Share

KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT
Penulis: Aura_Aziiz16

Satu

TERPAKSA MENCURI UANG SUAMI DEMI BELANJA (1)

"Mas, minta uang untuk belanja ya? Kebutuhan dapur habis semua soalnya," ucapku dengan suara pelan karena takut pada Mas Dicky, suamiku yang hendak berangkat ke kantor.

Mas Dicky menatapku tajam lalu mendengkus tak suka.

"Habis? Kemarin kan sudah Mas kasih dua ratus ribu buat belanja seminggu. Kok sudah habis?" tanya suamiku itu sambil menyeringai lebar.

"Kurang, Mas. Kemarin lima puluh ribu buat beli token listrik. Tiga puluh buat beli gas. Seratus dua puluh ribu buat beli beras, gula, kopi sama sayur mayur. Tapi udah empat hari kan udah habis, Mas."

"Hari ini nggak ada apa apa lagi di dapur. Beras udah habis, minyak dan sayur mayur juga sudah nggak ada lagi. Gas aja yang masih ada, Mas," terangku menjelaskan satu per satu.

Namun, mendengar penjelasanku, Mas Dicky tak terlihat tertarik sedikit pun. Tetap saja menyeringai tak suka menatapku.

"Kalau habis ya sudah! Hari ini nggak usah makan dulu. Puasa! Siapa suruh jatah seminggu nggak bisa dimaksimalkan! Kamu pikir nyari uang itu gampang? Dia ratus ribu satu minggu itu besar, toh Mas juga jarang makan di rumah! Mas makan di kantor dan seringnya juga makan di rumah Ibu!"

"Kamu jadi istri borosnya nggak ketulungan! Coba kalau kamu bisa hemat, kamu pasti bisa nabung untuk kebutuhan mendadak seperti sekarang ini! Bukannya minta dan minta lagi sama suami!"

"Kamu pikir Mas ini bank yang bisa cetak uang sendiri? Sudah! Mas mau berangkat dulu! Kalau persediaan dapur habis ya sudah, nggak usah masak dulu! Dengar!" hardik Mas Dicky tanpa sedikit pun merasa empati pada keluhan istrinya sendiri.

Padahal sebagai seorang manager operasional di sebuah perusahaan spare part mobil, gaji Mas Dicky pasti besar. Tidak kurang dari sepuluh juta rupiah bahkan lebih, itu yang aku ketahui dari browsing di g****e, sebab laki laki itu tak pernah terus terang padaku berapa gajinya setiap bulannya sejak dia diangkat dari seorang staf biasa menjadi seorang manager.

"Tapi, Mas ... Kayla gimana? Masa mau disuruh puasa juga? Tadi saja ke sekolah nggak bawa apa apa. Nggak bawa uang jajan. Kamu nggak kasihan?" Aku masih mencoba meluluhkan hatinya. 

Namun, lagi lagi Mas Dicky menyeringai tak suka.

"Sudahlah! Nggak usah jadikan Kayla sebagai alasan kamu untuk minta uang terus! Kalau dia lapar, itu urusan kamu!"

"Salahmu yang nggak becus ngatur uang belanja! Sudah! Mas berangkat dulu! Pagi pagi udah bikin pusing aja!" hardik Mas Dicky kembali sebelum kemudian meninggalkan ruang tengah dengan langkah kasar dan menuju halaman rumah lalu pergi dengan mobilnya sembari menyentak gas kuat kuat.

Sepeninggal Mas Dicky, aku menghembuskan nafas kuat kuat. Hatiku nyeri dan benak rasanya kalut serta penat tak karuan memikirkan uang belanja yang sudah tak ada lagi. Harus ke mana mencari uang sementara aku hanya ibu rumah tangga biasa yang tak punya pekerjaan sampingan karena aku pikir lebih baik fokus mengurus rumah tangga dan suami dari pada sibuk mencari tambahan penghasilan. Tapi ternyata aku salah karena dengan fokus mengurus rumah tangga aku jadi bergantung sepenuhnya dengan suami yang tak bertanggung jawab seperti Mas Dicky dan akhirnya kesulitan sendiri seperti sekarang ini.

Tadi pagi saja putriku berangkat sekolah tanpa sarapan atau pun berbekal uang jajan. Hanya air putih saja yang masih bisa aku bawakan di dalam tasnya.

Miris sebenarnya, tapi bagaimana lagi. Punya bapak seorang manager perusahaan, tapi di rumah mau makan saja susah. Kalau aku ceritakan ke orang orang, pasti tak akan ada satu orang pun yang percaya.

Ting! 

Sedang aku bingung dan gundah memikirkan uang belanja yang tak akan bisa lagi aku dapatkan dari Mas Dicky, tiba tiba terdengar suara ponsel tanda ada notifikasi pesan masuk pada aplikasi berwarna hijau yang kini lebih populer digunakan daripada SMS.

Segera aku bergerak mencari sumber suara tersebut dan terkejut saat menemukan ponsel Mas Dicky ternyata tertinggal di atas meja ruang tengah.

Kuambil benda tersebut dengan tangan bergetar dan dengan penuh rasa ingin tahu mencoba membuka benda tersebut.

Selama ini aku sudah tahu sandi ponsel Mas Dicky karena sering tak sengaja melihat gerakan tangannya saat membuka layar hapenya.

Benar saja, tanpa kesulitan yang berarti aku pun berhasil juga membuka layar ponsel Mas Dicky dan langsung membuka aplikasi W******p yang tampaknya dipenuhi beberapa buah pesan masuk yang belum dibuka oleh Mas Dicky tersebut. Mungkin tadi laki laki itu tak sempat membuka ponselnya sehingga pesan pesan tersebut belum dibalasnya.

Aku langsung membuka pesan yang dikirimkan oleh ibu Mas Dicky yang tak lain adalah ibu mertuaku yang tampaknya beberapa kali mengirimkan chat.

[Dick, uangnya udah masuk. Lima juta kan? Cuma ini kayaknya masih kurang, Dick. Soalnya selain buat DP motor adikmu, Mira, Ibu juga mau beli perhiasan. Jadi tolong siang nanti kamu kirim lagi lima juta ya. Itu juga dapatnya paling cincin dua mayam.] tulis ibu di papan obrolan.

Seketika aku merasa kaget membaca pesan tersebut. Selama ini walau pun tahu kode ponsel Mas Dicky tapi aku memang tak pernah ingin tahu aktivitas pribadi suamiku itu di dalam benda segi empat miliknya tersebut karena aku berusaha percaya dan positif thinking terhadapnya. Tetapi ternyata diam diam Mas Dicky royal pada ibunya dan sebaliknya sangat pelit dan perhitungan terhadap istri dan anaknya sendiri.

Aku mencoba patuh, berbaik sangka dan tak pernah menuntut padanya meskipun dia hanya memberiku uang sebesar dua ratus ribu rupiah setiap minggunya untuk belanja rumah tangga kami termasuk biaya sekolah Kayla yang sekarang sudah duduk di kelas dua Sekolah Dasar.

Jika dikalkulasikan maka dalam sebulan paling aku hanya mendapat uang sebesar delapan ratus ribu rupiah saja untuk biaya hidup kami selama satu bulan. Tak sampai satu juta rupiah untuk biaya hidup keluarga kami selama sebulan, hingga terkadang aku dan Kayla terpaksa harus menahan lapar bila persediaan dapur sudah habis.

Tapi dengan ibunya, Mas Dicky kelihatannya justru sangat royal. Sekali memberi uang saja sebesar lima juta rupiah. Itu pun tak cukup karena sepertinya ibu mertua ingin kembali meminta transferan pada suamiku itu.

Bukan untuk belanja dapur supaya bisa tetap makan sepertiku, tetapi untuk biaya tersier yang tidak urgen seperti yang diminta ibu mertua tadi. Beda denganku yang saat ini terancam tak bisa makan sebab Mas Dicky kekeh tak mau memberi tambahan uang belanja karena jatahnya minggu ini sudah dia berikan sebesar dua ratus ribu rupiah.

Jadi menjelang laki laki itu memberiku uang lagi, aku dan Kayla harus puasa tiga hari lamanya tanpa sahur dan tanpa berbuka kecuali dengan air putih.

Kalau beruntung, biasanya ada Mbak Sari, tetangga sebelah yang hobi sedekah makanan yang seringkali memberikan lauk pauk dan kue kue buatannya setiap kali tetanggaku yang baik hati itu habis masak. Kalau tidak, maka aku dan Kayla harus sabar berpuasa hingga tiba saatnya Mas Dicky memberiku jatah belanja untuk satu minggu ke depan. Miris sekali.

Membaca pesan dari ibu mertua tersebut aku pun hanya bisa tersenyum getir. Aku bukan iri atau tak rela Mas Dicky memberikan uang pada ibunya karena aku sadar, surga suami memang berada di telapak kaki ibu kandungnya, tapi kalau dengan istri sendiri, dia bersikap pelit setengah mati, apa aku harus manut manut saja dan nurut nurut saja dia batasi seminim minimnya uang belanja seperti ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status