KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU68. Tak Hanya Digoyang Ombak (Bagian A)"Kok tiba-tiba jariku tremor gini ya, buat ngangkat panggilan dari ulat bulu?" Dengan gaya angkuh aku mencoba untuk tak tertarik dengan ponsel Mas Rengga. Tetap saja aku malah semakin merebahkan tubuhku bersandar pada jok mobil. "Ya sudah, biarkan aja!" sahut Mas Rengga malas-malasan."Angkat aja nggak papa, Mas! Siapa tahu ada hal penting yang mau dia sampaikan. Sapa tahu juga dapat tawaran mantap-mantap kan? Asyik, dong!" seruku dengan wajah datar. Terlihat jelas bahwa raut wajah Mas Rengga kini malah terlihat bingung dan menatapku dengan pandangan aneh."Kenapa natap aku gitu? Ada yang aneh?" tanyaku yang kini sibuk memainkan ponsel. Sama sekali aku tak berniat melirik atau menatap balik netra milik suamiku."Nggak!" sahut Mas Rengga dengan cepat. Lalu, tangannya tiba-tiba saja sudah meraih ponsel yang berdering seakan menjerit ingin segera ditolong."Halo, Mas? Kenapa baru ngangkat, sih?" Langsung saja aku
69. Tak Hanya Digoyang Ombak (Bagian B)"Hmm, aku bertemu Risa karena tak sengaja awalnya. Waktu itu kami selesai mengamankan misi dari sebuah strategi. Anak-anak mengajakku untuk refreshing sedikit. Ya, main ke bar … hanya untuk menikmati segelas kecil minuman sebagai hiburan. Cuma itu saja! Di sanalah aku kenal dengan Risa karena salah satu rekanku merupakan teman baiknya. Bisa dibilang kami berjumpa dengan cara tiba-tiba, alias hanya kebetulan semata!" jelas Mas Rengga membuatku menyimak. Aku juga penasaran bagaimana mereka bisa berkenalan. Hanya saja, kali ini aku akan memasang wajah tak peduli, walaupun sebenarnya ingin."Terserah lah, Mas. Kamu teguh dengan alibi mu sendiri pun aku nggak peduli! Benar dulu kata temanku semasa sekolah, punya suami pelayar itu sebenarnya capek! Habis, dermaganya banyak banget! Eh, malahan aku sekarang yang ngerasain!" ucapku seraya mengedikkan bahu."Key, sumpah! Jangan bilang begitu! Ucapanmu barusan itu seakan-akan aku memiliki banyak wanita ha
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU70. Ibu sudah tahu? (Bagian A)"Key, kamu jangan mudah percaya! Semua omongan dia itu nggak ada yang benar! Gila, ya! Dia benar-benar psikopat!" ujar Mas Rengga seraya menggertakkan giginya. Aku hanya diam, menunggunya melakukan pembelaan. "Psikopat? Bukannya kamu cinta? Bahkan, kamu sempat menawariku untuk berpoligami saja. Lupa, Mas?" tanyaku dengan santai. Mas Rengga terlihat bingung, dia menyandarkan tubuhnya pada jok dan menggeleng lemah."Maaf, Key. Waktu itu aku hanya terpaksa saja!" kata Mas Rengga terdengar lirih."Udahlah, Mas. Nggak usah dibahas. Mending fokus nyetir, aku ingin segera sampai tempat Ibu!" sahutku dengan cuek. Berbicara tentang Risa pada Mas Rengga seakan tidak pernah berujung. Aku sendiri juga tak tahu, mana yang pantas untuk dipercaya ucapannya? Mas Rengga, suami yang sudah menjagaku dan memenuhi semua kebutuhanku semenjak beberapa tahun silam. Ataukah si gundik yang baru saja aku kenal? Tak perlu berlarut untuk memikirk
71. Ibu sudah tahu? (Bagian B)Hampir saja terbahak aku, saat membaca komentarnya yang diberikan di postingan suamiku. Dia berharap apa tadi katanya? Suami yang sayang dengannya? Suami orang maksudnya? Lalu, apa tadi? Mertua yang bisa memperlakukannya dengan baik? Asli, aku ingin tertawa sekencang-kencangnya. Dia sendiri saja tidak bisa memperlakukan wanita lain dengan baik, kok bisa-bisanya dia tak tahu malu ingin diperlakukan secara baik. Sengaja, aku ingin memancing perhatiannya. Aku tekan tombol love untuk komentarnya, itu berarti aku dengan menyukai komentar yang dia berikan.Tak sampai menunggu berapa lama, saat ku putuskan untuk menjelajahi beranda. Story instagram Risa terlihat aktif. Dia baru beberapa menit yang lalu memposting sebuah kata-kata. 1% senang, 99% terluka. Aku mengernyitkan kening saat melihat dirinya memposting story dengan isi kata seperti itu. Tapi, aku tak ingin membalas ataupun berkomentar dengan akun suamiku. Bisa GR dia. Lagipula aku yakin, Risa tidak ak
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU72. Partner! (Bagian A)"Ya … sudah Ibu duga kalau Rengga memang sedang menyembunyikan sesuatu di belakang Ibu juga, terutama kamu," ujar Ibu mertua yang kini menatapku dengan wajah serius. Gurat keriput yang tersamarkan dengan riasan tipis bedak dingin, membuatku tersadar bahwa waktu sudah berjalan begitu cepat. Dan aku sudah mengenal Ibu selama hampir tujuh tahun lamanya."I-ibu … tahu dari mana?" tanyaku dengan suara sesenggukan. Aku menghapus air mata yang sudah menggenang dengan kasar. Tak ingin Ibu mertua semakin bersedih melihatku terpuruk seperti ini.Bukankah Keysa yang dia kenal adalah wanita dengan hati kuat dan tegar? Bukankah Keysa yang dia tahu, adalah seorang wanita karir yang mandiri, dan tak mempunyai waktu hanya untuk membahas dan menerka-nerka hal tak jelas semacam ini? Begitulah kurang lebih yang dipandang Ibu dariku, selama ini.Tapi, nyatanya? Aku tetap wanita biasa. Aku manusia yang tentu saja punya hati dan perasaan seperti l
73. Partner! (Bagian B)"Tunggu, Ibu belum selesai ngomong!" potong Ibu dengan cepat. Aku hanya bisa mendesah pelan."Apa menurutmu wajar? Dia datang dengan dandanan kurang sopan, di acara makan malam keluarga kita? Bahkan, dia sempat mengeluarkan suaranya hanya untuk menyerukan pertanyaan konyol yang sama sekali nggak lucu jika ditujukan untuk lelaki bergelar suami, apalagi hal itu diucapkan langsung di depan Ibu, yang dia tahu sebagai ibu kandung Rengga. Apa kamu ndak memikirkan, bagaimana perasaan Bapak dan Ibumu juga waktu itu? Keysa, walaupun itu hanya bergurau atau candaan. Suami orang atau sebaliknya, ndak cocok dijadikan bahan lelucon di depan keluarga besarnya! Satu lagi pertanyaan Ibu kali ini, apa kamu ndak merasa curiga dengan tatapan wanita itu yang mencuri-curi pandang ke suamimu? Bahkan, Ibu sering kali menangkap Rengga juga meliriknya sebelum semuanya menyadari. Apa Rengga sudah terbiasa begitu dengan lawan jenis selama ini? Apa menurut kamu itu hal yang wajar? Karena,
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU74. Ancaman Risa (Bagian A)Setelah mengobrol dari hati ke hati bersama dengan Ibu tadi, aku merasa sedikit lega. Setidaknya, aku bisa berbagi sedikit beban yang aku rasa.Mas Rengga lebih banyak melamun, setelah ku dengarkan isi rekaman ku bersama dengan Risa saat kami hadir dalam undangan podcast. Entah, apa yang berusaha dia pikir. Aku sendiri tak bisa menyelami isi hati dan pikirannya saat ini. Mas Rengga sungguh terlihat kacau dan berantakan. Aku tak menyangka, seorang Risa saja bisa membuatnya seperti itu."Rengga, Keysa … lusa Ibu kembali ke Jogja, ya. Kalian harus baik-baik! Menurut Ibu, kamu sudah ndak perlu lagi ikut perjalanan dinas yang menyisir dari kota ke kota, apalagi sampai ke luar pulau. Usia kalian sudah matang, cobalah berpikir untuk masa depan. Fokus memiliki turunan, itu bisa menjadikan kalian semakin dekat. Pernikahan memang bukan hanya tentang generasi penerus, tapi apa salahnya jika kalian berusaha untuk mencoba lebih keras? K
75. Ancaman Risa (Bagian B)Aku menggeleng."Nggak usah, Mas. Jangan terlalu berlebihan!" sahutku berusaha terlihat datar. Aku hanya melengkungkan senyum dengan kondisi terpaksa."Keysa, nggak usah malu sama Ibu, suamimu ini pelaut! Tentu nggak akan oleng hanya karena membawa beban tubuhmu saja!" kata Ibu terkekeh.Aku semakin canggung, jika Mas Rengga berlaku seperti ini, sebelum insiden dengan kondisi begini. Tentu saja dengan hati yang riang gembira aku sudah naik ke atas punggungnya, tanpa dipaksa. Tapi kali ini? Rasanya risih, saat mengingat bahwa bisa jadi dia juga melakukan hal yang sama pada Risa. Sehingga aku bukanlah satu-satunya yang menaiki punggung kokohnya. Ah, pikiranku mendadak menjadi ngawur. Tak bisa terkontrol begitu saja."Key, kok malah melamun? Udah, sana! Naik ke atas, cepat istirahat. Bukankah besok jadwal mu padat?" kata Ibu mengingatkan."Iya, Bu. Tapi, sungguh, Keysa tak ingin beradegan seperti ini. Biar Keysa jalan saja, ini terlalu berlebihan!" tukasku de