แชร์

Bab 6

ผู้เขียน: Evie Yuzuma
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-12-28 06:56:08

Aku sudah mengajukan izin pada Bu Ratna---selaku pimpinan LPC Al Huda atau Lembaga Professional Course Al-Huda di mana aku bekerja, pastinya setelah berbincang dengan Mbak Ana. Dia yang biasanya menggantikan tugas pentingku ketika akan ada keperluan seperti sekarang.

Pakaian hitam putih sudah rapi kukenakan. Kupoles wajah dengan bedak, tetapi sayangnya malah aneh. Kulitku yang gelap ketimpa bedak yang putih malah terkesan dipaksakan. Akhirnya kucuci lagi muka dan hanya memakai foundation seharga sepuluh ribuan. Tak memunculkan efek apa-apa, hanya saja setidaknya tak terasa terlalu kering. Kupoles lip balm warna natural agar bibirku tampak segar.

Kerudung warna hitam menjadi pilihan. Kulipat kerudung segi empat itu dan kupertemukan dua sisinya. Lekas kupakai dengan simetris. Setelah tersemat jarum pentul, lekas aku mengambil tas yang sebetulnya hanya berisikan ballpoint, dompet kecil, ponsel, kotak makan segi empat dan air mineral.

“Bu, Diva berangkat dulu!” Aku menghampiri Ibu yang tengah menyuapi Bapak.

“Sarapan dulu, Va!” tukas Ibu.

Aku melirik jam tangan yang kukenakan. Sudah pukul setengah tujuh, rasanya malu kalau datang terlambat.

“Diva bawa kok nasi gorengnya ke kotak makan. Nanti di sana kalau masih lama, Diva cari tempat buat sarapan.”

“Hathi-hathi!” tukas Bapak dengan suara tak jelas.

“Iya, Pak, Bu! Doain Diva, ya! Assalamu’alaikum!” Aku menguap salam. Lantas lekas meninggalkan role model yang kujadikan panutan. Dari Ibu aku belajar, bagaimana mencintai seseorang dengan tulus. Dia tak pernah mengeluh dan merawat Bapak dengan telaten. Ah, sungguh jika dalam film Habibie Ainun aku terharu pada pengorbanan dan kesetiaan Rudy yang memilih sendiri sampai maut menjemput. Di sini aku terhanyut dalam ketangguhan dan kesetiaan Ibu, di mana tetap tegar berpijak pada dua kaki menghadapi badai yang tak mudah ini.

Bismillah, Bu! Doakan anakmu ini. Jika bisa kuraih bintang gemintang, maka yang pertama kuberikan untuk menggenggamnya adalah kalian.

Aku mengendarai honda beat keluaran lama ini hingga di depan sebuah bangunan yang tak terlalu luas. Bangunan ini termasuk dari bagian ruko-ruko yang berderet di depan pasar. Jaraknya bisa ditempuh dengan menghabiskan sekitar enam puluh menit dari rumah beserta macet-macetnya. Sedikit lebih jauh dari tempat kerjaku sebelumnya. Waktu interview masih jam delapan. Aku punya waktu untuk rehat sebentar dan menyantap sarapan.

Jam delapan kurang lima belas menit, aku sudah berada di area lobi. Rupanya distributor dan skin care center ini merupakan ruko tiga lantai. Lantai bawah tampak Dipenuhi deretan sampel produk pada etalase, beragam dan didominasi oleh satu produk ternama. Sebuahcustomer service bertenggar di sana, seorang perempuan dengan rambut warna kepirangan duduk di belakangnya. Dia menyapaku dan mempersilakanku duduk. Aku duduk sendirian sambil menunggu panggilan. Tak berapa lama, seorang perempuan yang tampak glowing muncul dari lantai atas.

Aku berulang kali menghela napas. Di sini aku terasa paling buluk sendiri.

“Selamat pagi, Mbak Diva! Saya Anne---Branch Manager di sini. Yuk ikut ke ruangan saya!” tukasnya ramah. Dia mengangguk seraya berjalan meniti anak tangga.

“Pagi, Bu Anne! Baik, Bu!”

Aku mengayun langkah dan mengikutinya.

“Silakan duduk, Mbak!” tukasnya mempersilakanku untuk duduk. Ruangan ini tak terlalu besar hanya berukuran tiga kali tiga meter. Setelah ruangan ini tampak berderet tempat spa dan perawatan kecantikan. Sepertinya Distribution Skin Care Center ini menyatu dengan klinik kecantikan.

“Mbak Diva, tahu lowongan di sini dari mana?” tukasnya ramah.

“Saya lihat dari internet, Bu!” Aku menjawab sejujurnya. Jemari lentik Bu Anne yang kutaksir usianya mungkin hanya terpaut dua atau tiga tahun di atasku itu menari di atas CV yang sudah dia print.

“Silakan perkenalkan dirinya dulu, Mbak! Di sini ada riwayat pekerjaan, boleh ceritakan juga, ya, Mbak!” tukasnya seraya menatapku dengan tatapan yang ramah.

Ah, sepertinya akan menyenangkan kerja di sini. Calon atasannya tampak lembut dan baik. Aku pun mulai menjelaskan satu per satu seperti yang dia minta. Tanya jawab terjadi pada beberapa hal yang masih dia ingin pertanyakan.

“Wah, menarik sekali, Mbak Diva ini! Satu pertanyaan terakhir, Mbak. Hanya saja ini agak menyangkut pribadi. Ada rencana menikah dalam waktu dekat?” Bu Anne menatapku.

Senyum pada bibirku tertarik miring. Ya, rencana hanya tinggal rencana. Apa mau dikata, takdir berkata beda.

“Mbak Diva?” Suara Bu Anne menyadarkanku. Sepertinya aku malah melamun.

“T--tidak ada, Bu! Calonnya saja belum ada, kok!” tukasku seraya tersenyum.

“Oh, baik! Sesi interviewnya sudah habis. Saya akan kirimkan CV dan summary hasil interview ini pada owner. Kebetulan hari ini dia sedang tak bisa hadir, biasanya join bareng saya kalau mau rekrut baru. Hasilnya akan segera saya kabarkan, ya!” tukasnya seraya tersenyum.

“Baik, makasih, Bu! Berapa lama kira-kira hasilnya akan keluar? Soalnya saya harus ajukan dulu pengunduran diri dari tempat lama.”

“Dalam dua atau tiga hari, bisa jadi hari ini! Kamu butuh urgent soalnya! Nanti tergantung owner, soalnya ada beberapa candidate juga yang sudah shortlisted. Berdoa saja, semoga Mbak Diva terpilih, ya!”

“Baik, makasih, Bu!”

Lekas pulang, kukendarai sepeda motor dengan hati riang. Rasanya sudah tak sabar menunggu kabar hasil interviewnya. Apalagi melihat nominal gaji yang jauh lebih besar, aku bisa membeli kebutuhanku dengan lebih leluasa, bisa beli pakaian-pakaian yang bagus, tas, sepatu, hal-hal sederhana yang selama ini tak bisa pernah kudapatkan karena uangku habis buat biaya kuliah putri dan buat makan.

Satu lagi yang membuatku bersemangat, katanya tiap bulan selalu ada bonus skincare untuk karyawan terpilih. Semoga aku bisa beruntung dan icip-icip perawatan kulit gratis. Lihat wajah Bu Anne sama Customer Service di sana, aku merasa menjadi manusia dari planet lain rasanya.

Di tengah indahnya lamunan, tiba-tiba laju sepeda motorku melambat, kutarik gasnya, tetapi tak juga mau maju. Huh, sepertinya penyakitnya kambuh lagi. Lekas aku dorong mencari bengkel terdekat. Untung sudah dekat rumah. Kutitip sepeda motor di bengkel, lantas jalan kaki. Aku menunduk ketika melewati rumah Kenzo. Semoga orangnya tak ada, malas bahkan hanya untuk bertegur sapa.

Tiba di depan rumah, sepeda motor Mas Imam sudah di sana. Huh, menyebalkan sekali lelaki itu, kenapa juga datang ke rumah? Apa gak kerja? Aku melepas sepatu di teras sambil melepas lelah. Sesekali tawa Putri dan Mas Imam bergantian.

“Oh, jadi kamu suka aku karena aku lebih cantik dari Mbak Diva? Iyalah, aku ini terawat, kalau Mbak Diva itu apa tadi kamu bilang, semrawut? Dih tega banget ya bilang gitu sama mantan sendiri?” Kudengar suara Putri di tengah tawanya. Lalu lagi-lagi disambung tawa.

Nyesss!

Sakitnya tuh sampai ke sendi-sendi. Jadi begitu saja kelakuan mereka kalau sedang berdua. Olok-olok saja terus sampai puas. Aku janji, akan menjadi lebih cantik dari pada Putri. Lihat saja nanti.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 66 - SELESAI

    Pov DivaSuasana pagi di sari ater terasa sejuk. Aku masih bergelung di balik selimut. Usai shalat shubuh tadi, kembali memejamkan mata. Rasa lelah cukup terasa kerana perjalanan panjang kemarin siang. Derit pintu terbuka, menampilkan sosok lelaki dengan hidung bangir dan rambutnya yang tampak masih basah. Satu gelas susu hangat tersaji dalam nampan bersama potongan roti bakar. “Pagi, Adek … Papa bawain sarapan buat Adek.” Mas Iqbal menyimpan nampan berisi sarapan itu di atas meja. Lalu dia mendekat dan mengecup keningku lama. “Duh, Mommy-nya kecapekan, ya?” Dia membelai rambutku yang tergerai ke atas bantal. Aku hanya tersenyum, rasanya kenapa dia makin hari, makin membuatku merasa jadi orang spesial. Perlakuannya tadi malam juga manis banget dan membuat terus terbayang-bayang. Lengan kokoh itu beralih pada betisku, lantas dia pijit perlahan. “Mas, sebelah sini ….” Aku tersenyum malu-malu dari balik selimut, tetapi kuulurkan kaki yang lain agar dipijitnya. Berulang kali dia mi

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 65

    Liburan, itulah kata yang disepakati Iqbal dan Kenzo pada makan malam terakhir keluarga. Meskipun Kenzo awalnya enggan, tetapi Iqbal meminta sebagai syarat perpisahan mereka sebelum Kenzo pergi ke Surabaya. “Pergilah, Kenz. Kalian juga belum bulan madu ‘kan? Biar sekalian bulan madu saja.” Itulah kalimat yang dilontarkan Bu Faridah ketika mendengar usulan Iqbal terkait liburan. Begitupun dengan Adzkya yang tampak sekali bersemangat, akhirnya Kenzo luluh dan ikut saja.Dia tengah duduk di depan meja kerjanya di dalam kamar ketika Adzkya sibuk packing pakaian. “Mas mau bawa baju mana saja?” Suara itu tak mengalihkan pikiran Kenzo. Sejak tadi dia hanya duduk menatap layar laptop dengan fokus sekali. “Mas!” Sebuah tepukan pada akhirnya mengalihkan dunianya. “Ahm, apa?” Kenzo menatap Kya. “Mau bawa baju mana saja?” Adzkya memasang senyum dan menatap Kenzo lekat. “Pilihkan saja. Gak usah terlalu banyak.” Hanya itu. Dia menoleh malas. Rasanya enggan sebetulnya untuk pergi liburan. Seb

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 64

    Pov KenzoMataku mengerjap rasa nyari terasa pada bagian perut yang tertusuk masih terasa. Samar aku membuka mata. “Adz—Adzkya?” Kepala terasa berat dan kedua mataku terasa sulit untuk terbuka. Perempuan dengan wajah yang tampak masih pucat itu mengangguk dan menggenggam jemariku ketika lirih kusebut namanya. “K--Kamu baik-baik saja, Kya? Syukurlah ...." Suaraku bergetar antara rasa haru dan lega. Perlahan tangan ini bergerak mengusap pipi tirusnya. Ya, Adzkya memang tampak cantik dengan pipinya yang tirus. Meskipun pucat dan tampak letih, tetapi dia tetap cantik. “Aku baik-baik saja, Mas. Syukurlah kamu sudah sadar.” Adzkya menyeka air matanya yang jatuh. Aku mengangguk. Rasa lega yang kini hadir memenuhi rongga dada terasa ketika melihatnya baik-baik saja. Hanya saja gimana bisa tiba-tiba dia ada di sini? Seingatku malam itu, aku dibopong warga dan tak sadarkan diri. Lalu ketika aku sadar, aku ada di klinik. Hanya setelahnya, aku kembali tak ingat apa-apa lagi. Hanya terdenga

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 63

    “Pak, boleh tanya. Apa Bapak ada lihat perempuan ini?” Kenzo menunjukkan foto Adzkya. Lelaki itu menautkan alis dan tampak mengingat-ingat. Beberapa detik kemudian wajahnya sumringah.“Ah iya, tadi dia keluar dari masjid sini juga, Mas. Terus dia jalan ke arah sana!” Kedua bola mata Kenzo membulat seketika. Ada secercah harapan dan rasa bahagia. Berarti Adzkya baik-baik saja. “Makasih, Pak.” Kenzo mengangguk, lantas menarik gas dan segera melaju meninggalkan area masjid jami di mana tadi Kenzo berisitrahat. Hati harap-harap cemas karena hari sudah mulai gelap. Ada rasa bersalah menelusup hingga ke dalam dada. Andai dia tak lengah dan becus menjaga Adzkya, pasti istrinya itu tak akan hilang jadinya. Tak berapa lama setelah Kenzo melajukan sepeda motor, ada sebuah masjid yang agak besar di tepian jalan. Lekas Kenzo menepi. Berharap jika Kya singgah di sini. Namun, ternyata tak ada. Bahkan Kenzo sempat bertanya pada beberapa orang dan menunjukkan fotonya, tak ada yang mengenalinya.

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 62

    Pov 3“Hey, Bung! Berhenti disitu! Gue bakal tuntut lo karena sudah berani mengganggu privasi gue dan masuk ke rumah gue tanpa persetujuan!” bentak Marcello. Namun Kenzo tak menggubrisnya dan terus berteriak memanggil Adzkya dan menyusuri kamar-kamar yang ada di lantai dua. Marcello baru hendak berjalan tergesa mengejar Kenzo yang berada di lantai dua ketika terdengar suara sirine polisi mendekat. Wajahnya tampak ditekuk dan melirik Arpan dan Ardan bergantian.“Paman! Cemen banget ternyata nyali kalian! Urusan kayak gini doang, bawa-bawa polisi?” “Kami hanya butuh surat tugas mereka untuk membantu menggeledah rumah ini, Marcel. Kami tahu, kamu pemain drama yang baik dan dengan dukungan kekuasaan orang tua kamu, bisa melakukan hal-hal abnormal. Jadi, sudah biasa ‘kan? Gak perlu panik.” Ardan berucap santai. Marcello belum lagi menjawab ketika daun terdengar bell dipijitnya. Dia langsung berjalan menuju ke depan untuk membukakan pintu. Sementara itu, Iqbal menelpon Kenzo agar segera

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 61

    Kenzo berlari gesit melewati jarak-jarak yang tercipta di antara mobil yang terparkir bersama di sepanjang tol. Rambut sebahunya yang ikatannya lepas, bergerak-gerak tak beraturan, sesekali dia menyibak helai yang menutup wajah. Keringat membasahi kaos yang dikenakannya. Kedua kakinya dengan lincah melompat melewati pembatas tepian tol yang tingginya kurang lebih 1 meteran.“Bang, lo di mana?” Ditempelkannya gawai itu ke bibirnya. Kenzo mengirim pesan suara pada Iqbal yang akan menjemputnya keluar dari jalur tol. Namun, sampai dia menurunkan ponsel, urung mendapat jawaban. Tak ada pesan balasan. Kenzo terus berjalan keluar, menyusuri hamparan rumput yang tumbuh subur di tepian tol. Tak lama dari itu, dia harus bertemu tembok setinggi dua meteran yang menjadi pembatas pemukiman dengan jalan raya. Kenzo mendarat dengan selamat di sebuah kebun di belakang rumah warga. Dia pun berlari kecil mencari jalan agak yang terhubung ke jalan raya agar Iqbal bisa menemukannya lebih mudah. Baru sa

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status