Share

BAB 8. PERMAINAN KECIL

last update Last Updated: 2024-11-26 08:37:50

"Mbak Shena, aku lapar! Mana makanan untukku dan Mas Arya?" Vidya melirik kakak madunya yang hendak berdiri menyimpan piring ke dapur.

"Masak sendiri, dong. Aku ini bukan babu kamu!" jawab Shena dengan senyum sinis yang terukir di bibirnya, mengejek Vidya yang raut wajahnya nampak masam.

Wanita cantik berusia tiga puluh lima tahun tersebut segera ke dapur, dan meletakkan piring kotor itu di wastafel.

Hatinya sedikit bergetar karena emosi, tapi dia menepis perasaan itu.

"Mas, jangan lupa pagi ini kita harus bertemu dengan klien. Cepat bersiap, atau mereka akan membatalkan kerjasama dengan kita!" Shena mengingatkan suaminya dengan nada tegas. Dia seolah ingin menyindir sang madu yang hanya seorang karyawan biasa, di butik cabang miliknya.

Arya mengekor di belakang istri pertamanya dengan patuh, mengabaikan istri kedua yang masih mematung di ruang makan.

"Mas Arya, kamu mau ke mana? Aku ikut ...," rengek Vidya pada sang suami. Kemudian, wanita itu malah bergelayut manja di lengan Arya, berusaha mengabaikan perlakuan Shena dan merayu sang suami agar memerhatikan dirinya.

"Kamu mandi di toilet belakang, ya. Shena sedang bersiap di kamar utama," ujar Arya lembut, berusaha menjaga suasana hati agar pagi itu tetap damai. Ia tak ingin ada pertengkaran yang memicu amarah di pagi hari.

Arya segera melangkah ke kamarnya dan mengenakan pakaian kerja yang sudah disiapkan oleh Shena di atas ranjang.

Meski terasa berat, wanita itu tetap setia melayani suaminya demi menjaga nama baik sebagai istri. Shena tak mau disebut sebagai istri durhaka karena mengabaikan tugasnya.

"Terima kasih banyak, Sayang, ternyata kamu masih mau me--"

"Sudahlah, Mas!" Shena memotong ucapan sang suami dengan tegas, wajahnya terlihat sedih bercampur marah, namun berusaha keras menyembunyikannya.

Baru saja sehari dimadu, wanita cantik itu sudah merasa tidak nyaman di rumahnya sendiri.

"Aku nggak mau klien menunggu lama dan merasa kecewa karena kita nggak bisa on time!" Ia mencoba menjaga jarak dari suaminya, khawatir jika Arya meminta sesuatu yang lebih, jika sudah bersikap seperti itu.

"Huft!" Arya mengembuskan napasnya dengan kasar. Pria itu segera mengikuti sang istri yang telah keluar dari kamar lebih dulu.

Istri pertamanya berbelok sebentar untuk mengambil sebotol air mineral dari lemari pendingin, yang biasa dibawanya saat pergi ke butik. Namun, langkah Arya terhenti ketika melihat Vidya, istri keduanya, yang masih duduk di ruang makan.

Wanita itu tengah menikmati biskuit dengan lahap sambil memegang kalengnya di atas meja.

"Vid, kenapa belum mandi?" tanya Arya. Kening pria itu mengerut.

Dengan mulut penuh biskuit, Vidya menjawab, "Aku mandi di butik aja deh, Mas! Aku nggak mau berangkat kerja sendirian."

Shena yang baru saja memasukkan botol air mineral ke dalam tote bag, langsung menoleh dengan sorot mata tajam pada Vidya.

"Jangan harap aku mau mengangkutmu menggunakan mobilku, ya! Dengar baik-baik, mulai hari ini kamu dipecat dari butik!" tegas Shena, mengejutkan sang suami dan madunya.

Vidya seketika menghentikan kunyahannya, matanya terbelalak, menatap Shena penuh amarah dan kecewa. Tetapi seiring detik berlalu, wanita itu mulai bersikap angkuh dengan kepercayaan diri yang ia miliki.

"Mbak Shena yang cantik, dengar baik-baik, ya!" Vidya mencoba menelan makanannya dengan sudah payah, wajahnya penuh emosi.

"Kamu nggak bisa pecat aku seenaknya karena sekarang aku ini istrinya Mas Arya juga! Ingat, suami kita pemilik Butik Sheira Fashion yang punya cabang di mana-mana. Sedangkan kamu? Kamu cuma tukang desain baju aja!" sentak Vidya dengan penuh amarah.

Shena hanya menanggapi dengan senyum manis yang terukir di wajahnya. "Aduh, adik maduku tersayang, kamu ini hanya kasir yang kerjanya cuma duduk santai dan buka sosmed. Sementara yang bekerja keras malah kasir lain. Sepertinya, kamu memang cocok untuk dipecat!"

Shena menghela napas, lalu duduk di samping Vidya.

Sang madu pun menatap suaminya, dengan mata berkaca-kaca.

"Mas, kenapa kamu cuma diam? Pecat aja istri tua kamu ini dari butik! Kita bisa lebih bahagia tanpa dia, dan butik yang kita miliki bisa lebih maju tanpa ada campur tangan dari wanita tua ini!" Vidya merayu, dengan wajah yang memelas.

Arya hanya menunduk, wajahnya tampak gusar dan bingung, terpecah di antara dua wanita yang sangat dia cintai.

"Mas Arya, Vidya benar, lho. Kenapa kamu cuma diam? Apa kamu ingin aku pecat juga, supaya kamu jadi pengangguran dan nggak bisa kasih nafkah yang layak buat istri kedua yang kamu cintai itu, hm?" tanya Shena dengan sinis, mengejek kelemahan suaminya.

"Vid, maaf, aku nggak bisa pecat Shena, ka--"

"Karena dia istri pertama kamu, gitu? Kamu benar-benar tega sama aku, Mas!" Vidya mulai terisak, air matanya jatuh perlahan-lahan, memperlihatkan drama yang dimainkan.

"Diam!" bentak Arya, marah akan keadaan yang semakin rumit.

"Aku nggak bisa pecat Shena karena semua butik itu emang milik dia. Aku hanya bertugas sebagai pengelola saja, mengawasi karyawan-karyawan ketika Shena tidak ada di sana," Arya menjelaskan dengan tegas.

Saat itu juga, matanya yang bulat sempurna terbelalak kaget, tak menyangka dengan kenyataan yang dihadapinya. Vidya yang baru bekerja selama tiga bulan di butik cabang hanya tahu bahwa suaminya merupakan pemilik butik itu.

Kini, baru tersadar. Kesal, marah, dan kecewa, hati Vidya terasa diiris seribu sembilu. Ia merasa geram pada Irma, karena sang kakak tak pernah memberitahu siapa sebenarnya pemilik butik tempat mereka bekerja.

"Adik madu, kini segalanya sudah jelas, kan? Kalian berdua hanyalah karyawan yang bekerja di butik milikku. Jadi, mulai hari ini, aku memutuskan untuk memecatmu sebagai kasir, sebab kinerjamu tak pernah memuaskan!" ujar Shena. Tatapan matanya menembus netra Vidya.

"Jika kamu benar-benar ingin menjadi istri kedua suamiku, tunjukkan sikapmu sebagai istri yang baik. Kerjakan kewajibanmu layaknya seorang istri, dan layani mertuamu dengan penuh kasih sayang jika kau ingin diterima sepenuh hati olehnya!" Ucap Shena dengan tegas, sambil menatap tajam ke arah Vidya.

"Ingat! Jangan pernah sekali-kali mengambil apa pun yang bukan milikmu!" ucap Shena. Matanya tertuju pada kaleng biskuit yang sejak tadi dipegang oleh Vidya.

Sang adik madu mencoba menahan emosi yang mulai memuncak.

"Kenapa, sih, Mbak? Aku baru makan biskuit sedikit aja kok marah!" Ia merasa tidak terima, namun masih tetap melanjutkan mengunyah biskuit itu dengan penuh kekesalan.

"Sebelum mencuri suami orang, cobalah tanyakan dulu, apa pria itu mapan dan bisa diandalkan? Sama halnya dengan biskuit yang sedang kamu santap itu!" Ucap Shena sambil tersenyum sinis. Matanya menatap tajam ke arah Vidya yang terkejut.

"Pastikan dulu, apakah makanan itu masih layak untuk dikonsumsi atau nggak."

Dengan refleks, Vidya mengangkat kaleng biskuit tersebut dan memeriksa tanggal yang tertera.

"Astaga! Ternyata biskuit ini udah kadaluarsa?" Muka Vidya langsung memerah karena malu, tapi juga campur aduk dengan rasa marah dan kebingungan.

Sementara itu, Shena hanya tersenyum puas melihat Vidya yang tengah menahan amarah, kemudian berlalu dengan anggun, meninggalkan sang madu yang terpaku di tempatnya.

"Ini baru permainan kecil, Vidya, tunggu pembalasanku yang berikutnya!"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 79. AULIA KECEWA

    Ervan hanya mengangguk kecil menanggapi Aulia yang barusan mengucapkan terima kasih. Wajahnya tetap tenang, meski terlihat sedikit lelah. Ia lalu menghampiri Shena yang duduk di samping ranjang Sheira."Aku pamit dulu ya, Shena. Mau pulang sebentar, ganti pakaian. Hari ini ada jadwal mengajar di kampus juga," ujarnya dengan nada sopan dan tampak tergesa.Shena menatap Ervan sejenak lalu mengangguk. "Iya, Mas Ervan. Terima kasih banyak ya, sudah repot-repot membantu dan menemani kami sejak tadi malam."Ervan tersenyum tipis. "Tidak usah berterima kasih. Ini memang sudah menjadi tugasku. Kamu juga harus jaga kesehatan, ya."Ervan lalu melirik sekilas pada Aulia yang berdiri tidak jauh dari ranjang Sheira. "Aulia, saya duluan ya."Aulia mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan raut kecewa yang jelas terpancar di wajahnya. "Iya, Pak. Hati-hati di jalan."Begitu Ervan meninggalkan ruangan, Aulia berdiri terdiam beberapa saat, menatap pintu yang baru saja tertutup. Dadanya sesak. Ia merasa

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 78. BERTEMU ERVAN

    Arya duduk di tepi ranjang, menatap wajah kecil Arvi yang terlelap. Jari-jarinya mengusap pelan rambut bocah itu, perasaan sayang bercampur dengan kekecewaan yang sulit ia ungkapkan. Sudah hampir dua bulan ia menjalani peran sebagai ayah bagi Arvi, menganggapnya sebagai darah daging sendiri, tapi kenyataan yang Vidya sembunyikan begitu menyakitinya.Ia menarik napas dalam, lalu menoleh sekilas ke arah Vidya yang masih duduk di sofa, sibuk dengan ponselnya. Perempuan itu tampak lelah. Sejak semalam, Vidya tak berhenti memperhatikannya, seolah takut ia akan pergi begitu saja.Arya tahu bahwa Vidya bisa merasakan sikap dinginnya. Ia tak lagi berbicara dengan nada lembut, tak lagi menatap istrinya dengan kehangatan seperti dulu. Semua terasa berbeda sejak rahasia itu terungkap.Setelah beberapa saat, Arya bangkit dari kursinya. Ia mengambil jaket yang tergantung di sandaran kursi dan melangkah ke arah pintu.Vidya langsung menoleh."Kamu mau ke mana, Mas?" tanya wanita itu, suaranya terde

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 77. VIDYA MARAH

    Shena merasakan darahnya mendidih mendengar ucapan Arya. Matanya menatap tajam ke arah pria itu, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari mulutnya."Apa maksudmu dengan mengatakan aku tidak bisa merawat anakku sendiri?" suaranya bergetar, menahan kemarahan yang siap meledak. "Sejak kapan kau peduli, Mas? Sebelum kita bercerai, di mana kau saat Sheira sakit? Di mana kau saat dia menangis mencari ayahnya?"Arya mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Jangan membalikkan keadaan, Shena. Aku tidak pernah menelantarkan Sheira!"Shena tertawa miris. "Oh, ya? Lalu kenapa selama ini kau tidak pernah menanyakan keadaannya? Kenapa harus menunggu sampai dia terbaring di ranjang rumah sakit baru kau muncul dan bersikap seperti seorang ayah yang bertanggung jawab?"Arya terdiam. Ia tahu Shena benar. Tapi egonya tak membiarkannya mengakui kesalahannya begitu saja."Aku tidak tahu dia sakit," jawab Arya akhirnya, suaranya sedikit melembut. "Jika aku tahu, aku tidak akan tinggal di

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 76. SHEIRA MASUK RUMAH SAKIT

    Arya ingin mengomel lebih banyak, tapi tangis Arvi kembali pecah. Ia menambah kecepatan mobilnya.Sesampainya di rumah sakit, seorang perawat segera membawa Arvi ke ruang pemeriksaan. Arya dan Vidya bergegas mengikuti, wajah mereka penuh kecemasan.Seorang dokter anak datang tak lama kemudian. Wanita berusia sekitar 40-an itu memeriksa Arvi dengan saksama, menyentuh dahinya, membuka popoknya, lalu memeriksa tenggorokannya dengan senter kecil."Demamnya tinggi, hampir 39 derajat. Sejak kapan mulai rewel begini?" tanya dokter itu sambil mencatat sesuatu di clipboard."Sejak tadi siang, Dok," jawab Vidya dengan cepat. "Tapi dari tadi malam Arvi udah mulai susah tidur."Dokter mengangguk. "Apakah dia masih mau menyusu?"Vidya menggeleng. "Nggak, Dok. Aku udah coba berkali-kali, tapi dia nolak terus."Dokter terlihat berpikir sejenak, lalu berkata, "Dari gejalanya, kemungkinan besar ini infeksi saluran pernapasan atas. Biasanya pada bayi seusia ini, bisa disebabkan oleh virus atau bakteri.

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 75. ARVI DEMAM

    Arya menghela napas panjang saat mobilnya melaju di jalan raya yang mulai ramai oleh kendaraan sore itu. Matanya masih terlihat kosong, pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Shena dan Sheira yang kini tampak bahagia bersama Ervan. Dadanya sesak, tapi ia berusaha mengabaikan perasaan itu.Di sampingnya, Anna melirik Arya sekilas. Ia bisa melihat betapa terpukulnya sang adik tahu bahwa tak ada gunanya terus membahas hal itu sekarang. Yang terpenting, Arya harus menenangkan diri dan tidak bertindak gegabah."Arya, tolong antar ke rumah Mbak saja. Hari ini Mas Lukman mau mengantar Luna ke rumah," ucap Anna dengan lembut, menyebut nama putrinya.Arya mengangguk tanpa banyak bicara. Ia tahu betapa pentingnya momen itu bagi Anna. Setelah perceraian, Anna dan mantan suaminya memang sepakat untuk tetap berbagi waktu dengan Luna, meskipun hubungan mereka tidak bisa dibilang baik."Tapi setelah itu, kamu langsung pulang, ya?" lanjut Anna, menatap Arya dengan khawatir.Arya hanya diam, tidak me

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 74. PENYESALAN ARYA

    Dua minggu telah berlalu sejak Arya dan Anna menyerahkan sampel DNA ke laboratorium di rumah sakit. Selama dua minggu ini, Arya mencoba menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia tetap bekerja, tetap pulang ke rumah setiap malam, dan tetap berusaha untuk bersikap normal di hadapan Vidya. Tapi jauh di dalam hatinya, ada sebuah ketakutan yang terus menghantui. Pagi itu, ponselnya bergetar saat ia sedang duduk di meja makan, menyeruput kopi yang terasa hambar di lidahnya. Layar ponsel menampilkan nama sebuah rumah sakit. Saat itu pula, jantungnya langsung terasa berdetak lebih cepat."Halo?" suaranya terdengar sedikit bergetar._"Selamat pagi, Bapak Arya. Kami dari bagian laboratorium Rumah Sakit Sumber Medika. Hasil tes DNA Anda sudah keluar dan bisa diambil hari ini."_Mendengar informasi tersebut, Arya menelan ludahnya. "Baik, nanti siang akan saya ambil."Setelah menutup telepon, Arya menatap kosong ke depan. Vidya, yang sejak tadi duduk di seberangnya sambil menggendong Arvi, menyada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status