Share

Julidnya Ipar

Author: Siti_Rohmah21
last update Huling Na-update: 2022-06-13 19:52:19

Aku terdiam sejenak sambil mengukir senyuman, betapa beruntungnya aku memiliki seorang ayah seperti papa.

Tiba-tiba saja ingatanku mengulang kata-kata Mas Arlan yang bilang bahwa menurut tetangga, dirinya bukan anak kandung Mama Desti. 

"Emm, Pah, aku boleh minta tolong satu lagi?" tanyaku lebih dulu.

"Apa, Sayang?" tanya balik papa. Kemudian, kaki ini aku turunkan ke bawah dan beranjak ke ujung jendela, pembicaraan ini sangat rahasia, jadi aku takut Mas Arlan mendengar obrolan kami.

Aku berdiri berada di depan jendela persis, menyandar dan berdiri dengan santai.

"Pah, menurut sependengaranku, Mas Arlan itu bukan anak kandung Mama Desti, bisakah Papa cari tahu tentang hal ini? Aku tuh memang merasa perbedaan antara Mas Gerry dan Mas Arlan. Mama bedain banget," ungkapku masih berada di sudut jendela tapi mata ini tetap mengawasi Mas Arlan. 

"Kok bisa gitu? Coba nanti Papa cari tahu melalui Om Farhan selaku bos nya Gerry," jawab papa.

Mas Gerry itu kerja di perusahaan milik adiknya papa, ia menjabat bagian keuangan di sana. Desas-desus korupsi pun terdengar dari segelintir staf dan karyawan di sana, namun belum ada team audit yang dapat membuktikan korupsinya. Tiap kali mereka melakukan pengecekan, semua keuangan bersih nyaris tidak ada selisih, entah dari mana Mas Gerry bisa menutupi itu semua, tapi yang jelas Om Farhan dan team audit akan lebih waspada lagi untuk mengungkap aksi Mas Gerry secara mendadak. 

Tiba-tiba kaki Mas Arlan bergerak, aku khawatir ia terbangun. Jadi dengan cepat aku usap tombol merah pada ponsel untuk menutup telepon. Papa yang sudah terbiasa dengan sikapku ini pasti paham.

Benar saja tangan kanannya mulai mengusap mata, karena tangan kiri meraba ke sebelah tidak ada aku di kasur sana. Perlahan matanya menatapku yang berada di sudut jendela. Aku berpura-pura menghadap ke arah luar seraya menatap pekarangan depan.

"Kamu belum tidur, Sayang?" tanya Mas Arlan. Aku pun pura-pura terkejut sambil menoleh ke arahnya. 

"Nggak bisa tidur, Mas. Aku cari angin saja ke depan jendela," jawabku jelas berbohong. 

Lalu Mas Arlan tampak turun dari ranjang, kemudian ia menghampiriku. 

Kini tangan Mas Arlan berada di pinggang dan melingkar sekitar perutku. Dagunya juga ada di atas bahuku, pipinya pun menempel lekat di pipi ini. 

"Kamu kepingin punya rumah dan mobil seperti Mbak Dila, ya?" tanya Mas Arlan membuatku mengernyitkan dahi. Ternyata ia menduga seperti itu, mungkin karena kamar kami menghadap rumah Mbak Dila dan Mas Gerry. 

"Hah, nggak kok, Mas, aku lagi cari angin aja ke depan," jawabku sambil membelai pipinya. 

Nyaman ketika ia memeluk dari belakang, sentuhan jarinya dan bicaranya yang lembut pada istri membuatku benar-benar tergila-gila padanya. Bukan dikuasai cinta buta, tapi kepribadian lelaki seperti Mas Arlan sungguh jarang ditemui. 

"Maafkan aku ya, Sayang, belum bisa beliin kamu rumah seperti Mas Gerry pada Mbak Dila, aku belum bisa beliin mobil juga. Seandainya papa masih ada, mungkin dulu kuliahku takkan terputus dan menjadi sarjana seperti Mas Gerry, jadi mencari kerja juga enak," ungkap Mas Arlan. 

Aku menghela napas, karena tahu betul Mas Arlan harus bekerja keras setelah mendiang papanya meninggal dunia, sedangkan Mas Gerry, ia tetap melanjutkan kuliahnya dengan dalih dari Mama Desti bahwa anak pertama harus sukses.

Aku balik badan, kini posisi kami saling berhadapan. Jarak antara aku dan Mas Arlan hanya satu jengkal saja.

"Mas, tidak ada yang membuatku bahagia selain kasih sayangmu ini, terima kasih ya. Aku yakin suatu saat kamu akan menjadi orang sukses melebihi Mas Gerry," ungkapku padanya. Pandangannya yang sejuk membuat dadaku selalu bergetar saat berhadapan dengannya.

"Aku yang terima kasih padamu, karena sudah mengerti keadaan suamimu ini," timpal Mas Arlan sambil merapikan rambutku yang sedikit berantakan. 

Setelah itu aku dan Mas Arlan kembali ke ranjang, kami berdua memejamkan mata supaya pagi harinya lebih fresh.

***

Pagi telah mengeluarkan sinarnya, tepat di hari jumat ini aku mengantarkan Mas Arlan ke parkiran depan. Sudah ada motor honda beat kesayangan Mas Arlan terparkir. Kemudian, di seberang rumah ada Mas Gerry yang sudah memanaskan mobilnya dan segera berangkat. Sekalipun mereka adik kakak, tak pernah Mas Arlan diajak bareng saat berangkat kerja, padahal kantor Mas Arlan pasti dilintasi oleh Mas Gerry. 

"Aku duluan ya," sapa Mas Gerry sambil menyalakan klakson mobilnya, tangannya pun melambai seraya berpamitan. Aku dan Mas Arlan hanya mengangguk seraya menjawab sapaannya.

Sementara Mbak Dila, ia menutup garasi rumahnya, lalu berhenti di penghujung pintu garasi.

"Eh kalian tadi disapa Mas Gerry jawab iya kek, ini cuma manggut doang, bilang hati-hati gitu kan enak dengarnya. Kalian tuh kenapa sih? Iri sama kami?" Mbak Dila mulai memancing emosi di pagi hari. Aku nyaris tersulut karena ucapannya. Namun, tangan Mas Arlan yang menyurutkannya.

Akhirnya aku menghela napas untuk meredam amarah.

"Sudah, kamu masuk ya, aku berangkat dulu," ucap Mas Arlan sambil menyalakan mesin motornya. 

Kemudian, aku pun masuk tak menghiraukan kicauan Mbak Dila yang tidak jelas di depan garasi. 

Aku masuk ke dalam, sudah ada Mama Desti yang merapikan sisa-sisa sarapan kami. Aku pun segera membantunya. 

"Telat, sudah hampir beres baru bantuin, dasar menantu aneh kamu," cetus Mama Desti. 

"Maaf, Mah, tadi hanya nganter Mas Arlan ke depan," jawabku mengalah.

"Kamu tuh nggak seperti Dilla, dia keluarganya jelas, kalau kamu tuh nggak jelas, jangan-jangan nih ya uang Arlan habis untuk transfer keluargamu," tukas Mama Desti membuatku terbelalak. Mana ada seperti itu? Yang ada uang gaji Mas Arlan sepuluh juta rupiah itu karena papaku yang berikan gaji sebesar itu.

"Mah, keluargaku tidak seperti itu," jawabku singkat. 

"Alah, kalau bukan untuk keluargamu, lalu uangnya Arlan ke mana? Hah!" sentak Mama sambil membanting piring ke meja seraya marah. 

Kemudian, Mama Desti pergi meninggalkanku di dapur. Sedikit kesal mendengarnya, namun aku hanya menelan ludah dan berusaha bersabar sambil menunggu waktunya tiba.

***

Tepat pukul sebelas siang, Hesty bangun dari tidurnya, anak gadis yang akan dipersunting sebulan lagi itu baru saja bangun. Kemudian, Mbak Dila datang dan berhenti saat melewati aku yang sedang menonton televisi di ruang keluarga. 

"Loh loh, udah beres masak nih? Kok enak-enakan duduk uncang-uncang kaki?" Mbak Dila memancing emosiku kembali, pendingin suasana hati tidak ada di sampingku, tentu amarah ini akan sulit kuredam jika mendengarkan dia bicara. Akhirnya keputuskan bangkit dari duduk, lalu hendak ke kamar tanpa menjawab sindiran pedas darinya. Namun, jarinya begitu cepat menarik rambutku yang terurai.

"Aw, sakit, Mbak," lirihku.

"Makanya kalau ditanya tuh jawab, jangan malah pergi," ketusnya sambil melepaskan jambakan rambut, tapi aku jadi terjatuh ke lantai, begitu juga dengan ponsel genggam yang kubawa, jatuh tepat di kakinya.

Ponsel itu berdering di saat yang bersamaan jatuhnya ke hadapan kaki Mbak Dila. Ia yang berada lebih dekat pun menyorot layar ponselku yang bercahaya karena panggilan masuk. 

"Om Farhan? Kok aku tidak asing dengan namanya ya? Foto profil W******p nya juga seperti aku kenal," celetuk Mbak Dila yang melihat panggilan masuk dari Om Farhan, atasan Mas Gerry.

'Sial, dia sadar lagi foto yang dipakai Om Farhan sebagai profil. Gawat ini kalau dia tahu lebih dulu,' gumamku di dalam hati.

Bersambung 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Johannes Samuel
keren banget
goodnovel comment avatar
Ninik
ipar jahat,kenapa TDK d balas
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 87. TAMAT

    "Apa yang diculik itu sekarang masih hidup, Mbok?" tanyaku menyelidik. Ini kesempatan emas untukku mencari tahu, khawatir hal ini ada kaitannya dengan cincin inisial C."Baru saja meninggal tadi, Non. Makanya Mbok ke sini, takut, Mbok punya firasat tidak enak. Ingat kejadian dulu Mama Desti yang telah membunuh mamanya Mas Arlan," ungkap Mbok Nur.Aku pun mendadak berkeringat, ini masalah yang dulu bisa diungkap kembali jika ada sesuatu yang terjadi dan Mama Desti membantunya."Om curiga ini Dila menculik Calista, dan kakaknya, sampai sekarang informasi itu masih simpang siur," ucap Om Farhan.Aku tertunduk, masih merasakan cucuran keringat yang keluar sedikit demi sedikit sebesar biji jagung."Kebenaran akan menang, Om, kejahatan pasti akan kalah," timpal Mas Arlan.***Akikah anak pertamaku telah tiba, acara banyak dikunjungi oleh tamu undangan. Semua sudah datang untuk mendoakan baby AN menjadi anak soleh.Acara dilaksanakan penuh khidmat. Lantunan ayat membuat acara yang netral me

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 86. Secercah Titik Terang

    Aku termenung sejenak, meneliti huruf inisial yang tertera di cincin. Namun, tiba-tiba saja Baby AN nangis, aku langsung menggendongnya, cincin itu digenggam Mas Arlan.Kami semua masuk dan menuju kamarku, pernak pernik bayi sudah terukir di sudut kamar, "Ah senangnya memiliki bayi, seperti punya kehidupan baru lagi," ucapku sambil menghela napas dan menyoroti ruangan.Tangan Mas Arlan berada di bahu, ia menepuk pundak ini pelan, lalu menciumi keningku dan Baby AN."Kesayanganku, kalian ini jantung hatiku," ungkap Mas Arlan.Aku tersenyum sambil menyandarkan kepala di bahunya.Inilah keluarga kecilku, setelah beberapa purnama mengharapkan kehadiran sang buah hati, kini bayi mungil berada di pangkuan kami.Mama keseringan bolak-balik karena tidak bisa mendengar Baby AN nangis, ia langsung buru-buru datang ketika tangisan cucunya memekikkan telinga. Padahal hanya buang air besar, mamaku sudah khawatir padanya."Kalau lihat dia ngejan langsung buru-buru salin dong jangan sampai lecet," s

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 85. Cincin Inisial C

    "Itu dia, Nilam, Om obrolan Om belum selesai tapi Dila udah datang," kata Om Farhan.Papa melirik ke arah adiknya, lalu berpindah ke arahku."Apa kematian Calista sabotase Dila?" tanya papa tiba-tiba curiga."Masa iya kecelakaan kapal bisa salah? Waktu itu kita nggak datang sih ya ke rumah sanak saudara mengucapkan bela sungkawa," timpalku. "Lagian kalau sabotase, sembilan bulan masa iya tidak tercium," tambahku masih tidak percaya."Bukankah mamaku juga meninggal dunia karena sabotase Mama Desti? Dan baru ketahuan setelah puluhan tahun," sambung Mas Arlan.Aku terdiam sejenak, yang dikatakan oleh Mas Arlan ada benarnya, tapi ini juga termasuk buruk sangka, sebab saat Calista dinyatakan meninggal dunia, Mbak Dila itu berada di dalam jeruji besi."Ah sudahlah, tak usah memikirkan yang sudah tidak ada, lagi pula yang namanya bangkai pasti terkuak. Jika ada sabotase dalam kematian Calista dan kakaknya, cepat atau lambat akan terbongkar juga. Sekarang, kalian fokus dengan Baby AN, mau dik

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 84. Baby AN

    "Kamu harus kuat, Nak. Demi Mama," lirih mamaku seraya memohon.Terlintas semua yang kulalui bersama Mas Arlan. Seketika kekuatan muncul dan perut terasa mulas ingin buang air besar."Mah, aku kepingin mengejan," kataku dengan suara pelan. Rasanya tenaga yang tersisa sudah tidak banyak.Mama menoleh ke area bawah, ia terkejut melihat sudah banyak darah yang mengalir dari area vagina. "Nilam, sepertinya kamu sudah pembukaan sembilan, ya sudah dicoba mengejan," suruh mama.Aku berhitung dalam hati lalu mengerang sambil mengejan, dan mama menyuruhku terus dan tambahkan kekuatan. Setelah mengejan ketiga kalinya, tiba-tiba saja seperti ada yang jatuh ke daerah jok mobil. Kemudian, suara bayi menangis pun melengking tinggi."Ya Allah anakmu sudah lahir, Nilam. Bayinya laki-laki," ungkap mama.Aku tersenyum sambil menurunkan bahu. Ada tangis mengiringi, akhirnya aku kuat mengeluarkan bayi di dalam mobil sendirian, hanya di bantu mama."Mah tapi aku masih mulas," kataku sambil menjerit kembal

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 83. Sembilan Bulan Berlalu

    Aku sudah kongkalikong saat melakukan pembayaran. Tadinya hanya minta tolong periksa, tapi kata Mas Arlan, sekalian kalau ada yang janggal bikin bagaimana caranya mengetahui bahwa Tante Sita ini berbohong. Jadi, ketika keluar ruangan aku pun melakukan sandiwara seperti Tante Sita. "Sekarang sudah jelas, Tante yang mengurung Om Farhan dua hari ini, kan?" cecarku sengaja. "Jangan sembarangan nuduh kamu, Nilam!" sanggah Tante Sita. "Aku nggak sembarangan, tentu disertai bukti. Dokter Lutfi adalah temanku, ia bilang obat bius itu takkan mungkin digunakan sendiri oleh Om Farhan, itu artinya ada orang yang masuk sebelum Tante Sita," terangku. "Tapi bukan Tante.""Lalu siapa wanita yang dia hari ini bolak balik ke sini? Sudahlah jangan bohong!" Aku bukan sembarangan menuduh tapi sudah bilang pada petugas hotel untuk mengirim rekaman CCTV-nya ke nomorku. "Jadi kamu?" Tante Sita mulai sadar. "Ya, tadi petugasnya aku bisikan sesuatu, aku minta dikirim rekaman CCTV saat Om Farhan datang,

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 82. Farhan Ditemukan

    "Kita ikutin aja, apa jangan-jangan Om Farhan dibius atau disekap?" Mas Arlan curiga dan langsung membuka sabuk pengamannya. Aku pun ikut membuka sabuk dan turun membuntuti Tante Sita. Kami berjalan dengan sembunyi-sembunyi, bersama dengan iringan langkah Tante Sita. Namun, kami kesulitan saat ia masuk lift. Tidak mungkin juga kami ikut masuk ke dalamnya. Akhirnya aku dan Mas Arlan membiarkan Tante Sita naik duluan. "Aku yakin dia ke apartemen Om Farhan, dan dua hari ini Tante Sita bersama dengannya," ucap Mas Arlan seakan menuduh bahwa Tante Sita yang menyembunyikan Om Farhan. "Aku sempat ketemu dengannya kemarin, Mas. Apa dia sengaja?" Aku jadi ikut curiga, sebab ia memohon untuk merayu Om Farhan. "Kalau gitu kita harus cepat ke kamarnya, kalau nggak nanti Tante Sita akan berbuat nekat, atau bahkan bisa memindahkannya," tutur suamiku. Kemudian lift kembali terbuka, kami segera menuju apartemen milik Om Farhan. Langkah kaki kami begitu cepat hingga mereka yang melihat pun menyo

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status