Bab 37
Hari ini aku benar-benar pergi ke pengadilan untuk mengajukan gugatan. Setelah mendaftar, aku akan langsung membuat surat gugatan.Tanganku berkeringat dingin saat aku menyerahkan dokumen yang sudah aku kumpulkan. Aku masih tak percaya, aku berani datang ke sini untuk mengakhiri rumah tanggaku."Tinggal nunggu jadwal sidang keluar," gumamku gugup.Setelah menyelesaikan urusan di pengadilan, aku bergegas pergi ke kafe dan bekerja seperti biasa. Untungnya Mas Iqbal hari ini tidak datang ke kafe. Mas Iqbal pasti kesal kalau dia tahu aku sudah mendaftarkan perceraian kami."Aku nggak boleh takut. Aku harus berani melawan Mas Iqbal."**Minggu ini aku akan mulai membuat pesanan kue-kue khas Palembang untuk hotel-hotel Alfarizi grup. Dapur sudah diperluas dan semua peralatan sudah siap. Juru masak baru juga sudah mulai datang untuk membantuku."Ini daftar kue dan resepnya. Tolong bikin percobaan dulu beberapaBab 38Akhirnya karena alasan keselamatan, aku menerima tawaran Hendra untuk mengantarku pulang. Sekarang aku sudah duduk di dalam mobil Hendra yang diparkir di pelataran kafe."Udah siap?"Karena merasa sungkan jika harus duduk di samping Hendra, aku sengaja memilih duduk di kursi penumpang."Udah, Mas," jawabku.Mobil mulai melaju perlahan. Selama perjalanan, Hendra mengajakku berbincang ringan.Sesekali aku mencuri pandang pada Hendra melalui kaca spion mobil. Sebenarnya aku sangat penasaran mengenai pekerjaan Hendra. Tapi untuk bertanya, tentu aku merasa sungkan. Jangankan bertanya langsung pada Hendra, bertanya melalui Mba Mira saja aku tidak berani. Takut dikira terlalu kepo dan ingin ikut campur urusan orang. Karena aku sadar, aku bukan siapa-siapa.Mengingat Hendra masih sepupu Pak Rayhan, mungkin saja dia mengelola salah satu hotel milik keluarga, sama seperti Pak Rayhan. Atau bisa jadi Hendra mengelola perusaha
Bab 39Mataku berkunang-kunang. Mas Iqbal melepaskan cengkeraman tangannya di kerah bajuku. Kemudian Hendra langsung menyeret Mas Iqbal ke luar rumah. Kejadiannya begitu cepat, hingga aku tak begitu jelas melihat pergerakan Hendra.Hanya dalam hitungan detik, kulihat Mas Iqbal sudah terkapar di halaman rumah, sedangkan pisau yang dibawa oleh Mas Iqbal sudah jatuh ke tangan Hendra."Mel, kamu nggak apa-apa, 'kan? Apa ada yang luka?" tanya Hendra cemas.Tubuhku lemas. Aku langsung jatuh terkulai ke lantai. "M-mas Hendra?""Kamu nggak usah takut, Mel. Aku akan bawa laki-laki br*ngsek itu ke kantor polisi!" seru Hendra.Hendra masih berusaha menenangkanku. Tetangga ikut berkumpul dan melihat Mas Iqbal yang sudah babak belur."Ada apa, nih?""Itu bukannya si guru m*sum, ya?""Ngapain dia ke sini lagi?""Pasti dia cari gara-gara lagi sama Mba Melati."Rumahku makin riuh. Aku tak bisa menenan
Bab 40POV IndriAku tak henti-hentinya menatap layar ponsel dengan wajah sumringah. Foto-foto tas model terbaru yang terpampang di layar ponsel membuatku bersemangat. Tak lama lagi, benda-benda cantik ini akan menjadi milikku.[Buruan ke sini! Orangnya udah mau datang!]Satu pesan dari temanku membuatku langsung melompat dari kasur. Hari ini aku ada janji penting. Aku akan bertemu dengan seseorang yang mau mengabulkan semua keinginanku. [Tunggu sebentar!]Aku memilih pakaian terbaik dan semua aksesoris terbaik yang aku miliki. Aku harus tampil cantik hari ini. "Ndri, kamu mau ke mana?" tanya ibu padaku."Aku mau pergi sama teman, Bu," sahutku."Kamu kok dandan heboh banget?" cibir Mas Iqbal."Kamu ngapain di sini, Mas? Sana pulang ke rumah istrimu!" usirku pada kakakku.Aku segera pergi menuju tempat di mana aku membuat janji temu dengan seorang teman. Tak lupa, aku terus memeriksa
Bab 41POV Iqbal Jantungku seakan berhenti berdetak. Dadaku terasa sesak dan langkahku juga terasa berat. Suara salah satu kerabat di seberang sana membuat pikiranku kacau."Indri ... kenapa?" tanyaku dengan suara bergetar. Mataku membulat lebar. Ponsel yang ada di telingaku langsung jatuh ke lantai. Aku tak peduli meski ada banyak polisi di sekelilingku. Aku segera berlari menuju pintu keluar tanpa menghiraukan para laki-laki berseragam yang mengejarku."Jangan kabur! Tangkap dia sekarang!"Para polisi itu mencengkram tanganku dan menghadang jalanku. Aku mengamuk dan berteriak di kantor polisi. Aku harus segera pulang untuk melihat kondisi adikku. Aku harus memastikan keadaan Indri. Aku harus melihat wajah Indri untuk yang terakhir kalinya.Pagi tadi, kulihat Indri masih baik-baik saja. Hubunganku dengan Indri memang merenggang sejak masalah bertubi-tubi menghantam keluargaku. Aku memang marah dan kesal pada Indri yan
Bab 42POV RosaAku tersenyum menatap pantulan diriku di cermin. Seragam berwarna coklat ini benar-benar cocok dan pas di tubuhku, membuat aura kecantikanku semakin memancar.Hari ini adalah hari pertamaku mengajar di tempat kerjaku yang baru. Aku akan mengajar di sekolah dasar yang ada di kota kelahiranku.Setelah resmi bercerai dengan mantan suamiku yang tinggal di kota Bandung, aku memang pulang ke rumah orang tuaku di Bekasi."Semoga aku betah di sekolah yang baru."Hari ini aku sangat bersemangat. Sebagai guru yang sudah PNS, pekerjaanku cukup membuatku bangga. Apalagi aku seorang perempuan. Meskipun sekarang aku sudah menjadi janda, tapi aku tidak perlu merasa rendah diri karena aku mempunyai pekerjaan yang mapan sebagai PNS."Selamat pagi, Bu!" Aku mendapat sambutan hangat di sekolah baru. Semua orang mungkin sudah tahu kalau aku adalah seorang janda. Tapi tidak seorang pun dari mereka yang berani merendahkanku. A
Bab 43Aku mencabut laporanku pada Mas Iqbal. Kubiarkan Mas Iqbal pergi setelah aku mendengar kabar duka dari keluarganya. Ditemani oleh Hendra, aku segera pergi ke rumah Mas Iqbal untuk melayat. Bagaimanapun juga, aku cukup mengenal Indri dan dia pernah menjadi keluargaku. Akan kumaafkan Mas Iqbal untuk yang terakhir kalinya. Aku tak tega membiarkan Mas Iqbal meringkuk di balik jeruji besi tanpa bisa mengantarkan kepergian adiknya."Dia adik ipar kamu?" tanya Hendra membuat lamunanku buyar.Saat ini aku sudah sampai di rumah Mas Iqbal. Sudah banyak pelayat yang berkumpul di rumah mantan ibu mertuaku."Iya, Mas.""Kasihan ya dia. Katanya dia meninggal gara-gara aborsi," ucap seorang warga yang melayat. Aku tak sengaja mendengar pembicaraan para tetangga Bu Dahlia. Dari mereka, aku tahu penyebab kematian Indri yang cukup mendadak ini."Pasti dia malu hamil tanpa suami.""Udah jelas malu, Bu. Hamilnya sama kakek-
Bab 44Aku kembali melanjutkan hidupku seperti biasa. Pelan-pelan, orang-orang mulai lupa dengan gosip heboh yang pernah beredar tentang Mas Iqbal. Kabar perceraianku juga mulai tersebar ke mana-mana. Ketua RT di tempat tinggalku sudah tahu kalau aku telah bercerai dengan Mas Iqbal. Semua tetanggaku sudah tahu kalau aku mulai menjalani hidup dengan status baru."Selamat pagi, Bu," sapaku pada para tetangga yang berpapasan denganku di jalan."Eh, mau ke mana, Mba? Mau berangkat kerja, ya?" "Iya, Bu. Mari, Bu." Aku melempar senyum pada semua orang yang bertemu denganku.Begitu sampai di kafe, aku juga menyapa satu persatu pegawaiku dengan wajah cerah. Setelah aku mengambil akta cerai, jujur hatiku kembali rapuh. Untuk menutupi hatiku yang hancur dari dalam, aku berusaha sekuat tenaga memperlihatkan wajah bahagiaku pada semua orang, meskipun senyumanku hanyalah bentuk kepura-puraan. Ya, setelah aku berpisah dari Mas Iqba
Bab 45Aku terdiam cukup lama. Rasanya canggung untuk menerima ajakan dari Hendra, tapi aku juga sungkan untuk menolak. Lagipula, Hendra hanya ingin menemaniku jalan-jalan. Tidak masalah 'kan kalau aku pergi mencari angin bersama dengan Hendra?"Gimana, Mel?"Setelah berpikir cukup lama, akhirnya aku pun memutuskan untuk menerima tawaran Hendra. "Tapi aku belum tahu mau ke mana, Mas.""Kita bisa pikirin itu nanti. Ayo naik mobilku." ajak Hendra."Kayaknya aku mau naik angkot aja, Mas."Entah kenapa tiba-tiba aku ingin naik angkutan umum. Sudah lama aku tidak naik kendaraan itu yang kini lambat-laun mulai ditinggalkan oleh para penumpang karena kebanyakan orang telah beralih ke kendaraan roda dua."Mau naik angkot? Ya udah, ayo aku temani."Hendra mengikutiku menuju ke halte, lalu kami menaiki salah satu angkot yang kebetulan melintas. Angkutan yang kami tumpangi hanya ada dua orang penumpang. Aku dan Hendra meng