Share

BAB 2

Author: Besse Suriana
last update Last Updated: 2023-04-11 17:30:36

"Ayo turun, Mah." Pikiran yang tiba-tiba blank, diselingi nyali menciut, membuatku tak terlalu menanggapi ajakan Abram. 

Entah kenapa pandanganku tak bisa teralih dari dua dokter itu. Meski hati tak ingin melakukannya, tapi netra seakan enggan berpaling. 

Sudah mencoba menyisihkan perhatian ke tempat lain atau menutup mata sekalian, tetap saja sosok mereka bak magnet. Ada ngilu yang seakan menusuk benda lunak bernama hati dalam dada menyaksikan keakraban keduanya. Perih!

Huft, silakan kalian mencapku apa, lebay, kurang tahu diri, atau apalah, tersebab telah menghianati tujuan awal. Tapi sungguh, rasa ini muncul dengan sendirinya. 

Bila ingin diibaratkan, cinta ini bagai Jailangkung, yang datang tanpa diundang, tapi anehnya, ogah pergi walau sudah diantar, bahkan sudah diusir tapi masih bertahan. Betapa tak tahu malu! 

Sebagian orang melabeliku arogan, tak tahu terima kasih, pun serakah. 

Tapi tahukah kalian? Dialah lelaki pertama kali menyentuh kulit dan hatiku. Dia yang mengenalkan arti merindu, mengharap, serta mengukir kebahagiaan di usia senja kedua orang tuaku.

Apa alasan diri untuk tak menyiram benih-benih cinta di hati? Jika keluarga yang kukasihi dibuatnya sumringah? Bahkan hampir seluruh keluarga besarku berbangga? 

Ah, sudahlah. Entah sampai kapan kusimpan rasa yang mulai membunuh secara perlahan ini. 

Mas Rian berjalan penuh kharisma. Tampak sangat rupawan dalam balutan kemeja warna biru, dipadu dengan celana hitam berbahan kain halus, yang berukuran tidak terlalu longgar pun tak terlalu ketat. Itu favoritnya, banyak warna sama dari berbagai model dan bahan di lemarinya.

Padahal, pakai apa saja tetap pas, bahkan dengan bervariasi warna malah akan menambah poin ketampanannya. 

Lihatlah! Bahkan tentang warna saja dia tak bisa berpindah, apalagi soal cinta. Bagaimana dia bisa move on ke lain hati? Hiks ...

Saat ini, tak sadar tangan mencengkeram stir mobil untuk meredam nyeri di dada, tapi tetap saja dia begitu memesona di pandanganku.

Tolong, adakah yang bisa menyadarkanku dari gelapnya kebucinan yang hakiki ini? 

Sedangkan Dokter Juwita tak jauh beda. Cantik, anggun, nan elegant.  Bodi semampai dengan rambut lurus tergerai dihembus angin, membuatku semakin kerdil memosisikan diri. 

Jangankan untuk menyaingi kesempurnaan fisik dan pekerjaannya, mengambil hati lelaki yang telah dihempasnya saja, pun diri tak akan pernah mampu. Buktinya! Enam tahun pernikahan terjalin, aku hanya tetap jadi alat penyeimbang kewarasan Mas Rian sahaja. 

Siapa, sih, aku? Wanita yang berhenti kuliah di semester tiga karena kekurangan biaya. Wanita penjaga toko kue, yang merangkap menjual barang-barang online apa saja lagi viral, asal bisa menghasilkan pundi-pundi halal.

Dibanding dengan dokter Juwita, aku seperti Upik Abu yang khusus membawa sandal Sang Ratu. Betapa kontras, kan? 

Sangat jujur kuakui, Mas Rian dan wanita tercintanya itu sangat serasi, sepadan, dan sederajat. Tapi entah .., meski sudah tahu dan koreksi diri berulang, rasa cinta yang terlanjur subur di kalbu, sungguh tak mampu kutepis. 

Siapa yang harus disalahkan? 

"Ayo turun, Mah." Suara Abram menyadarkanku dari terpakuan. Kedua alis bocah jelang lima tahun itu terangkat melihatku yang buru-buru menghapus bening di pipi. Ah, bagaimana aku tak selalu terpedaya, jika putranya mewarisi kesempurnaan wajahnya. 

Meski usia Abram masih bocah, dia sangat peka dengan situasi, apalagi dengan mamahnya yang hampir selalu bersama dua puluh empat jam. 

"Mamah nangis karena hanya Tante Juwita saja yang diajak papah? Aku juga sedih, Mah. Padahal kemarin Abram minta diikutkan Mamah waktu papa dan tante ngajakin." Kalimat Abram membuat pernafasanku kian sesak. 

Jadi dugaanku mereka pergi bulan madu semakin mengerucut. 

Siapa yang tahu rencana mereka? Bisa saja di sana akan meresmikan kesejatian cinta dua sejoli yang sempat terputus, lalu berbulan ...?

Arght, aku benci dengan rasa ini! Aku benci air tanda kelemahan yang keluar dari mata tanpa bisa diajak berkompromi.

Bukan bulan madu saja yang sekarang membuntukan otak, penjelasan Abram membuatku semakin yakin, kalau kemarin-kemarin mereka mengajak Malaikat kecil itu,  memang untuk membuatku sendiri. Benar-benar akan ditinggalkan sendiri.

Duh ...

Ada yang patah tapi bukan ranting.

Ada yang merembes tapi bukan darah.

Sebegitu sakitnya mencintai dalam pengabaian? 

Sebegitu perihnya berharap dalam ketidak perdulian?

Namun, tak mampu untuk melangkah pergi menjauh. 

Ya, Rabb ...

Beri hamba stok sabar lebih dan jagalah kewarasan ini agar tetap stabil.

"Kenapa Abram nggak ikut?" tanyaku setelah jeda lama, pun setelah menetralisir hati agar tenang.

Sementara kedua sejoli itu tak terlihat lagi di parkiran. 

"Abram hanya mau bersama Mamah saja, selamanya!" jawab Abram tegas sambil menghapus tanda kelemahanku dengan kedua tangan mungilnya, lalu memeluk leherku erat. 

Sebenarnya pertanyaan ini tak perlu kulontarkan ke Malaikat kecil yang dititip Allah lewat rahimku. Namun, dengan selalu mendengar jawabannya yang menenangkan, sungguh membuat aku sangat dihargai. 

Ya, penghargaan tulus yang tak pernah kudapat dari papanya 

Rasa sakit yang tadi memenuhi pori-pori, langsung terganti dengan kehangatan yang mendamaikan. 

Andai papamu memiliki rasa seperti dirimu, Nak? Gulana ini tak perlu menekan dada.

"Jadi? Kita tetap turun ngantar papa atau gimana? tanyaku berusaha menarik senyum mencairkan suasana. Cukuplah mamahnya yang menderita, tak ingin melarutkan Malaikat titipan Allah itu ke dalam pusaran sesak yang tak bertepi.

Abram tak langsung menjawab, mimiknya terlihat sangat lucu saat berfikir. Aku tahu kebimbangan mendera otaknya yang masih sangat kecil. Dalam kedinian, dia sudah peka situasi. 

"Ayo kita lets go antar papa." Aku sadar betul, kalimat yang meluncur di bibir ini sangat bertentangan keinginan. Namun, tetap berusaha berfikir logis, biar bagaimanapun ayah dan anak tetap saling terikat dalam segala hal. Ya, tentu beda dengan istri yang tak diharap, bisa saja hanya pelengkap penderita dalam sebuah kalimat. 

Bukankah istri hanya orang lain yang kebetulan dihalalkan untuk memberi keturunan dan ditanggung jawabi? Mengingat sikap Mas 

Rian selama ini, rasa ngilu seketika berdobel-dobel, memikirkan lelaki bergelar suami itu, memiliki prinsip demikian.

"Mamah nggak apa-apa, kok, suwer!" Aku menaikkann jari telunjuk dan tengah, sebagai pelengkap kata tidak apa-apaku tadi.

Terkadang kita meminta anak untuk selalu jujur, tapi tak diberi teladan yang baik.

Dan tekadang pula demi kebahagiaan dan kenyamanan seseorang, apalagi itu jelas keluarga, kita mengesampingkan luka. 

Aku rasa berada di dua posisi itu. 

"Nanti kita telpon papa aja kalau sampai di rumah," jawab Abram ceria, lalu menaikkan jari seperti yang kulakukan tadi saat mencari keseriusan di netra bening nan polosnya. 

Lagi-lagi yang kutemui, rasa tulus yang tak dibuat-buat. Aku yakin pergolakan batinnya telah menemukan solusi.

"Kalau begitu, sambil nunggu waktu Duhur, sekalian kita tungguin pesawat yang ditumpangi papa lewat, ya, Sayang?!" usulku saat mendengar pengumuman pengeras suara, pesawat sebentar lagi landas.

Abram mengangguk, lalu melanjutkan aktifitas makan cemilannya yang sempat teertunda. 

Sepuluh menit kemudian, mesin burung besi itu menderu.

'"Selamat jalan, Mas! Semoga dalam bahagiamu di sana, engkau tak pernah lupa, ada dua keping hati di sini, yang selalu menanti kabar dan kepulanganmu," lirihku pesimis, sambil mendongak ke atas, menatap pesawat yang membawa Mas Rian dan wanita terkasihnya semakin mengecil.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
egoisnya laki"
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KUKEMBALIKAN SUAMI PADA CINTA PERTAMANYA   BAB 45 (BONUS)

    "Cepatan dong, Tari. Ntar Abram ngambek." Mas Langit menarikku menuju mobil. Ini hari penerimaan hadiah Abram ikut lomba hafalan surah-surah pendek. Tentu saja lelaki dingin tapi sudah hangat itu paling senang, karena dialah pembimbingnya di rumah. "Dikit lagi, Mas. Tinggal warnain bibir aja, kok," protesku tetap melangkah.Tak lama berselang, Mas Langit segera melajukan kendaraan sambil berkali-kali melihat jam yang melingkar di tangannya setelah kami duduk dan menutup pintu mobil. Dia memang seperti itu kalau menyangkut masalah Abram. Kadang aku menganggap sikapnya terlalu berlebihan, itukan sama saja membiasakan anak terlalu bergantung."Mandiri tidak terbentuk dengan sendirinya saja, Tari. Tapi harus disertai dengan tanggung jawab, jujur, optimis, dan contoh dari orang terdekatnya," ujar Mas Langit seakan tahu isi hatiku dan entah keberapa sekian kali dia mengulang kalimat semacam ini. Ah, sudahlah ... Aku tak ingin mendebatkan perbedaan prinsip. Apalagi dia tidak sekedar bicar

  • KUKEMBALIKAN SUAMI PADA CINTA PERTAMANYA   BAB 44 (TAMAT)

    Entah kenapa aku tak merasa kram dalam posisi berjongkok sambil kedua tangan menutup wajah. Untung tak ada Abram. Tidak bisa membayangkan andai anak itu melihat aku sebegitu terpuruk seperti sekarang, atau mengetahui ayahnya pergi lagi. Mungkin ....Mamah dan anak ini akan menangis bersama di sini."Apa kamu nggak malu diliatin?" Suara yang tiba-tiba sangat merdu terdengar diantara bisik-bisik. Aku tahu sedari tadi orang-orang memperhatikan, tapi diri tak perduli. Sedih ini harus segera dituntaskan.Cepat aku mengangkat wajah lalu berkali-kali mengusap mata untuk memastikan penglihatan.Ya, lelaki pembuat gulana itu berdiri di sana, betul, bukan mimpi atau halusinasi. Sementara Anggi di belakang tersenyum sambil menyeka sudut netranya. Sejak kepergian suami adik dan kedua orang tuanya, lelaki itu bertanggung jawab penuh sebagai kakak, jadi wajarlah memaksa Anggi ikut bila pindah kota seperti yang dilakukan sekarang. Dari pembicaraan Mbak Rima dan Anggi tadi pagi itulah, aku tahu peremp

  • KUKEMBALIKAN SUAMI PADA CINTA PERTAMANYA   BAB 43

    Gegas aku turun dari mobil bermaksud mendahului Mas Langit. Seketika terlintas keinginan kuat untuk mencegah pamitnya ke Emak. Aku akan meminta dengan segala cara agar tak jujur ke wanita terbaikku itu. Meski dengan berbagai alasan dan kedustaan, biarlah diri yang dzolim ini menanggug semua dosanya, asalkan malaikat tak bersayapku tetap bahagia. Aku rasa semua anak akan melakukan sama jika berada di posisiku.Sepertinya niatku telah terlambat. Suara tangisan Emak terdengar saat aku memasuki pintu utama. Secepat itu lelaki dingin mengutarakan maksudnya, hingga tak melihat kondisi Emak yang masih dalam pemulihan. Benar-benar tak berperasaan! Emosi dan sedih, entah yang mana kudahulukan sekarang.Dengan menyeret kaki aki memasuki kamar Emak, suasana hatiku benar-benar down sekarang. Akulah satu-satunya anak yang menjadi penyebab utama kepergian kedua orang tuanya. Menyadari itu, tungkai seketika tak bisa menahan bobot tubuh."Ke sini, Nduk." Gontai aku mendekat ke beliau. Mas Langit meng

  • KUKEMBALIKAN SUAMI PADA CINTA PERTAMANYA   BAB 42

    Setelah salat Subuh, Abram telah siap dengan jaket, biasanya pagi-pagi sekali Mas Langit sudah datang menjenguk Emak lantas membawa Abram jalan-jalan dan sepulangnya membawa aneka makanan yang masih hangat. Tiga hari lalu Emak diijinkan pulang dan sekarang sedang proses pemulihan di rumah."Kok, lama, ya, Mah," keluh Abram mulai tak sabar. Ufuk timur mulai terang, menandakan pagi telah menjelang. Tak biasanya Mas Langit datang terlambat."Coba cek ke rumahnya, Tari. Katanya dia gak bermalam di sini karena lagi pembenahan barang," kata Emak yang tampaknya menunggu seperti Abram. Lelaki itu memang tipe pembuat rindu."Emak dan Abram mau makan apa, biar aku bikinin," tawarku hendak ke dapur. Melihat sikap dinginnya ke aku menciptkan canggung dan malu yang teramat bila harus nyusul ke rumahnya. Kecuali kalau dia sendiri yang datang.Emak dan Abram tak ada jawaban. Itu menandakan mereka tak menyetujui saranku. Huft ... Sungguh dilema diri ini. Haruskah memaksa Mas Langit tetap bertahan d

  • KUKEMBALIKAN SUAMI PADA CINTA PERTAMANYA   BAB 41

    Ruang ICUAku mengenggam erat tangan Emak yang terbaring tak berdaya. Banyak alat medis tidak kutahu nama dan fungsi tepasang di tubuh rentanya.Mataku pasti sangat bengkak sekarang, hanya menangis yang mampu kukakukan, hampir dua belas jam berlalu, tapi beliau belum siuman. Dadanya saja terlihat naik turun menandakan masih ada ruh di jasad, itupun sangat lemah dibanding biasanya.Ya, Tuhan ... Cobaan apa lagi ini? "Sudah tahu penyebab Emak pinsang?" tanyaku ke Gilang, dia yang menemani Emak. Adikku itu baru saja kutugaskan mencari informasi di hajatan tetangga yang kemarin Emak datangi."A-anu, Mbak," jawab gilang gagap. Tuh, tak salah lagi, di sana sumbernya. "Apa orang membicarakanku?" ujarku to the point. Aku pikir tak perlu lagi berbasa-basi. Situasinya darurat."I-iya, Mbak." Aku mengangguk cepat agar Gilang bercerita tanpa sungkan. "Ada yang melihat Mas Langit di kota seberang. Dan tetangga menyimpulkan Mbak sekarang menjanda lagi," lanjut Gilang menatapku sedih. Inilah yang

  • KUKEMBALIKAN SUAMI PADA CINTA PERTAMANYA   BAB 40

    "Pintu rumah selalu terbuka lebar, jika Mas ingin menjumpai Abram." Selesai berucap, aku segera bergegas ke luar. Sementara Abram masih menunggu papanya bereaksi. Dokter itu masih setia menekuri lantai saat aku melaluinya.Sebelum mencapai ambang, aku sempatkan melihat ke belakang. Mas Rian menarik putranya dalam pelukan, lama sekali, sambil menangis lirih. Ya, perpisahan memang menyakitkan. Namun, bertahan dalam gerogotan luka yang tak pernah hilang, sama saja bunuh diri secara perlahan.[Kupinta maafmu dari prilaku dosa, salah, dan khilaf selama hidup bersamaku, Mas. Meski hubungan kita telah usai, tak ada niat sama sekali untuk menjauhkanmu dengan Abram ke depannya. Tetaplah jadi papa yang terbaik, pun suami yang bertanggung jawab. Semoga kita semua dalam lindungan Allah sampai maut memanggil]Tak memungkiri, air mata jatuh jua mengiring pesan singkatku. Baru kali aku sempat dan sepenuh hati meluangkan waktu menulis kata maaf dan perpisahan setelah hampir setahun jatuh talak. Seras

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status