Share

4 ingin tahu

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-19 06:59:08

Jadi setelah semua pekerjaan selesai di kantor aku memutuskan untuk kembali ke rumah saja, tubuh dan pikiranku penat ditambah lagi kulihat suamiku masih sibuk dan baik-baik saja di ruang kerjanya.

"Hai, sayang," sapaku dari balik pintu.

"Hai," balasnya dari balik layar laptopnya.

"Masih banyak kerjaan sayang?"

"Gak dikit lagi, kamu mau pulang?" tanyanya.

"Iya, sebaiknya aku pulang, aku sudah lelah."

"Mau kuantar sayang?" tawarnya lembut. Sungguh kelembutan dan keramahannya, suamiku memiliki pesona suami idaman.

Kutatap ia seksama, suamiku dari balik meja kerja masih terfokus pada ketikan dan gerakan tangannya di mouse komputer. Wajah yang maskulin dengan rahang tegas dan hidung mancung khas pria indo padahal ia asli Indonesia. Mata teduh dengan manik kecoklatan dan alisnya yang tebal, tinggi 172 Cm dan bentuk tubuh ateltis membuat pakaian apapun yang dia pakai terlihat sempurna di tubuhnya.

"Hei, kenapa melamun," katanya sambil mengibas-ibaskan tangannya ke udara.

"A-aku ... tidak ada, Mas. Aku pulang dulu ya, sayang." Aku berpamitan dan segera meninggalkan koridor ruang kerjanya.

"Oh ya, sayang," tahannya.

"Aku gak langsung pulang ya, aku ada pertemuan."

Aku sedikit mengernyit mendengarnya sambil melirik jam yang hampir menunjukkan jam empat sore.

"Kemana?"

"Yang aku bilang pagi tadi," jawabnya serius.

"Tapi ini udah jam empat sore, kantor mana yang masih terbuka?"

"Uhm, ini bukan pertemuan resmi, aku harus meloby kesepakatan khusus dengan wakil direktur mereka," jawabnya dengan roman antusias dan serius.

Aku menghela napas sesaat dan menanyainya, "Yang tadi pagi menghubungi kamu?"

"Oh, bukan, bukan dia. Dia hanya asisten maneger perusahaan tersebut."

"Oh," kataku sambil mengangguk-angguk pura-pura paham.

Jadi, wanita yang dikencani suamiku hanya staff biasa? Sungguh seleranya luar biasa.

**

Di loby utama aku sempat bertemu dengan Pak Bastian Widodo, ia wakil direktur dan termasuk tangan kanan Papa dulunya. Beliau cukup berumur dan punya loyalitas tinggi terhadap korporasi kami. Aku telah mengenalnya dari dulu dan aku mempercayai beliau.

"Selamat sore, Pak."

"Selamat sore, Bu Melda," jawabnya sambil menyambut uluran tangannya dengan penuh hormat.

"Kelihatannya ibu punya maksud tertentu tiba-tiba melakukan inspeksi mendadak, maaf tadi saya ada pertemuan dengan pihak asuransi jadi tak sempat menyapa Ibu sejak pagi tadi," katanya dengan senyum ramah.

Apa? Dia menangani asuransi. Dan tadi Mas Randy bilang akan menemui wakil direktur Moon insurance, lalu jika Pak Bastian sudah menemuinya, siapa lagi yang akan di temui suamiku?

"Bu ...." Pria itu heran melihatku tercenung sejenak.

"Oh, maaf, maafkan saya," kataku tak enak padanya.

"Tak masalah, Bu."

"Pak Bastian anda sudah lama bekerja di sini," sambil aku menatapnya instens agar dia merasa aku begitu menghargainya, "saya mohon bantu saya," pintaku.

"Saya selalu siap membantu anda, Bu direktur, Ibu tinggal katakan saja, apa hag harus saya lakukan," jawabnya hormat.

"Saya mulai sekarang akan lebih sering meminta bantuan dan menelepon, saya harap pertolongan dan pengertiannya," kataku.

"Saya tak mengerti, Bu." Ia terlihat semakin heran dengan cara bicaraku.

"Saya tak bisa banyak bicara sekarang, namun saya minta, tetaplah menjadi Pak basyia, tangan kanan Papa yang baik san loyal."

"Tentu saja, itu pasti Bu."

"Terima kasih."

"Sama-sama." Ia menyalamiku lalu aku meninggalkan gedung berloby mewah dengan panel kaca premium dan hiasan lampu-lampu Swedia yang mewah dengan nuansa yang amat berkelas.

*

Aku masih di sini, duduk dan menunggu dibalik kemudi BMW biru di lokasi parkiran kantorku sendiri. Aku tak memutuskan pulang, karena sesungguhnya aku ingin tahu suamiku akan pergi menemui siapa sore ini.

Aku sudah menyamarkan mobilku agak jauh dari lokasi tempat mobilnya terparkir agar aku bisa mudah memantaunya dan mengikutinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   36

    Di pagi yang cerah di awal musim penghujan, istriku yang telah berbadan dua dan menjelang minggu-minggu terakhir kehamilannya terlihat sangat payah dan sejak pagi terus meringis memegangi perutnya."Ada apa, Sayang?" tanyaku menghampirinya yang sedang menggosok sepatuku di dekat meja sepatu."Gak apa-apa, Mas, lagi kontraksi palsu aja kali," jawabnya.Kuraih sepatu dari tanganya dan menuntunnya untuk duduk, "kalo akut gak usah merepotkan diri Sayang, aku masih bisa siapkan sendiri," kataku."Meski punya asisten, Mas tahu kan, kalo dari dulu aku lebih suka menyiapkan segala keperluan suami sendiri," balasnya."Iya, tapi perutmu sudah besar dan itu membuatku kepayahan, Sayang," ucapku sambil menciumi jemarinya."Gak apa, Mas." Ia bangkit perlahan lalu beringsut menuju meja makan namun sesaat kemudian ia terlihat menghentikan kegiatannya dan terlihat tegang sambil memegangi perut buncitnya."Ada apa, Imel?" Aku mendekatinya dan kulihat buliran peluh mulai timbul dari keningnya."A-aku ga

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   35

    Aku mengenal dia di masa kuliah, gadis yang bertubuh sedikit tambun dan memiliki senyuman manis mencuri menawan hatiku. Dia sangat baik dan penuh dengan perhatian, pertama kali berjumpa dia bertanya padaku di mana lokasi perpustakan dan aku pun menunjukkan padanya, di awal pertemuan itulah hubungan kami berlanjut.Hari demi Hari berlalu dengan pertemanan yang semakin erat, aku merasa semakin hari semakin dekat padanya, Ia pun tidak pernah lupa untuk menyapa memberi perhatian kecil mengirimkan ucapan selamat pagi ditambah emoji lucu lewat ponsel juga sering mengingatkan diriku beribadah dan berbuat baik kepada sesama. Jujur, hal itu membuatku menjadi sangat menyukainya. Dialah Imelda Subroto gadis yang terkenal kaya namun rendah hati di lingkungan kampus kami.Karena kedekatan itu maka kuputuskan untuk serius melamarnya, meski aku tahu aku tak punya apa-apa. Tapi, kuberjanji bahwa aku akan memberinya kebahagiaan seutuhnya."Apakah Mas yakin mau menikahiku?" tanyanya dengan raut waj

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   34

    Hari itu tanggal 12 November, dalam kesyahduan pagi yang penuh berkah.***Aku mengalami sakit kepala hebat dan entah mengapa sejak Agi tadi aku tak mengerti sebabnya. Kutinggalkan kantor dan menitipkan semua urusan lanjutan pada Mia, asisten setiaku yag kini sudah beerhijrah mengenakan pakaian syar'i dan makin Istiqomah."Mia aku pulang, ya," pamitku."Lho, Bu. Ibu mau mau kemana, kan ada rapat dengan para staf," jawabnya heran."Aku merasa mendadak pusing dan lemas," Jawabku."Bagaimana kalo kita bawa ke rumah sakit?""Ga usah aku aku pulang aja," tolakku.Baru saja akan kulangkahkan kaki keluar dari lobi utama tiba-tiba mataku berkunang kunang, telingaku berdenging lalu semuanya gelap seketika.**Kucoba membuka mata dengan sangat kuat, samar samar kulihat ruangan yang kini kupastikan adalah rumah sakit, berdinding putih, peralatan infus dan tensi, peerawat yang berlalu lalang dan bau obat, khas rumah sakit."Bu Imelda," sapa Mia yang terlihat khawatir padaku."Duh," aku berusaha b

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   33

    Musim berganti setelah sekian purnama, matahari berpendar digantikan cahaya bulan yang silih berganti seperti itu, saling menyertai, namun tidak denganku. Aku masih betah menyendiri.Kususuri ruang dalam rumah ini, kuraba dinginnya dinding yang menjulang menemaniku selama bertahun-tahun merajut hari dalam sepi. Aku kesepian, sungguh, ketika di satu sisi kesendirian itu membuatku tangguh namun saat yang bersamaan juga membuatku rapuh.Aku merindukan seseorang dalam hidupku, kerena jujur aku masih normal dan aku butuh teman berbagi, namun sekali lagi trauma luka yang terdalam itu masih membekas dan membuatku, sedikit tertutup.*Kukenakan hijab dan memasang Bros sebagai pemanis,kupulas bedak dan sedikit lisptik, meraih tas lalu bersiap menjalani rutinitasku.Gawai berdering ketika aku sedang sarapan, kuambil benda itu dari dalam tas dan melihat nama kontak yang tengah memanggil adalah Mia, asisten pribadiku selama bertahun-tahun, ia ia telah menikah dan memiliki satu orang putra dan te

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   32

    Beberapa tahun berlalu setelah perjumpaan terakhirnya dengannya. Semilir angin meniupkan ranting dan menggugurkan daun kering, menerbangkannya lalu terhemoas jatuh ke aspal jalan. Berkali kali kupandangi kejadian serupa di bangku taman ini, tempat yag kini selalu menjadi tempat favoritku untukelepas lelah taman dengan pepohonan yang tinggi dan rindang yang tak jauh dari lokasi kantorku.Peralihan musim dari kemarau ke musim hujan membuat beberapa pepohonan menggugurkan daunnya agar tidak merangas kekurangan air. Dan sinilah aku tiap sore melihat daun daun itu berguguran. Dalam cuaca seperti ini, beberpaa orang menikmatinya dengan berfoto ria dengan pasangannya, anak dengan orang tuanya, dan sebagiam lagi remaja dengan teman teman mereka berpose dengan gaya saling saling melempar daun daun kering ke udara. Sedangkan aku yang duduk di sini hanya tersenyum menatap mereka.Kubenahi jaket yang membalut tubuh, serasa angin yang berembus barusan mempermainkan anak rambut dan cukup menusukka

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   31

    Siang ini aku berniat menemui Mas Randy untuk memintanya menandatangani berkas perceraian kami, sekaligus aku ingin memberi tahunya berita duka bahwa kekasihnya telah meninggal dunia.Begitulah, setelah 25 menit berkendara dari kantor, maka sampailah aku di rutan tempat mas Randy di tahan. Ia baru di pindahkan kemari setelah kemarin sempat satu bulan ditahan di kantor polisi."Bu Imelda," sapa salah seorang petugas yang pernah kutemui di pengadilan kemarin."Ya ... Ada ada Pak?""Ibu mau kemana?""Saya akan menemui Pak Randy," jawabku."Kebetulan ini saya mau menitipkan surat," katanya sambil menyodorkan kertas beramplop coklat."Dari siapa?""Dari mendiang Nona Elea, kami menggeledah selnya dan menemukan sepucuk surat yang ditujukan pada anda dan saudara Randy," jawabnya.Kupegang amplop itu dan berkali kali kutimbang untuk membuka dan membaca isinya. Kutepikan diri sejenak di bangku koridor rutan.Kubuka sisi amplop dan mengeluarkan selembar kertas yang bertulis di sana, Dear Mbak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status