Share

Bab 5

Author: Glory
last update Last Updated: 2023-07-29 20:00:58

Saking terkejutnya, Herbert lantas duduk dan terus mencecar pertanyaan. “Apakah ada orang yang pernah datang ke rumah kita? Katakan padaku, Riley!” Herbert menghunuskan tatapan tajamnya ke arah bola mata Riley.

“Kita tinggal di tengah hutan yang tidak pernah terjamah oleh orang luar. Tidak ada orang yang tahu keberadaan kita. Aku tidak mengerti, Kak, kenapa sampai sekarang kau masih menahan kami. Janjimu kepada Kak Avraam kita akan kembali ke desa ketika Brockley sudah berumur delapan tahun seandainya mereka kalah perang. Jika mereka menang perang, tidak perlu kita berlama-lama mengasingkan diri. Tujuan kita mengasingkan diri supaya kita dan Brockley tetap aman. Sebagian penduduk desa yang mengasingkan pun sama seperti kita. Seandainya mereka menang perang, untuk apa berlama-lama tinggal di hutan ini?” Riley menumpahkan semua kekesalannya setelah hampir dua puluh tahun mengasingkan diri.

Padahal, bukan jawaban itu yang diharapkan oleh Herbert. Sebenarnya Herbert hanya ingin tahu siapa lelaki yang dicintai oleh Riley sementara hanya ada tiga orang di dalam rumah. Dia pikir, tidak mungkin anak dan keponakannya. Dan jika lelaki itu dia sendiri, kenapa Riley membalas omongannya dengan cara membentak?

Herbert kembali mengulangi pertanyaannya. “Seseorang yang pernah kau kenal sekitar dua puluh tahun lalu?”

Tidak lama Riley berpikir. “Ya, aku sudah mengenalnya hampir dua puluh tahun yang lalu.”

Herbert terkenang dengan sekumpulan lelaki yang dekat dengan Riley sewaktu di desa. Bisa jadi teman belajar di perguruan. Atau seorang pedagang di pasar. Gurunya? Tetangganya?

Tidak bisa terus-terusan Herbert menerka-nerka. “Katakan siapa lelaki yang kau cintai!” desak Herbert.

Makin tak nyaman, Riley pun tak mengindahkan omongan Herbert terakhir itu. Dia melenggang meninggalkan rumah, hanya kalimat permisi yang terucap. “Sore kami akan pulang.” Riley segera menghampiri Brockley dan Lothar.

Meskipun belakangan ini Riley memberikan perhatian besar, bukan berarti dia lantas berharap sesuatu dari Herbert. Baginya, Herbert seperti kakaknya sendiri, layaknya Avraam maupun Megan.

Namun, tidak menurut Herbert. Dia beranggapan bahwa sikap baik Riley selama ini seperti sebuah tanda, terlebih lagi selepas Yara meninggal dunia, Riley baginya bak seorang kekasih.

Tidak kehabisan cara, akhirnya suatu ketika, begitu tubuhnya agak sehat, Herbert menyuruh Brockley dan Lothar untuk pergi ke pasar. Baru kali ini dia memperbolehkan yang lain pergi jauh.

“Sudah lama kita tidak berbelanja. Gandum dan rempah-rempah kita sudah menipis. Kalian berdua juga beli daging dan buah-buahan yang banyak untuk persediaan. Pergilah!” Herbert memberikan mereka dua keping emas dan tiga puluh keping perak.

Karena untuk kali pertama keluar hutan, Brockley dan Lothar melonjak kegirangan. Mereka berdua senang nian rasanya bisa menikmati suasana luar. Parahnya, dua lelaki itu bahkan tidak pernah bertemu orang asing sekali pun.

Ketika mereka berjalan kaki menyusuri hutan sekitar lima belas menit, Lothar tiba-tiba dikejutkan sesuatu. “Adik, kita tidak bawa senjata apa pun. Bagaimana kalau kita bertemu penjahat nantinya?”

Brockley tersentak. “Benar juga Kak. Kita harus bawa senjata biar tetap aman. Baiklah, Kakak tunggu di sini, biar aku saja yang pulang sebentar.” Brockley membalik badannya lalu setengah berlari.

Begitu hampir mendekati rumah kayu itu, tiba-tiba Brockley mendengar jeritan Riley dari dalam rumah. Tidak lama berselang terdengar suara pecahan keramik.

Ctar!

“Kak Riley!” gumam Brockley menyeringai wajahnya. Begitu dekat pintu, Brockley pun melompat tinggi lalu meluruskan kaki kanannya dan menerjang pintu.

GAR!

Pintu itu langsung terbuka dan rusak meski tadi dikunci dengan rapat.

Mengagetkan, Brockley melihat pamannya mau menyergap tubuh molek Riley.

Sementara Riley sudah terpojok dan raut wajah yang sangat takut.

“Apa yang Paman lakukan pada Kak Riley?!” Brockley terbelalak dan makin menyeringai. “Menjauh dari Kak Riley!” Brockley melangkah maju sambil mengepalkan tinjunya.

Herbert mendengus marah dan menatap nyalang penuh emosi. “Kau Brockley keponakanku! Kenapa kau pulang? Apa kau mau durhaka sama pamanmu?”

“Aku pulang mau mengambil senjata karena takut bakal bertemu penjahat.” Brockley menatap mata pamannya lurus-lurus dan berkata dengan sangat dingin. “Ternyata, penjahatnya ada di sini.”

“Kau jangan pernah berpikiran yang macam-macam sama pamanmu!” sergah Herbert berang.

“Jika Paman tidak jahat, kenapa Kak Riley sampai ketakutan seperti itu?”

Riley menyeret tubuhnya yang lemah dan mendekat ke Brockley. Jika Brockley tidak pulang, asli bisa diperkosa dia oleh Herbert. Dia berkata dengan lemah, “Pamanmu jahat. Dia memasaku untuk menjadi istrinya, sementara aku tidak mau dan tidak pula cinta padanya padahal sudah sangat sering aku bilang padanya.”

Saat ini, Brockley sudah dewasa dan tentu bisa membaca situasi. Dia banyak belajar dari dua orang ini. Herbert dan Riley banyak memberikan pelajaran berarti padanya sehingga menjadikan dirinya lelaki yang matang dan cerdas.

Brockley menyesali perbuatan Riley. Kenapa Riley tidak pernah bercerita padanya selama ini? Mengetahui bahwa pamannya bermaksud jahat, apalagi bertindak mesum, Brockley sangat marah. Dia tidak peduli seberapa baik pamannya kalau ternyata punya maksud yang sangat buruk.

“Paman Herbert mau memperkosa Kak Riley?” sentak Brockley sambil menyipitkan matanya. Dia memasang kuda-kuda yang sudah sangat sering diajarkan oleh pamannya. Siap bertarung.

“Jaga sikapmu, Brockley! Dengan melakukan gerakan seperti itu dan berkata keras di hadapanku, berarti kau tidak tahu arti terima kasih dan tidak menghargai pamanmu. Kau dua puluh tahun aku besarkan dan aku didik, sementara kau menantangku? Keponakan macam apa kau?” Herbert mulai naik darahnya.

“Aku selalu menghormati dan menyayangimu, Paman. Aku sudah menganggapmu sama seperti ayah kandungku sendiri. Jangan bilang kalau aku durhaka padamu. Tapi perlu Paman ketahui juga. Aku pun sudah menganggap Kak Riley layaknya ibu kandungku sendiri. Dia pun sangat berjasa bagiku. Aku menghormati dan menyayanginya, maka dari itu kalau Paman kurang ajar padanya, wajar saja aku sangat marah. Aku tidak suka jika ada orang, siapa pun, yang mau melukai perasaan ibuku, apalagi orang itu mau menyetubuhinya.”

Menyaksikan Brockley yang begitu gagah, Herbert malah tersenyum tipis sambil menggeleng. “Kau besar karenaku, Brockley. Kau bisa seperti ini karena aku.”

“Apakah Paman mau hitung-hitungan?”

“Tidak. Aku tidak mau hitung-hitungan pada mu. Tapi, aku heran kau malah menantang pamanmu sendiri. Jaga bicara dan ekspresi wajahmu di hadapanku. Aku tidak suka kau seperti itu.”

Brockley maju dua langkah sambil menyingsingkan lengan baju. “Aku lebih tidak suka kalau Paman bersikap seperti itu kepada Kak Riley. Jika Kak Riley tidak mau menjadi istri Paman, jangan dipaksa! Tindakan Paman yang mau menyetubuhi Kak Riley adalah sebuah kejahatan besar bagiku. Karena itu, aku mau membelanya!”

“Kau mau bertarung dengan Paman?”

“Ya! Aku mau bertarung dengan mu, Paman!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 79 (Ending)

    Setelah fase berat dalam memberikan perlawanan terhadap Kekaisaran Omra yang dipimpin langsung oleh sang Kaisar, Raja Grock dan Panglima Brockley terus membenahi apa saja yang ada di dalam kerajaan karena tugas mereka masih banyak.Selama ini, Mundric bekerja sama dengan kepala di berbagai wilayah Kerajaan Omra untuk mengeruk keuntungan pribadi. Oleh karena itu, Raja Grock dan Panglima Brockley sigap menangani berbagai kasus yang ada di wilayah seperti Manton, Ferro, Plumbum, dan juga desa lainnya.Secara tegas mereka melenyapkan segala tindakan kotor, seperti korupsi, suap, menarik pajak tanpa perintah, serta tindakan buruk lainnya yang dapat merugikan rakyat dan juga kerajaan. Mereka berdua tidak akan membiarkan akan ada Mundric lainnya di Kerajaan Glora.Seperti apa janji Brockley tempo lalu bahwa dia akan memperbaiki segala sesuatu yang ada di militer perusahaan, baik bagi pertahanan maupun persenjataan. Benteng Kerajaan Glora jauh lebih tebal dan garang sehingga sangat sulit untu

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 78

    Ketika telah sampai di Gloriston, Brockley tidak hanya disanjung dan dibangga-banggakan sebagai Panglima Perang hebat, melainkan namanya makin melambung tinggi karena semua orang akhirinya harus tahu bahwa dia merupakan putra sulung milik Raja Avraam. Dia lah sang putra mahkota, Pangeran Terbuang ... Brockley Leofric! Dan semua masyarakat pun harus tahu bahwa Brockley Leofric merupakan suami dari seorang putri bangsawan dari Kekaisaran Omra, Permaisuri yang begitu cantik menawan, putri mahkota milik Kaisar Omra. Dia lah Lucilla Augustina! Lebih dari dua puluh ribu prajurit dari kalangan militer dan masyarakat telah kembali ke Gloriston dan wilayah mereka masing-masing, membawa kabar gembira bahwa negeri mereka akan tetap selamat dan sejahtera. Tidak hanya itu, bahkan mereka mendapatkan harta rampasan perang yang sangat banyak. Setiap mereka pasti mendapatkan perlengkapan perang dan harta yang dibawa oleh militer Kekaisaran Omra, seperti pedang, tombak, panah, baju zirah, makanan yan

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 77

    “Kau telah membunuh ayah dan ibu ku, sekarang kau juga harus mati!” Sroothh.... Kepala Mundric hampir lepas dari badan. Saat Mundric masih dalam kondisi berdiri, Brockley mencengkeram kepala Mundric, lalu menyeret tubuhnya. Semakin lama, tulang dan daging yang menghubungkan antara kepala dan badan itu pun makin terpisah. Namun, Mundric belum mati. Dia masih bisa mendengar jelas apa yang Brockley katakan. Bahkan, dia sempat masih bisa berbicara meskipun lehernya hampir putus. “Kkhh, kau ... kau kejam sekali, Putra Avraam!” Darah terus mengucur dari batang lehernya. Brockley tersenyum puas penuh kemenangan. “Dunia ini sangat kejam bagi mereka yang merasa dirinya korban.” Mundric merasakan sakit tak terkira. “Cepat bunuh aku sekarang juga!” Brockley tak mengindahkannya. Dia terus memacu kudanya, sementara kaki Mundric terus terseret di atas tanah kering. “Wahai musuh ayahku, setelah aku kehilangan kedua orangtuaku, aku melihat dunia telah berbeda.” Brockley berkata dengan tegas da

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 76

    Kaisar Aurelix tertawa jahat. “Hahahaha.” Dia mendongakkan kepala ke atas langit sambil berkata, “Sayap kiri, maju! Kita akan melakukan serangan pamungkas!” Kaisar Aurelix pikir, Panglima Brockley telah mati. Hudde terbelalak saat menyaksikan di seberang sana ribuan pasukan Omra sedangn menuju ke arah pasukannya. Dia mengalihkan pandangannya ke lini tengah, jauh sekitar lima ratus meter di sana, terjadi pertempuran yang tidak berimbang, sampai-sampai pasukan pemanah menaiki bukit padahal bukit di tengah tidak bisa dinaiki. Sementara pasukan di bawah komando Herbert semakin lama semakin tidak bisa mengimbangi serangan musuh. Bahkan, dia terpaksa turun tangan bersama prajurit elit untuk bertarung dengan sekuat tenaga. Meski dia berhasil membunuh banyak musuh, namun pasukannya jauh lebih banyak yang gugur. Pasukan Hudde dan pasukan musuh yang bakal menyerang adalah satu berbanding sepuluh. Satu-satunya cara untuk menahan serangan tersebut adalah dengan cara meminta bantuan pasukan ca

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 75

    Pada saat pertempuran berlangsung tadi, sebenarnya Harlino bersama sepuluh pasukan berkudanya sudah mengintai pasukan Omra. Setelah mereka mendapatkan banyak informasi penting, akhirnya mereka memutuskan untuk segera kembali ke kamp. Namun, dari kejauhan mereka melihat pasukan sedang menaiki bukit sisi kiri, karena itu mereka menyetop perjalanan. Dan mereka sangat kaget begitu melihat lima pasukan berkuda Omra sudah berada di dekat mereka. “Kalian mau mengintai kami ha?” sergah Harlino menyeringai geram. Padahal .... Karena jumlah pasukan yang tidak berimbang, akhirnya Harlino yang bergerak maju duluan lalu disusul yang lain. Satu prajurit Glora harus mati meski mereka menang telak. Satu nyawa untuk lima nyawa. Pasukan Harlino bergegas menemui Brockley dan memberikan semua informasi, termasuk keberadaan Mundric. Sebab, Mundric merupakan sasaran paling utama dalam pertempuran Battle Of Glory Jilid 2. *** Hingga matahari hampir terbenam, tidak ada serangan besar dari masing-masin

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 74

    Saat pasukan pemegang tombak dan infanteri bagian depan mundur ke belakang, pasukan berkuda pemegang rantai kawat di ujung kiri dan kanan mengangkat rantai kawat dan memacu kuda. Di saat bersamaan, pemegang tombak dan infanteri yang mundur tadi bergerak ke kiri dan kanan membentuk formasi cekung dan berlarian ke arah sisi kiri dan kanan Phallanx Omra, pas di belakang penunggang kuda pemegang rantai kawat. Formasi phallanx Omra yang rapi jadi kacau balau dan tak karuan. Tombak yang mengarah lurus dan ke depan dan ke atas lantas mengarah ke segala arah. Mereka sibuk menunduk dan melompat dari rantai kawat tipis tapi tajam. Jika mengenai wajah, pasti baret semua. Meski sudah menghindar, sebagian kecil terkena serangan rantai kawat itu. Sebenarnya fungsi utamanya hanyalah mengacaukan formasi musuh, bukan memberikan serangan signifikan. Sebab, semua orang pasti akan menghindar bagaimana pun keadaannya. Herbert dan Hudde yang berada di sisi kiri dan kanan pun tercengang menyaksikan betap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status