02. Telepon Misterius (Bagian B)
"Alah, ribet kamu lama-lama! Suami pulang bukannya disiapin makan enak, atau sambutan yang hangat. Malah ditodong dengan kecemburuan yang tak ada ujung. Kamu itu terlalu lebay! Perasaan istri-istri temanku santai aja, tuh. Nggak ada yang rewel kayak kamu! Harus lapor ini itu, izin dulu kalo mau ke sini ke situ, bosen tau nggak lama-lama. Hidupku sudah terlalu banyak laporan, eh ... bini di rumah juga minta laporan. Nggak sekalian sambil ditulis berita acaranya?" sindir Mas Rengga yang membuatku semakin sebal.
"Kamu kenapa, sih, Mas? Kenapa jadi berubah gini? Empat bulan lalu pas kamu mau balik juga nggak kayak gini deh. Kamu santai-santai aja. Kenapa sekarang berubah?" tanyaku seraya merendahkan sedikit nada bicaraku.
"Ya karena aku bosan hidup selalu terkekang. Nggak bisa bebas kayak temen-temen aku! Padahal mereka juga sudah berkeluarga. Apalagi punya anak, tapi istrinya nggak ribet bin rempong yang banyak aturan kayak kamu!" kata Mas Rengga pedas.
"Apa tadi Mas bilang? Ribet bin rempong? Kenapa baru terasa sekarang? Kemarin-kemarin ke mana aja?" tanyaku ketus.
"Makanya, jadi istri itu nggak usah kebanyakan nonton drama sinetron, apalagi ditambah baca novel-novel nggak berbobot yang isinya nggak jauh dari orang ketiga. Bikin kamu jadi terpengaruh tahu, nggak!" ujar Mas Rengga sembari beranjak menjauh dariku.
Dia membuka lemari, memakai atasan kaos polos dipadu dengan celana pendek selutut. Tak lupa menyemprotkan parfum beberapa kali, hingga aromanya menyebar ke penjuru kamar.
"Cuma itu satu-satunya hiburanku setelah penat bekerja. Kamu kira aku kerja nggak capek apa? Nggak butuh hiburan? Meskipun cerita juga diambil dari kisah nyata, makanya dikemas dalam bentuk sinetron! Terus kalau aku nggak boleh nonton dan baca cerita gituan, apa hiburanku? Disuruh diem aja di rumah, goleran di kasur sendirian kayak orang beg0? Ngomong itu dipikir dulu, dong, Mas!" ujarku dengan napas tersengal-sengal karena berbicara dengan sedikit emosi.
Dadaku naik turun, nafasku memburu. Mas Rengga benar-benar keterlaluan, tak biasanya juga dia protes pakai acara menyindir hobiku untuk melepas lelah.
"Kamu, ya, ngeyel terus kalau dibilangin. Kenapa sih nggak bisa sedikit aja manut dan nurut gitu? Seperti istri-istri temanku! Makanya kamu cepetan hamil, dong. Punya anak gitu kek, biar ada hiburan di rumah. Jadi biar bisa nambahin semangatku juga buat lebih giat berlayar mencari nafkah! Pulang juga jadi nggak berasa lelahnya, karena disambut buah hati!" kata Mas Rengga.
Dadaku terasa sesak seketika bagaikan diketuk palu berkali-kali.
Aku tak terima jika harus dibanding-bandingkan dengan ibu jalasenastri lainnya. Aku, ya, aku, tak bisa disamakan dengan yang lain. Dan apa tadi dia bilang? Kenapa aku juga tak kunjung hamil?
Nyes sekali rasanya, mengetahui suami sendiri berkata seperti itu. Apa itu salahku?
"Apa tadi Mas bilang? Aku? Tak kunjung hamil? Mau hamil sama set@n? Sendirinya aja kalau dinas nggak tanggung-tanggung tuh waktunya. Sekalinya pulang cuma tiga sampai empat hari. Paling lama cuma sepuluh hari, belum lagi jika pas pulang ternyata kondisiku sedang menstruasi. Mas ini sebagai abdi negara apa dulunya di sekolah nggak belajar tentang reproduksi? Butuh waktu berapa lama kira-kira untuk membentuk janin, belum lagi jika cairan sperm@ Mas mati di tengah jalan, belum sampai sel telur udah KO duluan. Bukannya dulu kita pernah periksa kesehatan total sebelum menikah? Mas tahu sendiri kan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kondisiku, aku subur dan baik-baik saja. Memang Allah saja yang belum berkehendak, karena niat, usaha, dan doa kita kurang kencang. Jadi nggak usah nyalahin aku! Lagian, ya, aku nggak suka dibanding-bandingkan! Emangnya Mas mau aku bandingkan sama Mas Alif? Mantanku waktu sekolah dulu? Nggak suka kan?" jelas ku panjang kali lebar.
Kulihat mata Mas Rengga semakin melotot, emosinya tersulut, hidungnya kembang-kempis dan giginya gemeretak.
Ah ... mending aku berangkat senam dulu saja ke tempat GYM langganan ku, kebetulan hari ini jadwalnya untuk zumba. Ada mentor favoritku juga di sana. Setidaknya dengan zumba, aku bisa sedikit merilekskan pikiran yang semrawut ini.
Aku pun tak peduli lagi pada sahutan Mas Rendra, setelah bersiap aku bergegas mengendarai mobilku menuju ke sanggar senam.
Sesampainya di sana, masih sepi. Belum genap rasanya jika formasi belum lengkap, jadi aku memutuskan untuk berselancar saja di sosial media. Baru saja membuka password dengan menggunakan sidik jari, aku teringat jika harus menyelidiki nomor tersebut. Oke, aku berusaha menyalin nomor tersebut lalu menyimpannya ke dalam daftar kontak dengan nama 'XX' untuk memudahkan kontak random.
Setelah nya aku mencoba untuk membuka aplikasi W******p dan mencari kontak tersebut. Alangkah terkejutnya aku, saat menemukan fakta bahwa ternyata foto profil yang digunakan olehnya merupakan seorang wanita yang cukup ku kenali.
Bukankah dia seorang pengusaha muda yang namanya selalu berseliweran di headline surat kabar ataupun sosial media? Apa orang ini iseng menggunakan foto profil seorang yang terkenal karena mungkin sedang mengidolakannya?
Ah, tanpa basa-basi, aku segera mencari informasi terkait nama lengkap dan identitas tersebut.
Tanganku dengan lincah bergulir kian kemari, membaca artikel tentang bagaimana pengusaha muda dengan jenis kelamin perempuan itu bisa meraih kesuksesan di usia dini.
Aku begitu kagum dibuatnya. Hingga rasa penasaran ku memuncak dan berniat untuk menghubungi nya. Setidaknya, aku bisa tahu nanti. Benarkah pemilik nomor ini seorang Risa Andromeda, pemilik tambang dari Pulau seberang? Seorang gadis bertajuk Crazy Rich yang digandrungi para manusia.
Aku berusaha menetralkan perasaan sebelum akhirnya memberanikan diri untuk meneleponnya. Deringan keempat, panggilan pun akhirnya diangkat.
"Assalamualaikum, maaf, mau tanya. Apa benar saat ini saya tersambung dengan nomor pribadi milik saudari Risa Andromeda?" tanyaku dengan suara nyaris tercekat karena gugup.
"Iya, Mbak Keysa. Ini saya. Ada apa?" sahut suara lembut dari seberang membuat jantungku nyaris melompat dari tempatnya.
"Loh. Kok tau kalau saya bernama Key–"
"Bahkan, semua tentang suami Mbak Keysa saja saya tahu. Termasuk isi celana dalamnya, ukurannya, bahkan ... erangan kenikmatannya. Saya paham sekali, loh, Mbak!" ujar suara wanita itu terdengar begitu mendayu-dayu di telingaku.
"Ap–apa maksud kamu?" tanyaku dengan emosi yang sudah memuncak.
"Maksud aku, suami Mbak Keysa, yakni Mas Rendra. Jago banget mengambil alih permainan di atas ranjang. Suaranya ketika menyerukan nikmat begitu membuatku candu, Mbak! Hahaha!"
"Katakan saja dengan jelas, kamu pasti iseng kan? Ingin mengerjaiku?" tanyaku dengan kesal. Rupanya, dia wanita sinting yang sedang mencoba bermain-main denganku.
"Oh, tidak. Aku tidak level bergurau dengan dosen murahan yang gajinya dalam sebulan saja tidak ada menyentuh penghasilanku selama sehari! Udah, ya, Mbak! Salam buat Mas Rendra, miliknya nikmat sekali dan aku suka!"
Tut!
Panggilan terputus begitu saja.
"Sial ...!" Aku merutuk dengan kesal.
Baru saja aku hendak menghubunginya kembali, wanita itu mengirimiku sebuah foto yang seketika membuat mataku terbelalak lebar.
~Aksara Ocean~
"Jangan berbelit, sebaiknya katakan saja semuanya! Apa saja yang ingin kamu sampaikan, maka sampaikanlah! Aku udah nggak peduli lagi kok. Andai saja proses perceraian dengan abdi negara mudah untuk dilakukan, tentu saja aku sudah melakukannya sejak lama!" tantang Keysa tanpa gentar. "A-apa? Nggak! Keysa, kamu nggak boleh bilang seperti itu, karena kita nggak akan pernah pisah, kita nggak akan pernah cerai, aku bersumpah!" ujar Rengga sungguh-sungguh. Hal itu tentu saja membuat Risa semakin marah, wajah wanita dengan dress berwarna peach itu pun memerah. Tangannya mengepal dengan kuat. "Bagaimana jika kesepakatan yang pernah kau berikan padaku, akan ku sanggupi secepatnya? Bagaimana jika tawaran yang pernah kau ucapkan padaku, sanggup untuk aku penuhi sekarang juga? Apa kau akan tetap bersedia memberikan Mas Rengga untukku? Aku tahu kau seorang wanita cerdas, berpendidikan tinggi dan mempunyai popularitas yang cukup diagungkan di seluruh sosial media. Jadi, aku harap semua tantanganm
Bab 48 ENDINGPov Author"Alhamdulillah, akhirnya konferensi pers berjalan dengan lancar. Kita nggak harus buka aib ataupun masalah baru lagi. Beruntungnya juga mereka percaya kalau kejadian waktu itu di Restoran memang diperlukan untuk adegan syuting suatu serial nanti. Padahal, nggak tahu juga itu serial akan tayang kapan dan dimana juga, ya, Mas?" Keysa menghela napas lega. Dia beberapa kali mengusap dadanya dengan lembut. Keduanya saat ini sedang berada di gedung, tepatnya di belakang ruangan yang digunakan untuk jumpa pers tadi."Iya, Sayang. Alhamdulillah! Aku nggak nyangka juga, tanpa briefing pun Keysa bisa dan tahu kapan dia harus buka suara atau tidaknya. Tapi, aku butuh angin segar ini, Sayang. Tadi di dalam udah berasa sidang KPK. Bikin grogi banget, aku sampai mau napas aja susah, loh!" tanggap Rengga kini memandang ke wajah istrinya."Halo, apa kabar kalian? Gimana-gimana acaranya tadi? Lancar kan? Harusnya kalian sih, berterima kasih denganku, ya! Sebab, bibirku yang se
122. Rencana Keysa (Bagian C)Sontak, aku menoleh, ternyata dia tak benar-benar menutup pintu kamar mandi hanya karena ingin melihat aksiku di belakangnya. Ah, suamiku memang unik!"Udah, deh, Mas, jangan bercanda terus! Ayo, buruan! Nggak enak kalau kita nanti terlambat," kataku yang akhirnya memilih untuk tak menggubris candaannya lagi."Key, kamu cantik deh, serius!" ujar Mas Rengga saat aku mulai mengenakan pakaian. Kemeja modern berwarna peach, dipadu dengan celana kulot putih susu. Senada pula dengan hem berwarna peach dan celana kain berwarna putih yang akan dipakai oleh Mas Rengga nanti. "Serius, kita pakai baju couple yang itu, Key? Itu kan warnanya peach gitu. Masak iya aku pakai pink sih, Key?" tanya Mas Rengga masih setia di balik pintu kamar mandi. Dengan melongokkan setengah kepalanya, dia menggeleng seakan keberatan dengan outfit yang kupilih saat ini."Nggak papa, ini bagus banget tahu Mas! Ini kan peach, bukan pink! Siapa pula yang mencetuskan pertama kali, bahwa le
121. Rencana Keysa (Bagian B)"Iya, siap! Aku mengerti, Key, aku paham dengan semua rencana ini. Semoga berhasil, lebih cepat lebih baik, Key! Terima kasih banyak, kamu selalu menolong dan membantu ku hingga begini!" kata Mas Rengga seraya memelukku."Udah, ya, pelukannya!" ujarku berusaha untuk menghindar. Aku hanya menyunggingkan seulas senyum tipis padanya. "Yuk, kita bersiap berangkat! Aku akan mengatakan padanya bahwa kita sudah siap berangkat sebentar lagi. Aku akan menunjukkan padanya, di hadapan media dan semua orang yang sudah hadir untuk menonton, aku akan memamerkan ke seluruh dunia, siapa pemilik mu yang sebenarnya!" seruku dengan mata yang berbinar. Mas Rengga mengangguk antusias. Sementara aku, langsung saja mandi dan bersiap."Key, plakat dan id card serta surat ini sementara akan ku letakkan di dalam brankas kita saja, ya? Boleh?" tanya Mas Rengga sebelum aku benar-benar beranjak dari tempat."Oke, terserah! Letakkan di tempat paling aman yang kamu rasa bisa dijadika
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU122. Rencana Keysa (Bagian A)"Ini maksudnya apa, sih, Mas? Kan hanya sebuah id card, terus ini apa? Plakat? Maksudnya apa, sih? Aku bingung deh," tanyaku seraya mengerutkan kening. Mas Rengga hanya menggertakkan giginya, hingga bunyi gemeretak terdengar jelas di telinga."Ini id card, hanya 'pemain' ulung yang bisa mendapatkannya. Untuk mendapatkan id card ini, tidak semua orang bisa mencapainya, Key. Apa, ya, aku susah sekali mau jelasin sama kamu. Intinya, ini bisa disebut sebagai penghargaan, Key. Dalam permainan slot judi online, akan ada plakat dan id card yang dikirim, biasanya ditujukan untuk 'pemain' setia yang sudah mencapai level, serta syarat dan ketentuan dari mereka. Ini yang paling tertinggi, ini juga seharusnya rahasia. Jangan sampai ada orang yang tahu, aku punya ini, Key! Ini bisa dijadikan bukti kuat bahwa aku terjebak dalam permainan judi online secara sadar! Kenapa bisa Risa yang memperolehnya? Apa dia yang sudah mengirimkan plaka
121. Paket Misterius (Bagian C)Rupanya, wanita yang berusaha untuk menggeser posisiku adalah lawan yang cukup tangguh dan juga kuat."Iya, aku tidak sedetail itu, Key. Waktu Yono dan rekan lain memperkenalkan kami, aku juga tidak paham dia siapa. Apa pekerjaannya dan juga statusnya. Aku baru tahu setelah lumayan dekat. Barulah aku mengerti bahwa dia seorang selebgram yang sering diundang sebagai inspirator wanita muda. Cukup menarik!" ujar Mas Rengga."Apanya yang menarik?" tanyaku dengan mata membulat."Eh, nggak! Profilnya, menarik! Iya, hanya itu. Karena wanita bisa mendapatkan kekayaan seperti pengusaha yang sudah bergelut menjalankan bisnis selama puluhan tahun. Tapi, Risa? Hanya dalam hitungan jari saja tahunnya, sudah bisa mendapatkan banyak properti. Banyak investor berlomba-lomba ingin bekerja sama dengannya. Mungkin saja dia pintar berbisnis. Sehingga membuahkan hasil besar!" kata Mas Rengga. Dia menopang dagu nya kembali.Kali ini pandangannya lurus ke arah depan."Halah,
120. Paket Misterius (Bagian B)Pantas sedari tadi dia hanya menunduk, tidak berani menatap kedua bola mataku. Rupanya, Mas Rengga sedang menangis. Bahkan, air matanya ada yang menetes mengenai tanganku."Mas, kamu menangis?" tanyaku seraya mencoba untuk mengangkat dagunya secara perlahan."Keysa, ih. Nggak, ini aku cuma kelilipan," jawabnya dengan nada tegas. Aku tertawa. Rupanya, hanya dengan melihat Mas Rengga seperti itu saja sudah sanggup membuatku tersenyum."Ngapain menangis? Sudah lah, Mas. Santai aja. Kita jalani saja dulu. Yang pasti tugas pertama kita sekarang, mencari tahu keinginan Risa dan apa tujuannya melakukan ini semua. Lalu, kita tinggal mencari tahu siapa dalang di balik surat kaleng yang ditujukan untuk Romo." Aku hanya menenangkan dia apa adanya. Bukannya aku tidak luluh, hanya saja aku malas jika harus berdrama tangis menangis di tempat umum seperti ini. Bisa jadi jika ada yang mem videonya, kami pasti bakal viral lagi. Dan aku nggak mau menambah masalah lagi!
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU119. Paket Misterius (Bagian A)"Ini, Mas!" Mataku masih menatap layar ponsel milik Mas Rengga. Namun sayang, panggilan yang terdengar dari speaker mau tak mau harus merubah kedua ponsel ini menjadi mode pesawat. Namun, Mas Rengga selalu saja menyarankan untuk menonaktifkan nya saja. Entahlah, apa alasannya. "Jangan lupa untuk mematikan ponselnya, Key!" ujar Mas Rengga. Sepertinya dia melihat saat aku hanya mengubah sinyal ponsel menjadi mode pesawat. "Ini udah sama aja kali, Mas!" sahutku seraya mengacungkan dua ponsel ke arahnya dalam posisi mode pesawat."Jangan, Key! Lebih baik nonaktifkan saja! Sini!" pinta Mas Rengga mengulurkan tangannya padaku. "Iya, iya! Biar aku saja yang menggantinya," balasku sembari menekan tombol power hingga kedua ponsel dalam tanganku menggelap, dan kemudian mati."Sudah!" Aku mengangguk lalu memasukkannya ke dalam tas pinggang yang dipakai oleh Mas Rengga."Apa Risa mengirimkan pesan lagi padamu?" tanya Mas Rengg
118. Mungkinkah? (Bagian D)"Terserah. Kita pastikan saja nanti, Mas. Aku juga pusing. Masalah kita belum juga selesai, sekarang harus ditambah lagi masalah surat kaleng yang dikirim pada Romo. Setelah kamu bercerita padaku semuanya, setelah itu juga keluargamu akan tahu, Mas. Terutama Romo dan juga Ibu. Mari kita sebaiknya memikirkan bagaimana cara menyelamatkan nama baik keluarga terlebih dahulu!" ujarku penuh penekanan.Mas Rengga menatapku penasaran, dia seolah ingin tahu, apa maksud dari ucapanku."Maksud kamu bagaimana? Apa hubungannya surat kaleng Romo dengan masalah yang kita hadapi saat ini, Keysa? Kamu jangan membuatku semakin bingung dan merasa tak karuan seperti ini!" kata Mas Rengga dengan tegas. Dia berkali-kali terdengar menghembuskan napas kasar. Dadanya naik turun dengan cepat."Kamu belum tahu kan apa isi surat kaleng itu?" tanyaku padanya."Apa memangnya?" tanya Mas Rengga malah menatapku dengan intens."Di dalam surat kaleng itu mengatakan bahwa kamu terlibat besar