru-guru sedang mengadakan rapat. Kelas akan kosong sampai jam pulang sekolah."

"Yes." Seruan itu berasal dari orang yang sebelumnya berteriak. Seolah kabar rapatnya guru seperti mendapat libur sekolah.

"Tapi, Bu Rika menitipkan tugas. Dan harus dikumpul ketika jam pulang sekolah," lanjut gadis itu.

Seruan kegirangan kini berganti kekecewaan. Baru saja mereka merasa merdeka karena tidak belajar biologi, namun ternyata Bu Rika meninggalkan tugas.

"Tugasnya di halaman dua puluh. Essai nomor satu sampai lima. Jika ada yang tidak dimengerti bisa langkahi."

Merasa bahwa tidak ada lagi yang perlu disampaikan, gadis itu pun kembali ke kursinya di barisan kedua dari depan sisi paling kiri.

"Emang gak mau makan gaji buta yah itu guru, rapat aja masih ngasih tugas. Gak nanggung-nanggung lagi panjangnya." Kedatangannya disambut celotehan oleh siswi yang tadi berteriak paling keras sekaligus sebagai partner mejanya.

"Kenapa sih, Nei. Gak nolak pas dikasih tugas itu."

"Dari pada protes, mending dikerjain aja, Wa." Gadis itu mulai membuka buku paket dan buku latihan biologinya. Mencari halaman sesuai tugas yang diberikan oleh Bu Rika sebagai guru biologi sekaligus wali kelas dua belas IPA 3.

"Lo mah enak, Nei. Biologi makanan sehari-hari, sih. Gak perlu dikasih makan nasi juga Lo kenyang karna ngerjain tugas," balas siswi itu.

Gadis yang disapa dengan nama Nei, atau Aneira Zahna Nalani hanya geleng-geleng kepala mendengar ucapan sahabatnya itu. Jalwa Husna Humaira, atau lebih terkenal dengan nama Wawa.

Melihat tidak ada tanggapan dari sang sahabat, Wawa kembali bersuara. Sengaja merecoki Neira agar gadis itu tidak perlu mengerjakan tugasnya. "Kantin yuk, Nei. Laper. Gara-gara nungguin Lo nih gue gak jadi ke kantin. Lagian lama banget deh di ruang guru, kirain Lo ikutan rapat."

Lirikan tajam Neira membuat gadis berkuncir itu menyengir. "Iya enggak, deh. Lo kerjain aja tugasnya biar bisa gue contek."

Kali ini Neira melepas pulpel yang sejak tadi terselip di jari-jarinya. "Wa, udah kelas dua belas loh kita ini. Mau sampai kapan nyontek tugas terus."

Ditanya begitu Wawa menjawab dengan enteng. "Sampai lulus, lah."

Mata Neira melebar kaget. Jawaban tidak terduga Wawa berhasil membuat kepalanya pening. Daripada ia harus meladeni Wawa yang minta ditemani ke kantin, Neira lebih memilih mengerjakan tugasnya yang sudah terjawab dua soal.

Padahal tugas yang diberikan Bu Rika sangat mudah. Semua jawabannya tersedia di buku paket. Lantas mengapa Wawa masih mengandalkan contekan.

Mungkin karena Neira berpikir dari sudut pandangnya sebagai siswi peraih juara tiga umum sejurusan IPA. Beda cerita jika melihat dari posisi Wawa yang bisa naik kelas saja sudah bersyukur.

Merasa tidak ada harapan untuk menyontek tugas Neira, Wawa pun berusaha mengerjakannya sendiri. Ia mulai membaca soal dan mencari jawabannya di buku paket. Ia mengulang kegiatan itu hingga ke soal kelima tetapi tidak satupun terjawab.

"Nei, Lo bilang kalau ada yang gak dimengerti bisa dilangkahi, kan?" tanya Wawa setelah beberapa menit membiarkan Neira mengerjakan tugasnya dengan tenang.

"Iya, langkahi aja, nanti pertemuan berikutnya dibahas sama-sama," jawab Neira tanpa mengalihkan pandangan dari buku.

Senyum merekah terpancar dari wajah Wawa. Ia menutup buku-bukunya meski belum satu soal pun yang dikerjakannya. "Kalau gitu gue gak perlu kerjain, kan gue gak ngerti semuanya."

Neira tidak lagi berusaha menegur. Ia membiarkan Wawa melakukan apapun yang diinginkan gadis itu. Termasuk tidak mengerjakan tugas dan berujung ia akan dihukum.

"Masalah udah beres, saatnya ke kantin," seru Wawa.

Neira bahkan tidak berusaha menahan, karena ia tahu hal itu berujung percuma. Seorang Jalwa Husna Humaira adalah gadis terkeras kepala yang pernah ia kenal, tetapi entah kenapa betah bersahabat dengannya dari kelas sepuluh.

"Kalau ditanya guru, bilang aja lagi ke toilet. Yah, Cantik." Wawa menoel dagu Neira yang membuat sahabatnya itu bergidik.

Meski sudah meminta izin kepada Neira selaku wakil ketua kelas, Wawa tetap harus meminta izin kepada ketua kelas. Hal itulah yang membawanya berjalan menuju barisan kursi cowok di sebelah kanan. 

Gadis itu berdiri di depan meja Maher---cowok blasteran arab---sebagai ketua kelas dua belas IPA 3.

"Her, gue izin yah. Kalau ditanya guru bilang aja ke toilet," katanya kepada cowok tinggi beralis tebal yang tidak mau repot-repot melihatnya.

"Hum." Respon Maher sungguh membuat Wawa ingin menceramahi cowok itu. 

Andai saja ia tidak buru-buru ingin ke kantin, dengan senang hati Wawa melakukannya. Tapi, tidak hari ini. Mungkin besok kalau Maher masih bersikap cuek seperti sekarang.

Setelah melempar delikan tajam ke arah cowok itu, Wawa berjalan menuju pintu. Ia berhenti di depan kelas untuk menolak ajakan beberapa temannya yang ingin ikut. Karena mereka tentu tahu jika Wawa akan melarikan diri ke kantin bukan ke toilet. Tetapi Wawa tidak mau berbaik hati mengajak mereka turut serta. Jika mau ke kantin harus minta izin sendiri.

Ketika tiba di depan pintu dan tangannya sudah terulur untuk menarik handle-nya, Wawa menoleh ke arah Neira yang masih sibuk bergelut dengan buku tugas.

Gadis itu berteriak dengan suara khasnya yang cempreng. "Nei, mau nitip batagor atau pentol gak Lo? Kali aja lapar."

Lagi-lagi beberapa temannya yang menjawab. Mereka ingin menitipkan makanan dan minuman kepada Wawa, namun gadis itu menolak. Ia ke kantin untuk makan, bukan menjadi kurir yang memesan dan mengantarkan makanan kepada pelanggan.

Karena kebaikan hatinya yang ingin membelikan makanan ditolak oleh Neira, akhirnya Wawa pun meninggalkan kelas menuju kantin.

Sepeninggal Wawa, Neira sudah menyelesaikan empat jawaban dari lima keseluruhan tugasnya kurang dari tiga puluh menit. Ia pun beristirahat sebentar untuk mengaliri tenggorokannya dengan air agar tidak seret. Sekaligus merenggangkan otot jarinya agar tidak pegal.

Menulis selalu menjadi favoritnya, meski hal itu melelahkan tapi hasilnya membuat Neira bisa mempunyai tulisan yang sangat rapi. Sehingga ketika membaca tulisannya, orang-orang tidak akan bosan. Tidak jarang Neira juga diminta guru untuk menulis di papan tulis.

Setelah menenggak sekali lagi air di dalam botol yang dibawanya dari rumah, Neira berniat kembali menulis. Tetapi tiba-tiba perutnya berbunyi. Seketika ia menyesal telah menolak tawaran Wawa yang ingin mentraktirnya.

🥀🥀🥀

Fhyfhyt Safitri

10 November 2021

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status