Raja Avraam berulang kali melakukan pencarian anaknya dan rombongan tapi hasilnya nihil. Selama belasan tahun lamanya dia menunggu kehadiran putra sulungnya itu. Dan Megan, selama belasan tahun pula dia merindukannya. Suami istri itu resah mencari dan menunggu Brockley.
Paman Herbert punya kebijakan lain. Dia memutuskan untuk mengembalikan Brockley kembali ke desa pada saat Brockley sudah dewasa disertai dengan ilmu dan skill bela diri yang luar biasa. Alasan lain adalah dia berpikir bahwa Kekaisaran Omra pasti menang perang dan telah menguasai desa.Jika pulang sekarang, tentunya dia dan lainnya hanya akan menjadi budak, atau setidaknya menjadi masyarakat biasa yang harus bekerja bagi Imperium Omra dan membayar pajak setiap bulan. Bagi Herbert, dia harus menjadikan Brockley setara dengan Jenderal Perang, bahkan kalau bisa lebih dari itu.“Kapan kita pulang, Paman?” tanya Brockley setelah baru saja latihan bela diri. Masa remajanya dipenuhi dengan latihan fisik setiap hari. Tiada hari tanpa latihan.“Ketika kau bisa menjadi pemimpin perang! Bukankah kau mau jadi jagoan?” Hebert tersenyum lebar sambil mengelus kepala keponakannya.“Tentu aku mau jadi pemimpin perang!” jawab Brockley penuh semangat.Lothar menepuk-nepuk bahu adik sepupunya. “Biarkan aku menjadi komandan atau penasehatmu, Jenderal!” sahutnya sambil nyengir.Brockley mencak-mencak memperagakan gerakan-gerakan bela diri. Dia meninju-ninju batang pohon pisang. “Tentu, Kak Lothar! Kita akan berjuang bersama menjadi pahlawan bagi desa!”Selain itu, Herbert juga mengajarkan Brockley berlari, memanjat, merangkak di lumpur, berenang di sungai, dan semua latihan ala militer. “Fisikmu harus kuat, Brockley. Kau juga, Lothar! Jangan kalah dari adikmu!” perintah Herbert dengan sangat tegas.Lothar merengek. “Tapi aku selalu kalah dari Brockley, Ayah. Dia kuat dan pintar. Pukulan dan tendangannya sangat kuat.”“Makanya kau harus belajar banyak darinya!”Ayahnya Herbert seorang petarung, jago gulat, berpedang, dan memanah. Semua keahlian tersebut diwariskan kepada Avraam dan Herbert sejak kecil. Meskipun tidak pernah berperang, keahlian tersebut mereka gunakan untuk bertahan hidup, menghadapi penjahat, dan berburu di hutan.Herbert berjanji akan mewariskan semua kepada anak dan keponakannya, demi keluarga dan desa.“Paman, apakah kita menang perang?” tanya Brockley penasaran.Herbert tak mau menjawab. Sebab, hal yang ada dalam pikirannya waktu itu adalah Kekaisaran Omra pasti menang dan akan banyak warga desa yang mati karena dibantai. Semua prediksi demikian muncul dikarenakan banyak alasan yang jelas. Herbert paham seberapa kuat militer Kekaisaran Omra.Tapi itu menurut Herbert, nyatanya sekarang kakanya telah belasan tahun menjadi raja. Jika Herbert pulang, dia pasti akan sangat takjub dengan semua perubahan di sana. Hanya saja, dia masih membutuhkan banyak waktu lagi sebelum nanti pulang ke sana.“Apakah ayahku masih hidup?” tanya Brockley dengan ekspresi yang penuh tanda tanya. Betapa tidak, selama belasan tahun dia memikirkan nasib keluarga dan desa tempat tinggalnya yang tidak tahu seperti apa. Kecuali, dia mendengar banyak cerita dari Herbert, Yara, dan Riley tentang indahnya Desa Arbilis. Ketika Riley menceritakan sosok Avraam dan Megan, keinginan Brockley mau pulang semakin besar, betapa inginnya dia bertemu dengan kedua orang tuanya. Jadi, wajar jika dia bertanya seperti itu.Herbert memberikan semangat kepada Brockley meski omongan itu tidak sejalan dengan isi hatinya. “Ayahmu masih hidup. Paman tahu betul siapa ayahmu. Dia sangat pintar, berani, dan jago bertarung. Paman yakin, ayahmu memerangi pertempuran lalu menjadi pemimpin desa!”“Benarkah, Paman?” Brockley sangat senang mendengarnya. Matanya berbinar bahagia. “Aku tidak sabar ingin segera pulang ke desa, menemui ayah dan ibu. Paman, cepatlah kita pulang!” rengek Brockley dengan wajah memelas penuh harap.Untuk ke sekian kalinya, jika diminta untuk pulang, Hebert pasti menggeleng lalu meninggalkan Brockley meskipun remaja itu sampai menangis karena saking sedihnya.***Dalam sebuah kesempatan, Brockley diajarkan menggunakan pedang. “Coba kau tebas bambu itu!” perintah Herbert.Brockley mengambil kuda-kuda, menggenggam pedang dengan dua tangan dan mengangkatnya cukup tinggi, kemudian mengayunkannya dengan sekuat tenaga.Bruuukk!!Lima bambu yang berjejer semuanya terpotong rapi.Herbert terkesima.Penasaran, akhirnya Herbert menantang keponakannya untuk berduel satu lawan satu. Di awal latihan, Hebert sengaja mau melihat setangguh apa Brckley dan membiarkannya terus mengeluarkan serangan. Tak dinyana, bahkan Brockley lebih mahir dari pada Avraam ketika usia seperti ini.Wush!Wush!Jika Herbert tak pandai mengelak, kepalanya bisa lepas dari badan. Di luar perkiraan, Brockley dengan cepat menguasai beberapa teknik penggunaan pedang. Hebatnya, Brockley bisa menggunakan pedang dengan kedua tangannya. Luar biasa!Ketika latihan memanah, Brockley pun sangat mahir dan Hebert tidak memerlukan waktu lama untuk memberikan pengajaran kepada keponakannya. Maka sejauh ini Brockley sudah menguasai teknik bela diri, menggunakan pedang, dan memanah, serta paham taktik peperangan.***Hari pun berganti hari dan seiring berjalannya waktu yang sangat lama. Sekitar dua puluh tahun sudah mereka menetap di salah satu hutan yang agak jauh dari Desa Manton.Sudah delapan tahun semenjak ditinggal Yara yang meninggal karena sakit, kesehatan Herbert mulai agak terganggu sehingga dia sudah sangat jarang melatih Brockley. Herbert lebih sering berada di rumah dan terbaring lemah di atas tempat tidur.Riley meletakkan ramuan di dekat tempat tidur Herbert. “Kak Herbert, silakan diminum ramuanny Semoga lekas sembuh.”Ketika Riley beranjak dan kembali mengawasi Brockley dan Lothar latihan di hutan, tiba-tiba Herbert memanggilnya. “Sudah berbulan-bulan kau merawatku di sini. Kau sangat baik, Riley. Usiamu sudah lebih dari empat puluh. Bagaimana pun, perempuan juga punya kebutuhan seks.”Dilempar pertanyaan seperti itu, Riley tidak bisa untuk tidak melirik wajah Herbert. Dia membaca mata Herbert. Riley peka apa maksud dari perkataan Herbert barusan. Dia mengangguk sebentar lalu menjawab, “Jika kau membiarkan kami pergi dari hutan ini, seperti ke desa sebelah, ke pasar, atau kembali ke desa kita, tentu aku tidak akan menjadi gadis tua seperti ini.” Riley memberengut kesal setelah belasan tahun terkurung di rumah dan sekitar hutan saja.Sudah berulang kali Riley menyampaikan pada Herbert bahwa dia harus pulang, namun Herbert tak kunjung memenuhi kemauannya. Anehnya, alasan yang dilontarkan oleh Herbert kadang sulit dimengerti. Padahal, ada alasan lain, yakni dia sebenarnya ada keinginan untuk menikahi Riley karena sebagai laki-laki yang sendiri, tentu dia punya hasrat sebagaimana laki-laki pada umumnya, apalagi terhadap perempuan secantik dan seanggun Riley.“Kita akan pulang ke desa setelah kita menjadi suami istri.”Riley berdiri dengan raut wajah yang amat kesal. “Tidak akan!”“Kenapa?” tanya Herbert heran“Aku sudah mencintai seseorang!”Saking terkejutnya, Herbert lantas duduk dan terus mencecar pertanyaan. “Apakah ada orang yang pernah datang ke rumah kita? Katakan padaku, Riley!” Herbert menghunuskan tatapan tajamnya ke arah bola mata Riley.“Kita tinggal di tengah hutan yang tidak pernah terjamah oleh orang luar. Tidak ada orang yang tahu keberadaan kita. Aku tidak mengerti, Kak, kenapa sampai sekarang kau masih menahan kami. Janjimu kepada Kak Avraam kita akan kembali ke desa ketika Brockley sudah berumur delapan tahun seandainya mereka kalah perang. Jika mereka menang perang, tidak perlu kita berlama-lama mengasingkan diri. Tujuan kita mengasingkan diri supaya kita dan Brockley tetap aman. Sebagian penduduk desa yang mengasingkan pun sama seperti kita. Seandainya mereka menang perang, untuk apa berlama-lama tinggal di hutan ini?” Riley menumpahkan semua kekesalannya setelah hampir dua puluh tahun mengasingkan diri.Padahal, bukan jawaban itu yang diharapkan oleh Herbert. Sebenarnya Herbert hanya ingin tahu siapa
Riley yang masih syok dan ketakutan tak bisa berbuat apa-apa. Sungguh, dia sangat menghormati Herbert layaknya dia menghormati Avraam. Dia juga menyayangi Brockley layaknya menyayangi anak kandungnya sendiri. Namun, dia tidak bisa membela siapa pun kali ini. Dia pasrah.Di luar rumah, sekitar pekarangan, Brockley sudah bersiap. Dia menatap pamannya dan berkata sebelum bertarung. “Apa alasan Paman tidak mau memulangkanku?”Meski belum sembuh total seratus persen, Herbert menggagahkan diri. “Benar kau mau tahu apa alasannya, keponakanku?”“Katakan saja padaku, Paman!” sergah Brockley dengan raut wajah penasaran.Herbert menarik napas dalam-dalam, bagaimana pun, dia sangat sayang sama Brockley. “Saat kau berumur lima belas tahun, aku mendapatkan info bahwa ayahmu telah meninggal karena diracuni oleh pengkhianat kerajaan. Ya, ayahmu pernah menjadi raja. Sejak itu, ibumu diangkat menjadi Ratu menggantikan posisi ayahmu. Dua tahun lalu, adikmu bernama Grock Leofwine dinobatkan menjadi Raja
Jika mereka berdua pulang dengan menggunakan kereta kuda seperti pada saat pergi, mereka hanya butuh waktu sekitar lima sampai tujuh hari. Sayangnya, tiga tahun lalu kuda tersebut mati meskipun Brockley sangat sering memacunya. Sementara perjalanan dengan berjalan kaki bisa saja menempuh waktu sampai dua puluh hari, bahkan lebih dari itu.Mengingat sosok Paman Herbert, lantas Brockley pun berkata dengan bijak. “Semenjak menghilangkan prasangka baik terhadap manusia, saat itulah aku mengerti arti kehidupan. Selama ini aku terjebak dalam kebaikan yang keliru. Orang yang aku anggap baik, sebenarnya tidak sepenuhnya baik.”Karena sepakat, Riley hanya menganggukkan kepala dengan tersenyum tipis. Tidak disangka hanya dengan satu kejadian saja, Brockley bisa mengambil pelajaran berharga dari situ. Riley terpukau akan kalimat yang baru saja terucap itu.Kemudian Brockley menegaskan pandangannya dan melanjutkan dengan nada yang tegas dan menggetarkan, “Selagi dia berasal dari tanah, dia tetap c
“Siapa orangnya?” Riley dengan cepat bertanya karena saking penasaran.“Bukan Bibi Yara. Sementara perempuan yang aku kenal hanya dua orang.”Riley menyetop jalannya. Dia terpaku dalam diam, dipaksa berpikir sendiri padahal dia pun tahu siapa orangnya. Namun, dia tak merespons.Melihat Riley berhenti, Brockley pun turut berhenti. Dia membalik badannya lalu berkata, “Ada apa Kak Riley?”Riley menunduk malu sambil menggeleng pelan. “Tidak ada apa-apa. Ayo kita lanjutkan perjalanan.”Melihat ekspresi canggung di wajah Riley, Brockley tak mau membuat perempuan itu terus terkurung dalam suasan hati yang menggelisahkan. Brockley mulai paham bagaimana cara mengubah suasana yang tegang agar menjadi cair. Jangan sampai perjalanan panjang ini tampak membosankan.“Kau adalah perempuannya, Kak Riley.”Untuk menepis kegelisahannya, Riley pun memaksakan diri memanggil Brockley dengan panggilan berbeda, “Nak, kau tidak boleh bercanda!”Tiba-tiba Brockley berhenti dan tercenung. “Kapan terakhir kau m
Satu yang lainnya berteriak dengan pandangan licik. “Ngapain kalian berdua di tengah hutan he? Kalian berdua mau mesum? Apa kalian sudah menikah? Kalian tidak mungkin suami istri karena untuk apa kalian mesum di sini!? Kau juga terlalu muda untuk ibu-ibu itu, Anak muda!” Si botak itu terus mencerocos, nanya sendiri jawab sendiri.Si rambut gondrong menatap kejam. “Anak muda, kau akan kami biarkan mesum di sini, lalu setelah itu pergilah, tapi tinggalkan semua apa yang kalian bawa!” Lelaki itu mengawasi dua karung besar dan satu kantong kecil. Mereka berdua pikir, sepertinya lelaki dan perempuan ini cukup kaya kalau dilihat dari apa yang dibawa. Sepertinya mereka akan menjadi kaya hari ini. Karena sudah lebih dari lima hari ini belum dapat mangsa, ketika melihat korban yang sepertinya lemah, maka dua orang itu tampak semangat sekali.Si botak kembali menebas-nebaskan dahan-dahan di dekatnya, bermaksud menggertak dan menakut-nakuti. Si pirang mengeluarkan pisau kecil dan cambuk lalu mem
Butuh waktu perjalanan selama setengah hari untuk bisa sampai di pasar. Selama dalam perjalanan, ada banyak hal yang mereka bahas. Untuk menghilangkan bayang-bayang dua mayat barusan, Brockley coba menghibur Riley yang masih saja keringat dingin tubuhnya.“Aku harap di pasar nanti ada yang menjual sayap. Hm, dalam karya penyair ternama, katanya bidadari itu bersayap.” Kemudian dia memperhatikan sekujur tubuh Riley dengan mimik wajah yang menghibur. “Riley, mana sayapmu? Apa transaparan?” Brockley mengerutkan alisnya sambil menyunggingkan senyum halus.Wajah yang tegang itu lambat laun mulai mendatar, tanpa ekspresi. Ketika Brokley terus mencecar dengan berbagai gombalan, akhirnya senyum manis pun terbit dari wajah manis Riley. Tapi dia malu memperlihatkan senyumnya. Terpaksa dia membuang pandangannya ke arah pepohonan rimbun. Tanpa berkata apa-apa.Deg!Brockley berusaha bijak. “Kepahitan hidup mengajarkan kita akan banyak hal. Akan tetapi, kenikm
Setelah mendirikan sebuah kemah untuk mereka beristirahat, Brockley menghidupkan api unggun untuk memberikan kehangatan di sekitar sana. Dia akan tidur di luar sementara Riley tidur di dalam.Namun, Riley tidak bisa tidur. Dia duduk di samping Brockley sambil melihat api di hadapan mereka. “Aku mau ngobrol sama kau, Brockley. Aku heran, kenapa kau bisa sangat peduli dengan dua pengemis tadi?”Brockley meneguk air hangatnya lalu berkata, “Walaupun aku belum pernah merasakan apa yang mereka rasakan, tapi aku berusaha untuk merasakannya. Sungguh pedih. Aku pastikan mereka merasakan pedih di hatinya ketika dicaci, dihina, ditertawakan, diusir. Aku membayangkan jika aku di posisi mereka. Maka dari itu, aku tidak tega melihat orang dizalimi.”Setelah hening beberapa saat, dia melanjutkan, “Dan aku lebih tidak suka dengan para penjaga pasar itu. Seandainya mereka sudah keterlaluan, bisa jadi aku berekelahi dengan mereka. Aku sudah banyak membaca kisah-kisah pembu
Seiring berjalannya waktu, mereka pun sampai di sebuah desa yang terkenal sebagai tempat penghasil biji besi terbesar. Desa itu bernama Desa Ferro. Sebagian besar biji besi dari sini dikirim ke kota dan desa lain untuk kemudian diolah menjadi berbagai macam keperluan, seperti senjata, baju zirah, kendaraan, perabot, dan lainnya.Ketika dalam perjalanan, Riley menderita sakit yang cukup parah, dikarenakan sudah lama tidak menempuh perjalanan jauh dan berhari-hari. Dengan terpaksa Brockley mencarikan tempat pengobatan yang berada di Desa Ferro. Setelah bertanya dengan warga sekitar, akhirnya dia pun sampai di sebuah rumah yang dinding dan pagarnya dari besi.Mereka berdua mesti menunggu dan antre bersama pasien lain yang berada di sekitar pekarangan rumah. Masih ada lima pasien lagi sebelum giliran Riley tiba. Karena tabib Saxon merupakan satu-satunya orang yang ahli medis dan pengobatan di sini, maka seluruh warga desa kalau sedang sakit dan terluka, pasti bakal dil