Share

Bab 4

Author: Glory
last update Last Updated: 2023-07-29 20:00:32

Raja Avraam berulang kali melakukan pencarian anaknya dan rombongan tapi hasilnya nihil. Selama belasan tahun lamanya dia menunggu kehadiran putra sulungnya itu. Dan Megan, selama belasan tahun pula dia merindukannya. Suami istri itu resah mencari dan menunggu Brockley.

Paman Herbert punya kebijakan lain. Dia memutuskan untuk mengembalikan Brockley kembali ke desa pada saat Brockley sudah dewasa disertai dengan ilmu dan skill bela diri yang luar biasa. Alasan lain adalah dia berpikir bahwa Kekaisaran Omra pasti menang perang dan telah menguasai desa.

Jika pulang sekarang, tentunya dia dan lainnya hanya akan menjadi budak, atau setidaknya menjadi masyarakat biasa yang harus bekerja bagi Imperium Omra dan membayar pajak setiap bulan. Bagi Herbert, dia harus menjadikan Brockley setara dengan Jenderal Perang, bahkan kalau bisa lebih dari itu.

“Kapan kita pulang, Paman?” tanya Brockley setelah baru saja latihan bela diri. Masa remajanya dipenuhi dengan latihan fisik setiap hari. Tiada hari tanpa latihan.

“Ketika kau bisa menjadi pemimpin perang! Bukankah kau mau jadi jagoan?” Hebert tersenyum lebar sambil mengelus kepala keponakannya.

“Tentu aku mau jadi pemimpin perang!” jawab Brockley penuh semangat.

Lothar menepuk-nepuk bahu adik sepupunya. “Biarkan aku menjadi komandan atau penasehatmu, Jenderal!” sahutnya sambil nyengir.

Brockley mencak-mencak memperagakan gerakan-gerakan bela diri. Dia meninju-ninju batang pohon pisang. “Tentu, Kak Lothar! Kita akan berjuang bersama menjadi pahlawan bagi desa!”

Selain itu, Herbert juga mengajarkan Brockley berlari, memanjat, merangkak di lumpur, berenang di sungai, dan semua latihan ala militer. “Fisikmu harus kuat, Brockley. Kau juga, Lothar! Jangan kalah dari adikmu!” perintah Herbert dengan sangat tegas.

Lothar merengek. “Tapi aku selalu kalah dari Brockley, Ayah. Dia kuat dan pintar. Pukulan dan tendangannya sangat kuat.”

“Makanya kau harus belajar banyak darinya!”

Ayahnya Herbert seorang petarung, jago gulat, berpedang, dan memanah. Semua keahlian tersebut diwariskan kepada Avraam dan Herbert sejak kecil. Meskipun tidak pernah berperang, keahlian tersebut mereka gunakan untuk bertahan hidup, menghadapi penjahat, dan berburu di hutan.

Herbert berjanji akan mewariskan semua kepada anak dan keponakannya, demi keluarga dan desa.

“Paman, apakah kita menang perang?” tanya Brockley penasaran.

Herbert tak mau menjawab. Sebab, hal yang ada dalam pikirannya waktu itu adalah Kekaisaran Omra pasti menang dan akan banyak warga desa yang mati karena dibantai. Semua prediksi demikian muncul dikarenakan banyak alasan yang jelas. Herbert paham seberapa kuat militer Kekaisaran Omra.

Tapi itu menurut Herbert, nyatanya sekarang kakanya telah belasan tahun menjadi raja. Jika Herbert pulang, dia pasti akan sangat takjub dengan semua perubahan di sana. Hanya saja, dia masih membutuhkan banyak waktu lagi sebelum nanti pulang ke sana.

“Apakah ayahku masih hidup?” tanya Brockley dengan ekspresi yang penuh tanda tanya. Betapa tidak, selama belasan tahun dia memikirkan nasib keluarga dan desa tempat tinggalnya yang tidak tahu seperti apa. Kecuali, dia mendengar banyak cerita dari Herbert, Yara, dan Riley tentang indahnya Desa Arbilis. Ketika Riley menceritakan sosok Avraam dan Megan, keinginan Brockley mau pulang semakin besar, betapa inginnya dia bertemu dengan kedua orang tuanya. Jadi, wajar jika dia bertanya seperti itu.

Herbert memberikan semangat kepada Brockley meski omongan itu tidak sejalan dengan isi hatinya. “Ayahmu masih hidup. Paman tahu betul siapa ayahmu. Dia sangat pintar, berani, dan jago bertarung. Paman yakin, ayahmu memerangi pertempuran lalu menjadi pemimpin desa!”

“Benarkah, Paman?” Brockley sangat senang mendengarnya. Matanya berbinar bahagia. “Aku tidak sabar ingin segera pulang ke desa, menemui ayah dan ibu. Paman, cepatlah kita pulang!” rengek Brockley dengan wajah memelas penuh harap.

Untuk ke sekian kalinya, jika diminta untuk pulang, Hebert pasti menggeleng lalu meninggalkan Brockley meskipun remaja itu sampai menangis karena saking sedihnya.

***

Dalam sebuah kesempatan, Brockley diajarkan menggunakan pedang. “Coba kau tebas bambu itu!” perintah Herbert.

Brockley mengambil kuda-kuda, menggenggam pedang dengan dua tangan dan mengangkatnya cukup tinggi, kemudian mengayunkannya dengan sekuat tenaga.

Bruuukk!!

Lima bambu yang berjejer semuanya terpotong rapi.

Herbert terkesima.

Penasaran, akhirnya Herbert menantang keponakannya untuk berduel satu lawan satu. Di awal latihan, Hebert sengaja mau melihat setangguh apa Brckley dan membiarkannya terus mengeluarkan serangan. Tak dinyana, bahkan Brockley lebih mahir dari pada Avraam ketika usia seperti ini.

Wush!

Wush!

Jika Herbert tak pandai mengelak, kepalanya bisa lepas dari badan. Di luar perkiraan, Brockley dengan cepat menguasai beberapa teknik penggunaan pedang. Hebatnya, Brockley bisa menggunakan pedang dengan kedua tangannya. Luar biasa!

Ketika latihan memanah, Brockley pun sangat mahir dan Hebert tidak memerlukan waktu lama untuk memberikan pengajaran kepada keponakannya. Maka sejauh ini Brockley sudah menguasai teknik bela diri, menggunakan pedang, dan memanah, serta paham taktik peperangan.

***

Hari pun berganti hari dan seiring berjalannya waktu yang sangat lama. Sekitar dua puluh tahun sudah mereka menetap di salah satu hutan yang agak jauh dari Desa Manton.

Sudah delapan tahun semenjak ditinggal Yara yang meninggal karena sakit, kesehatan Herbert mulai agak terganggu sehingga dia sudah sangat jarang melatih Brockley. Herbert lebih sering berada di rumah dan terbaring lemah di atas tempat tidur.

Riley meletakkan ramuan di dekat tempat tidur Herbert. “Kak Herbert, silakan diminum ramuanny Semoga lekas sembuh.”

Ketika Riley beranjak dan kembali mengawasi Brockley dan Lothar latihan di hutan, tiba-tiba Herbert memanggilnya. “Sudah berbulan-bulan kau merawatku di sini. Kau sangat baik, Riley. Usiamu sudah lebih dari empat puluh. Bagaimana pun, perempuan juga punya kebutuhan seks.”

Dilempar pertanyaan seperti itu, Riley tidak bisa untuk tidak melirik wajah Herbert. Dia membaca mata Herbert. Riley peka apa maksud dari perkataan Herbert barusan. Dia mengangguk sebentar lalu menjawab, “Jika kau membiarkan kami pergi dari hutan ini, seperti ke desa sebelah, ke pasar, atau kembali ke desa kita, tentu aku tidak akan menjadi gadis tua seperti ini.” Riley memberengut kesal setelah belasan tahun terkurung di rumah dan sekitar hutan saja.

Sudah berulang kali Riley menyampaikan pada Herbert bahwa dia harus pulang, namun Herbert tak kunjung memenuhi kemauannya. Anehnya, alasan yang dilontarkan oleh Herbert kadang sulit dimengerti. Padahal, ada alasan lain, yakni dia sebenarnya ada keinginan untuk menikahi Riley karena sebagai laki-laki yang sendiri, tentu dia punya hasrat sebagaimana laki-laki pada umumnya, apalagi terhadap perempuan secantik dan seanggun Riley.

“Kita akan pulang ke desa setelah kita menjadi suami istri.”

Riley berdiri dengan raut wajah yang amat kesal. “Tidak akan!”

“Kenapa?” tanya Herbert heran

“Aku sudah mencintai seseorang!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 79 (Ending)

    Setelah fase berat dalam memberikan perlawanan terhadap Kekaisaran Omra yang dipimpin langsung oleh sang Kaisar, Raja Grock dan Panglima Brockley terus membenahi apa saja yang ada di dalam kerajaan karena tugas mereka masih banyak.Selama ini, Mundric bekerja sama dengan kepala di berbagai wilayah Kerajaan Omra untuk mengeruk keuntungan pribadi. Oleh karena itu, Raja Grock dan Panglima Brockley sigap menangani berbagai kasus yang ada di wilayah seperti Manton, Ferro, Plumbum, dan juga desa lainnya.Secara tegas mereka melenyapkan segala tindakan kotor, seperti korupsi, suap, menarik pajak tanpa perintah, serta tindakan buruk lainnya yang dapat merugikan rakyat dan juga kerajaan. Mereka berdua tidak akan membiarkan akan ada Mundric lainnya di Kerajaan Glora.Seperti apa janji Brockley tempo lalu bahwa dia akan memperbaiki segala sesuatu yang ada di militer perusahaan, baik bagi pertahanan maupun persenjataan. Benteng Kerajaan Glora jauh lebih tebal dan garang sehingga sangat sulit untu

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 78

    Ketika telah sampai di Gloriston, Brockley tidak hanya disanjung dan dibangga-banggakan sebagai Panglima Perang hebat, melainkan namanya makin melambung tinggi karena semua orang akhirinya harus tahu bahwa dia merupakan putra sulung milik Raja Avraam. Dia lah sang putra mahkota, Pangeran Terbuang ... Brockley Leofric! Dan semua masyarakat pun harus tahu bahwa Brockley Leofric merupakan suami dari seorang putri bangsawan dari Kekaisaran Omra, Permaisuri yang begitu cantik menawan, putri mahkota milik Kaisar Omra. Dia lah Lucilla Augustina! Lebih dari dua puluh ribu prajurit dari kalangan militer dan masyarakat telah kembali ke Gloriston dan wilayah mereka masing-masing, membawa kabar gembira bahwa negeri mereka akan tetap selamat dan sejahtera. Tidak hanya itu, bahkan mereka mendapatkan harta rampasan perang yang sangat banyak. Setiap mereka pasti mendapatkan perlengkapan perang dan harta yang dibawa oleh militer Kekaisaran Omra, seperti pedang, tombak, panah, baju zirah, makanan yan

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 77

    “Kau telah membunuh ayah dan ibu ku, sekarang kau juga harus mati!” Sroothh.... Kepala Mundric hampir lepas dari badan. Saat Mundric masih dalam kondisi berdiri, Brockley mencengkeram kepala Mundric, lalu menyeret tubuhnya. Semakin lama, tulang dan daging yang menghubungkan antara kepala dan badan itu pun makin terpisah. Namun, Mundric belum mati. Dia masih bisa mendengar jelas apa yang Brockley katakan. Bahkan, dia sempat masih bisa berbicara meskipun lehernya hampir putus. “Kkhh, kau ... kau kejam sekali, Putra Avraam!” Darah terus mengucur dari batang lehernya. Brockley tersenyum puas penuh kemenangan. “Dunia ini sangat kejam bagi mereka yang merasa dirinya korban.” Mundric merasakan sakit tak terkira. “Cepat bunuh aku sekarang juga!” Brockley tak mengindahkannya. Dia terus memacu kudanya, sementara kaki Mundric terus terseret di atas tanah kering. “Wahai musuh ayahku, setelah aku kehilangan kedua orangtuaku, aku melihat dunia telah berbeda.” Brockley berkata dengan tegas da

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 76

    Kaisar Aurelix tertawa jahat. “Hahahaha.” Dia mendongakkan kepala ke atas langit sambil berkata, “Sayap kiri, maju! Kita akan melakukan serangan pamungkas!” Kaisar Aurelix pikir, Panglima Brockley telah mati. Hudde terbelalak saat menyaksikan di seberang sana ribuan pasukan Omra sedangn menuju ke arah pasukannya. Dia mengalihkan pandangannya ke lini tengah, jauh sekitar lima ratus meter di sana, terjadi pertempuran yang tidak berimbang, sampai-sampai pasukan pemanah menaiki bukit padahal bukit di tengah tidak bisa dinaiki. Sementara pasukan di bawah komando Herbert semakin lama semakin tidak bisa mengimbangi serangan musuh. Bahkan, dia terpaksa turun tangan bersama prajurit elit untuk bertarung dengan sekuat tenaga. Meski dia berhasil membunuh banyak musuh, namun pasukannya jauh lebih banyak yang gugur. Pasukan Hudde dan pasukan musuh yang bakal menyerang adalah satu berbanding sepuluh. Satu-satunya cara untuk menahan serangan tersebut adalah dengan cara meminta bantuan pasukan ca

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 75

    Pada saat pertempuran berlangsung tadi, sebenarnya Harlino bersama sepuluh pasukan berkudanya sudah mengintai pasukan Omra. Setelah mereka mendapatkan banyak informasi penting, akhirnya mereka memutuskan untuk segera kembali ke kamp. Namun, dari kejauhan mereka melihat pasukan sedang menaiki bukit sisi kiri, karena itu mereka menyetop perjalanan. Dan mereka sangat kaget begitu melihat lima pasukan berkuda Omra sudah berada di dekat mereka. “Kalian mau mengintai kami ha?” sergah Harlino menyeringai geram. Padahal .... Karena jumlah pasukan yang tidak berimbang, akhirnya Harlino yang bergerak maju duluan lalu disusul yang lain. Satu prajurit Glora harus mati meski mereka menang telak. Satu nyawa untuk lima nyawa. Pasukan Harlino bergegas menemui Brockley dan memberikan semua informasi, termasuk keberadaan Mundric. Sebab, Mundric merupakan sasaran paling utama dalam pertempuran Battle Of Glory Jilid 2. *** Hingga matahari hampir terbenam, tidak ada serangan besar dari masing-masin

  • KISAH GLORY : Panglima Perang   Bab 74

    Saat pasukan pemegang tombak dan infanteri bagian depan mundur ke belakang, pasukan berkuda pemegang rantai kawat di ujung kiri dan kanan mengangkat rantai kawat dan memacu kuda. Di saat bersamaan, pemegang tombak dan infanteri yang mundur tadi bergerak ke kiri dan kanan membentuk formasi cekung dan berlarian ke arah sisi kiri dan kanan Phallanx Omra, pas di belakang penunggang kuda pemegang rantai kawat. Formasi phallanx Omra yang rapi jadi kacau balau dan tak karuan. Tombak yang mengarah lurus dan ke depan dan ke atas lantas mengarah ke segala arah. Mereka sibuk menunduk dan melompat dari rantai kawat tipis tapi tajam. Jika mengenai wajah, pasti baret semua. Meski sudah menghindar, sebagian kecil terkena serangan rantai kawat itu. Sebenarnya fungsi utamanya hanyalah mengacaukan formasi musuh, bukan memberikan serangan signifikan. Sebab, semua orang pasti akan menghindar bagaimana pun keadaannya. Herbert dan Hudde yang berada di sisi kiri dan kanan pun tercengang menyaksikan betap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status