Bel panjang penanda jam istirahat telah berakhir membawa langkah seorang gadis yang baru saja keluar dari ruang guru, kini berjalan menyusuri koridor lantai dua untuk kembali ke kelasnya.
Gadis itu mengambil arah sebelah kanan untuk menaiki tangga menuju lantai tiga di mana kelas dua belas berada. Ketika sampai di anak tangga terakhir langkahnya terhenti setelah hampir bertabrakan dengan seseorang yang tiba-tiba melintas di depannya.
Orang itu yang ternyata adalah seorang siswa tidak berhenti sama sekali, justru terus berjalan ke sisi kanan di mana jalanan itu mengarah ke gudang dan rooftop.
Mengabaikan tentang rasa penasarannya mengenai siapa siswa itu dan mau ke mana perginya, ia pun berbelok ke arah berlawanan menuju kelas dua belas IPA 3.
Pintu kelas itu tertutup serupa dengan kelas lain. Tetapi ia tahu bahwa tidak ada aktivitas belajar mengajar di dalam sana. Karena tujuan ia dipanggil oleh wali kelasnya adalah untuk menyampaikan informasi rapat dadakan guru yang akan dilaksanakan setelah istirahat. Yang mungkin sekarang sedang berlangsung.
Di depan pintu bisa terdengar suara ribut dari dalam. Kebiasaan teman-temannya atau mungkin memang tradisi anak sekolah ketika tidak ada guru di dalam kelas.
Suara handle pintu yang ditarik turun mungkin disadari oleh mereka, sehingga suara percakapan orang-orang tidak lagi terdengar namun berganti dengan decitan sepatu dan kursi.
Ketika gadis itu menampakkan diri di balik pintu, suara teriakan teman satu kelasnya terdengar. Rata-rata menyorakkan kelegaan karena yang datang adalah wakil ketua kelas mereka, bukan guru mata pelajaran Biologi.
"Ya ampun, Nei. Lo hampir bikin jantung kita semua copot tau gak." Seseorang dari meja urutan kedua di ujung kiri berteriak.
Gadis itu melangkah masuk dan berdiri di depan kelas menghadap teman-temannya yang sudah kembali sibuk dengan urusan masing-masing.
"Tolong perhatiannya sebentar." Gadis itu mulai bersuara, berusaha menarik perhatian teman-temannya.
"Ibu Rika tidak akan masuk karena guru-guru sedang mengadakan rapat. Kelas akan kosong sampai jam pulang sekolah."
"Yes." Seruan itu berasal dari orang yang sebelumnya berteriak. Seolah kabar rapatnya guru seperti mendapat libur sekolah.
"Tapi, Bu Rika menitipkan tugas. Dan harus dikumpul ketika jam pulang sekolah," lanjut gadis itu.
Seruan kegirangan kini berganti kekecewaan. Baru saja mereka merasa merdeka karena tidak belajar biologi, namun ternyata Bu Rika meninggalkan tugas.
"Tugasnya di halaman dua puluh. Essai nomor satu sampai lima. Jika ada yang tidak dimengerti bisa langkahi."
Merasa bahwa tidak ada lagi yang perlu disampaikan, gadis itu pun kembali ke kursinya di barisan kedua dari depan sisi paling kiri.
"Emang gak mau makan gaji buta yah itu guru, rapat aja masih ngasih tugas. Gak nanggung-nanggung lagi panjangnya." Kedatangannya disambut celotehan oleh siswi yang tadi berteriak paling keras sekaligus sebagai partner mejanya.
"Kenapa sih, Nei. Gak nolak pas dikasih tugas itu."
"Dari pada protes, mending dikerjain aja, Wa." Gadis itu mulai membuka buku paket dan buku latihan biologinya. Mencari halaman sesuai tugas yang diberikan oleh Bu Rika sebagai guru biologi sekaligus wali kelas dua belas IPA 3.
"Lo mah enak, Nei. Biologi makanan sehari-hari, sih. Gak perlu dikasih makan nasi juga Lo kenyang karna ngerjain tugas," balas siswi itu.
Gadis yang disapa dengan nama Nei, atau Aneira Zahna Nalani hanya geleng-geleng kepala mendengar ucapan sahabatnya itu. Jalwa Husna Humaira, atau lebih terkenal dengan nama Wawa.
Melihat tidak ada tanggapan dari sang sahabat, Wawa kembali bersuara. Sengaja merecoki Neira agar gadis itu tidak perlu mengerjakan tugasnya. "Kantin yuk, Nei. Laper. Gara-gara nungguin Lo nih gue gak jadi ke kantin. Lagian lama banget deh di ruang guru, kirain Lo ikutan rapat."
Lirikan tajam Neira membuat gadis berkuncir itu menyengir. "Iya enggak, deh. Lo kerjain aja tugasnya biar bisa gue contek."
Kali ini Neira melepas pulpel yang sejak tadi terselip di jari-jarinya. "Wa, udah kelas dua belas loh kita ini. Mau sampai kapan nyontek tugas terus."
Ditanya begitu Wawa menjawab dengan enteng. "Sampai lulus, lah."
Mata Neira melebar kaget. Jawaban tidak terduga Wawa berhasil membuat kepalanya pening. Daripada ia harus meladeni Wawa yang minta ditemani ke kantin, Neira lebih memilih mengerjakan tugasnya yang sudah terjawab dua soal.
Padahal tugas yang diberikan Bu Rika sangat mudah. Semua jawabannya tersedia di buku paket. Lantas mengapa Wawa masih mengandalkan contekan.
Mungkin karena Neira berpikir dari sudut pandangnya sebagai siswi peraih juara tiga umum sejurusan IPA. Beda cerita jika melihat dari posisi Wawa yang bisa naik kelas saja sudah bersyukur.
Merasa tidak ada harapan untuk menyontek tugas Neira, Wawa pun berusaha mengerjakannya sendiri. Ia mulai membaca soal dan mencari jawabannya di buku paket. Ia mengulang kegiatan itu hingga ke soal kelima tetapi tidak satupun terjawab.
"Nei, Lo bilang kalau ada yang gak dimengerti bisa dilangkahi, kan?" tanya Wawa setelah beberapa menit membiarkan Neira mengerjakan tugasnya dengan tenang.
"Iya, langkahi aja, nanti pertemuan berikutnya dibahas sama-sama," jawab Neira tanpa mengalihkan pandangan dari buku.
Senyum merekah terpancar dari wajah Wawa. Ia menutup buku-bukunya meski belum satu soal pun yang dikerjakannya. "Kalau gitu gue gak perlu kerjain, kan gue gak ngerti semuanya."
Neira tidak lagi berusaha menegur. Ia membiarkan Wawa melakukan apapun yang diinginkan gadis itu. Termasuk tidak mengerjakan tugas dan berujung ia akan dihukum.
"Masalah udah beres, saatnya ke kantin," seru Wawa.
Neira bahkan tidak berusaha menahan, karena ia tahu hal itu berujung percuma. Seorang Jalwa Husna Humaira adalah gadis terkeras kepala yang pernah ia kenal, tetapi entah kenapa betah bersahabat dengannya dari kelas sepuluh.
"Kalau ditanya guru, bilang aja lagi ke toilet. Yah, Cantik." Wawa menoel dagu Neira yang membuat sahabatnya itu bergidik.
Meski sudah meminta izin kepada Neira selaku wakil ketua kelas, Wawa tetap harus meminta izin kepada ketua kelas. Hal itulah yang membawanya berjalan menuju barisan kursi cowok di sebelah kanan.
Gadis itu berdiri di depan meja Maher---cowok blasteran arab---sebagai ketua kelas dua belas IPA 3.
"Her, gue izin yah. Kalau ditanya guru bilang aja ke toilet," katanya kepada cowok tinggi beralis tebal yang tidak mau repot-repot melihatnya.
"Hum." Respon Maher sungguh membuat Wawa ingin menceramahi cowok itu.
Andai saja ia tidak buru-buru ingin ke kantin, dengan senang hati Wawa melakukannya. Tapi, tidak hari ini. Mungkin besok kalau Maher masih bersikap cuek seperti sekarang.
Setelah melempar delikan tajam ke arah cowok itu, Wawa berjalan menuju pintu. Ia berhenti di depan kelas untuk menolak ajakan beberapa temannya yang ingin ikut. Karena mereka tentu tahu jika Wawa akan melarikan diri ke kantin bukan ke toilet. Tetapi Wawa tidak mau berbaik hati mengajak mereka turut serta. Jika mau ke kantin harus minta izin sendiri.
Ketika tiba di depan pintu dan tangannya sudah terulur untuk menarik handle-nya, Wawa menoleh ke arah Neira yang masih sibuk bergelut dengan buku tugas.
Gadis itu berteriak dengan suara khasnya yang cempreng. "Nei, mau nitip batagor atau pentol gak Lo? Kali aja lapar."
Lagi-lagi beberapa temannya yang menjawab. Mereka ingin menitipkan makanan dan minuman kepada Wawa, namun gadis itu menolak. Ia ke kantin untuk makan, bukan menjadi kurir yang memesan dan mengantarkan makanan kepada pelanggan.
Karena kebaikan hatinya yang ingin membelikan makanan ditolak oleh Neira, akhirnya Wawa pun meninggalkan kelas menuju kantin.
Sepeninggal Wawa, Neira sudah menyelesaikan empat jawaban dari lima keseluruhan tugasnya kurang dari tiga puluh menit. Ia pun beristirahat sebentar untuk mengaliri tenggorokannya dengan air agar tidak seret. Sekaligus merenggangkan otot jarinya agar tidak pegal.
Menulis selalu menjadi favoritnya, meski hal itu melelahkan tapi hasilnya membuat Neira bisa mempunyai tulisan yang sangat rapi. Sehingga ketika membaca tulisannya, orang-orang tidak akan bosan. Tidak jarang Neira juga diminta guru untuk menulis di papan tulis.
Setelah menenggak sekali lagi air di dalam botol yang dibawanya dari rumah, Neira berniat kembali menulis. Tetapi tiba-tiba perutnya berbunyi. Seketika ia menyesal telah menolak tawaran Wawa yang ingin mentraktirnya.
🥀🥀🥀
Fhyfhyt Safitri
10 November 2021Kabar kelulusan Atlan dan Neira sudah sampai di telinga orang tua mereka. Di hari itu juga Haidar langsung merencanakan pesta kecil-kecilan. Namun, karena waktunya mendadak, mereka pun memutuskan untuk mengadakan pesta barbeque.Di halaman belakang kediaman Prayoga kini sudah diatur menjadi area untuk makan malam. Ada meja panjang dengan beberapa kursi juga yang tertata rapi di tengah halaman.Jika tahun lalu mereka selalu merayakan kenaikan kelas Atlan hanya bertiga, kini rumah itu menjadi begitu ramai. Bukan hanya karena kehadiran Neira, Elvina, dan Yasmin, tapi Wawa serta Aydin turut diundang.Jam delapan malam mereka sudah memulai. Atlan dan Aydin lah yang bertugas untuk memanggang daging sedangkan Neira dan Wawa menyiapkan nasi di meja. Lalu untuk para orang tua hanya tinggal menikmati."Ini apinya gak bisa dibesarin lagi apa? Udah ngiler banget gue," kata Aydin tak sabar melihat daging yang sudah matang menyeruakkan bau sedap."Kalo mau hangu
Neira yang awalnya ingin ke dapur terpaksa harus membelokkan langkahnya ketika mendengar suara bel berbunyi. Saat membuka pintu ia terkejut dengan kehadiran dua orang yang berdiri di hadapannya sambil memasang cengiran. Kening Neira mengkerut. "Kalian datang berdua?" "Enggak seperti yang Lo pikir." Wawa langsung mengelak atas apapun yang mungkin Neira pikirkan ketika melihatnya datang bersama Aydin. "Dia yang ngikutin gue." "Kepedean Lo. Gue ke sini buat ketemu Atlan. Nei, Atlan ada, kan?" tanya Aydin kepada Neira. Neira yang masih berusaha mengerti situasi hanya bisa mengangguk. "Ya kenapa Lo mau ketemu Atlan pas banget gue datang ke sini. Kan Lo bisa datang besok atau lusa gitu." "Suka-suka gue, lah. Yang punya rumah juga gak permasalahin gue mau datang kapan." Aydin langsung bergegas masuk ketika melihat Wawa membuka mulutnya. "Gak sopan main nyelonong masuk tanpa izin," teriak Wawa yang berhasil terpancing emosi oleh Aydin.
Mobil Atlan berhenti di depan teras rumah disusul mobil yang membawa Frida dan Elvina selanjutnya.Atlan buru-buru melepas safety belt-nya, lalu keluar dari mobil. Ia berputar menuju pintu bagian penumpang lalu menuntun Neira turun dari kursinya.Frida serta Elvina yang juga sudah turun dari mobil menunggu keduanya di teras dan akan bersama-sama masuk ke dalam rumah. Tapi, belum sempat mereka melewati pintu tiba-tiba terdengar suara teriakan seseorang dari belakang."Berhenti!"Semua orang sontak berbalik lalu terkejut mendapati keberadaan Jelita di sana."Jelita, sedang apa kamu di sini?" tanya Elvina heran.Pikiran Frida penuh akan pertanyaan tentang siapa gadis yang berdiri di depan mereka saat ini, dan pertanyaan itu langsung terjawab ketika Jelita angkat bicara."Kenapa Tante penjarain papa Jelita?" Suara Jelita tinggi sarat akan kemarahan. "Apa belum cukup, dengan kepergian Mama, sampai Tante juga mau pisahin Papa dari aku?"
Elvina mengakhiri pembicaraannya bersama Frida di telepon. Baru saja besannya itu memberikan informasi bahwa Bagaskara sudah ditangkap dan kini berada di kantor polisi.Seketika ia tidak tahu bagaimana perasaannya, antara ingin senang atau sedih.Bagaskara memang sudah dilaporkan atas dua tuduhan. Yaitu sengaja mencelakai Ferdinand serta melakukan penipuan atas pembelian saham perusahaan pria itu.Namun, yang melaporkannya adalah Haidar dan Frida. Sebab, Elvina merasa tidak tega melawan kakak iparnya sendiri di pengadilan nanti.Sekarang ia pun kebingungan mencari cara untuk mengatakan kepada Neira, sebab gadis itu sama sekali tidak tahu rencana pelaporan omnya tersebut.Saat ini Neira sedang menemani Yasmin bermain di ruang keluarga. Dan ia pun terpaksa harus mengganggu aktivitas kedua putrinya.Ketika membuka pintu, Elvina mendapati Yasmin duduk melantai bersama beberapa boneka barbie-nya. Sedangkan Neira berada di sofa sambi
Atlan sudah rapi dengan pakaiannya, kini ia sedang menunggu Neira di ruang tamu. Hari ini mereka akan mendatangi book shop untuk membeli beberapa buku persiapan ujian. Meski mereka di skors dan tidak menerima pelajaran dari sekolah, keduanya tetap bisa belajar dari rumah.Sebenarnya perasaan Neira masih belum membaik setelah kejadian kemarin, tapi Atlan berusaha menghibur gadis itu dengan cara mengajaknya jalan-jalan. Dan, ide brilian Atlan yang tidak mungkin ditolak oleh Neira adalah dengan membeli buku. Sebab, gadis itu selalu menyukai hal yang berhubungan dengan buku.Tak seberapa lama kemudian Neira datang dengan setelah dress selututnya. Hal yang sempat membuat Atlan terdiam beberapa saat karena terkesima. Atlan tidak bisa mengelak bahwa penampilan Neira saat ini sangat cantik."Duh, cantiknya menantu bunda. Mau ke mana, jalan-jalan, yah?" Frida yang datang dari arah taman samping menghampiri keduanya."Kami mau beli buku, Bunda," jawab Neira sedikit
Setelah kepergian Bagas, mereka kembali ke ruang kerja Ferdinand. Tapi, hanya Neira, Elvina, dan Frida karena Haidar sudah pulang lebih dulu untuk pergi menemui kliennya.Sejak tadi Neira sudah menahan rasa penasarannya. Baik Elvina maupun Frida menyadari hal itu tapi tetap berpura-pura tidak tahu. Sampai akhirnya Neira pun menuntut penjelasan, dan keduanya tidak bisa mengelak lagi."Aku ngerasa Mama sama Bunda lagi nutupin sesuatu." Neira memandang Elvina dan Frida secara bergantian. Di mana kedua wanita itu pergi ke tempat berbeda. Jika Frida kembali ke sofa untuk duduk, Elvina sendiri menghampiri meja kerja Ferdinand untuk melakukan panggilan kepada Nimas."Apa yang kalian sembunyiin? Dan kenapa aku gak dikasih tau?" tanyanya."Neira, duduk sini. Kamu gak capek berdiri terus?" panggil Frida. Ia mengambil salah satu cangkir kopi susu yang tadi dibawa OB. Meski sudah tidak sehangat tadi, ia tetap meminumnya.Neira menurut tanpa banya