Share

Aisyah dipaksa keluar dari perusahaan keluarga miliknya.

"Bu Aisyah!"

Seketika lamunan Aisyah buyar, ia kembali menoleh ke staf kantornya lalu menerima map biru yang diberikan kepadanya.

Seketika raut wajah cantik Aisyah berubah pucat, membaca lembar demi lembar dokumen itu.

"Mas, Abimana... tega sekali kamu, Mas, kepadaku" desis Aisyah emosi.

"Panggil manajer keuangan kesini! bawa laporan keuangan perusahaan ini selama tiga tahun terahir! kamu boleh kembali!" seru Aisyah kepada pegawainya. "Baik, Bu," staf itupun pergi dari hadapannya.

Aisyah memijit keningnya yang tiba tiba berdenyut hebat, menunggu orang yang dipanggilnya datang.

"Masuk!" seru Aisyah melihat orang yang dipanggilnya sudah berdiri di depan pintu.

"Siang, Bu, ini laporan keuangan perusahaan yang ibu minta," manager keuangan itupun menyerahkan tumpukan dokumen tebal kepada Aisyah dengan sopan.

"Terimakasih," Aisyah pun segera menerima dan mempelajarinya satu persatu.

"Hmm... tak ada yang mencurigakan di tahun pertama," gumamnya.

Aisyah pun melanjutkan pemeriksaannya dan seketika terbelalak melihat transaksi yang mencurigakan dari pertengahan tahun ke dua.

"Apa ini? kenapa ada riwayat transfer ke CV. CIPTA ABADI? apa perusahaan itu rekanan kerja kita yang baru? kenapa banyak sekali perubahan belanja dan kerjasama yang melibatkan CV. CIPTA ABADI? kemana perusahaan rekanan kita yang lainnya? Bukankah setahu saya kita tidak pernah mempunyai partner dengan nama perusahaan itu?" cecar Aisyah kepada manajer keuangannya.

Belum juga sang manajer menjawab, Aisyah kembali bicara dengan nada lebih tinggi.

"Apa lagi ini? mengapa 6 bulan terahir ini harga saham perusahaan kita makin anjlok dan merugi? kenapa berbeda dengan laporan yang setiap bulan saya terima, hah? Kamu bermain main dengan saya, ya?" teriak Aisyah lantang. Ia benar benar merasa pusing karena banyak menemukan kejanggalan pada laporan keuangan yang ia terima saat ini. Berbeda sekali dengan laporan keuangan perusahaan yang ia terima setiap bulannya dari Abimana, suaminya.

"Ma...maaf, Bu, setiap bulan saya menyerahkan laporan yang sama dengan ini kepada Bapak Abimana, saya tidak berani bermain main dengan pekerjaan saya, Bu" ujar manager keuangan itu tertunduk. Nampak sekali raut bingung dari wajahnya.

"Ya sudah, kamu keluar dari ruangan saya, biarkan saya mempelajari semua ini terlebih dahulu!" titah Aisyah.

Belum sempat manager keuangan itu meninggalkan ruangan Aisyah, tiba tiba masuklah Abimana dan wanita selingkuhan Abimana bergandengan tangan mesra. Namun sayang, wanita itu memakai topi yang menutup sebagian wajahnya, sehingga hanya bibirnya saja yang bisa Aisyah lihat. Mereka tersenyum licik penuh kemenangan kepada Aisyah.

"Bagaimana, Bu Aisyah yang terhormat?

Apakah anda sudah mengetahui bahwa pemilik perusahaan yang sebenarnya adalah saya? pemegang saham tertinggi di perusahaan ini? ujar Abimana sombong.

"Mana dia tau, Mas! secara, Dia kan taunya menyiapkan sarapan kamu setiap hari di rumah!" dengan pongahnya wanita itu menimpali Abimana dan disambut tawa licik Abimana.

"Bajingan kamu, Mas! setega itukah kamu kepadaku? apa Kamu tidak ingat siapa dulu yang memberi Kamu kesempatan sehingga bisa hidup dalam kemewahan seperti sekarang ini? Papaku, Mas!" seru Aisyah berlinang airmata.

Sang manajer keuangan pun hanya bisa menatap wajah Aisyah dengan iba. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Aisyah dikhianati suaminya sendiri. Ia pun memilih segera keluar meninggalkan ruangan tersebut .

"Alah...jangan lebay, Aisyah!, terima saja kenyataan bahwa hidupmu sekarang sudah jatuh miskin! kamu hanya memiliki 15 persen saham saja di perusahaan ini! 85 persen lagi kami yang menguasainya!" teriak wanita itu lantang, membuat seluruh staf yang mendengarnya bertanya tanya ada apa gerangan yang terjadi.

"Diam, Wanita ular! tak pantas kamu berbicara seperti itu padaku!" Aisyah berkata tak kalah tinggi.

"Jangan lancang, Aisyahrani! Abimana mendorong tubuh Aisyah sampai terhempas ke lantai, demi membela wanita disampingnya.

Aisyah yang tak terima dirinya diperlakukan seperti itu bangkit dan mencengkram kemeja Abimana.

"Siapa kamu, Mas! bisa seenaknya mendorong aku seperti itu hah? ingat, Mas! kalau bukan karena kepercayaan ayahku, Kamu tak akan pernah mungkin bisa diterima disini, Mas" ujar Aisyah geram.

"Hey...! jauhkan tangan hina mu itu dari kemeja suamiku, Wanita miskin! hardik selingkuhan Abimana mendorong tubuh Aisyah sekuat tenaga. Aisyah yang belum siap pun terpental dan terduduk di kursinya.

"Ingat ya, Aisyah! kami berbaik hati memberimu 3 hari untuk mengosongkan ruangan ini! karena ruangan ini bukan hak kamu lagi! dasar Wanita miskin tak berguna!" hardiknya lagi.

"Ayok, Sayang!" Kita beri waktu wanita ini untuk berpamitan kepada ruangannya sendiri, hahaha."

Abimana menggandeng lengan wanita itu meninggalkan Aisyah seorang diri yang menangis pilu. Mereka tertawa terbahak bahak berjalan keluar gedung perusahaan disaksikan ratusan pasang mata karyawan dan staf disana, yang merasa iba kepada Aisyah.

Aisyah yang merasa sedih dikhianati oleh suami, masih tergugu di ruangannya. Ia masih tak menyangka bahwa bukan hanya pengkhianatan cinta yang telah dilakukan Abimana kepadanya, tetapi juga pengkhianatan terhadap bisnis warisan orangtuanya.

Berusaha mencari kekuatan, Aisyah mendongak mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Matanya menyapu tiap inci dari ruangan ini. Ruangan yang sudah lama ditinggalkan demi baktinya kepada suami. Ruangan yang penuh kenangan ketika bagaimana Aisyah kecil sering menghabiskan waktu bersama papanya di ruangan ini. Ruangan dimana Aisyah remaja mulai belajar menggantikan papanya mengelola perusahaan keluarga.

Semakin lama Aisyah bernostalgia, semakin sakit rasanya hati Aisyah. Ia masih tak percaya dengan kenyataan pahit yang bertubi tubi ia terima. Hatinya masih belum bisa percaya akan semua ini. Namun, kenyataan pahit ini harus ia terima dan lalui.

Puas menyapu seluruh ruangan ini, pandangan Aisyah terhenti pada foto keluarga berukuran besar yang dipajang di dinding belakang.

Foto ia bersama kedua orangtuanya, juga foto ia bersama Abimana di hari pernikahannya.

Tak ayal, kenangan kenangan indah pun bermunculan di benak Aisyah. Bagaimana kehidupannya yang sempurna bersama orangtua yang sangat menyayanginya, bagaimana bahagianya ia mendapatkan cinta yang besar dari Abimana, laki laki tampan, sopan dan pintar, pun bagaimana bahagianya ia menjalani kehidupan berumahtangga dengan Abimana. Sehingga tanpa sadar, airmata kembali mengalir deras di kedua pipinya.

Namun Aisyah sadar, ia harus bisa melewati ini semua. Aisyah sadar, kalau ia menyerah, hanya akan membuat dirinya kalah dan kehilangan segala hak yang direbut oleh Abimana secara licik dari tangannya.

"Tidak...aku tidak boleh seperti ini lagi, tidak boleh ada airmata lagi untuk semua pengkhianatan ini" gumamnya.

"Aku harus bangkit! dan merebut kembali hak aku yang mereka curi!" ujarnya lagi.

"Baiklah, Mas! aku akan bermain dalam permainanmu, tunggu pembalasanku, Mas," gumam Aisyah lagi.

Ia pun segera menghubungi pengacara keluarganya dan akan meminta bantuan sang pengacara untuk merebut kembali haknya.

Namun, Aisyah sadar, ia membutuhkan beberapa dokumen untuk melancarkan misi pembalasannya kepada Abimana.

Ia pun segera memeriksa semua dokumen yang ada kaitannya dengan perusahaan keluarganya. Setelah dirasa cukup, ia pun membawanya keluar dari ruangan tersebut.

"Aku harus segera pulang ke rumah, aku harus menyelamatkan surat surat berharga lainnya sebelum diambil oleh Abimana" gumamnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dina0505
suka banget sama karakter Aisyah yang tegas dan berani
goodnovel comment avatar
Dila putri
ayoo aisyah bergerak cepat jangan mau lemah di hadapan orang* tdk tahu diriiii
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status