Aisyah pun segera menyambar kunci mobilnya membawa serta beberapa dokumen dan dokumen perpindahan perusahaan yang katanya telah disetujui tersebut. Ia bergegas meninggalkan perusahaannya.
Dengan pikiran kalut, Aisyah berusaha setenang mungkin membawa laju mobilnya membelah jalanan kota yang padat."Arghhh...kenapa harus terjebak macet segala," gerutunya.Dua jam sudah Ia terperangkap dalam kemacetan jalanan kota.Otaknya terus berputar mencari cara untuk mendapatkan kembali perusahaan yang diambil alih Abimana sambil sesekali memperhatikan kondisi jalan.Aisyah menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal karena kesal tidak mendapatkan ide yang pas menurutnya, hingga pandangannya tertuju ke sebuah mobil yang terparkir di halaman restoran depan Aisyah."Tunggu dulu, bukannya itu mobil mas Abimana? kemana orangnya?"Aisyah memperhatikan lebih jeli lagi ke arah restoran tersebut, ia menangkap sosok familiar sedang menyantap makanan bersama seorang wanita cantik."Mas Abi," gumam Aisyah lirih.Nyeri di hati kembali Ia rasakan, ia belum siap sepenuhnya menerima kenyataan Abimana telah membuangnya. Apalagi melihat Abimana menyupi mesra wanita tersebut.Tit...tit...tiiiiittttSuara klakson mobil dari belakang menyadarkan Aisyah, Ia pun segera melajukan kendaraannya menuju rumah.Sesampainya di rumah, Aisyah segera masuk ke kamarnya. Ia membuka lemari mencari berbagai dokumen penting lainnya.Pikirannya saat ini hanya mengamankan dokumen berharga lain dan sertifikat rumah sebelum diambil Abimana."Non, dibawah ada tuan Abimana,"Aisyah dikagetkan dengan kedatangan pembantunya."Ngapain Dia kesini, Bi? suruh pulang aja sama Bibi!" titah Aisyah."Sudah, Non, sudah bibi suruh pulang, tetapi tuan Abi nya menolak, katanya mau ketemu Non, sebab ini rumah Dia" ucap pembantunya panjang lebar."Apaaaaa...?"Belum sempat Aisyah melanjutkan kalimatnya terdengar Abimana berteriak."Aisyah! keluar dari kamarmu sekarang! atau aku yang akan memaksamu turun sekarang juga!" seru Abimana lantang."Ngapain sih orang gila itu mengusikku lagi?" gerutu Aisyah.Ia pun segera keluar dari kamarnya setelah menyimpan dokumen pentingnya ke dalam tas. Ia tak ingin Abimana masuk ke dalam kamarnya."Akhirnya keluar juga kamu, Aisyah!"Ucap Abimana menyeringai melihat Aisyah yang datang menghampirinya."Ngapain kamu datang kesini, Mas? bukankah diantara kita sudah selesai?" sergah Aisyah tajam."Selesai? ngapain aku kemari?" pertanyaan konyol macam apa itu Aisyah!Kamu lupa ya, 85 persen saham keluargamu itu sudah menjadi milikku! jadi kamu tidak berhak lagi untuk tinggal di rumah ini!Angkat kaki sekarang juga dari rumah ini, Aisyah! karena aku akan membawa istri baruku tinggal disini!Tajam menusuk kata kata Abimana, seolah ia lupa bahwa siapa Aisyah.Karena keegoisan dan ketamakannya akan harta, Abimana lupa bagaimana Aisyah dan keluarganya dulu yang telah mengangkat derajat kehidupannya."Kamu ini gila, ya Mas! sampai kapanpun rumah ini adalah rumahku, Mas! Kamu nggak punya hak atas rumah ini! pekik Aisyah."Ha...ha...ha... bermimpilah sepuasnya, Aisyah! sampai kamu sadar siapa kamu sebenarnya sekarang! wanita miskin, mandul, dengan penampilan tidak menarik! mana pantas tinggal di istana semegah ini!" seru Abimana lantang."Kamu, kenapa tega sekali bicara seperti itu padaku, Mas? kenapa gampang sekali mulutmu mengucap hinaan demi hinaan untukku, Mas? apa Kamu nggak punya rasa iba sedikitpun padaku? isak Aisyah.Bagaimanapun ia seorang wanita, ia merasa terhina dikatakan mandul oleh Abimana."Lantas, kalo bukan mandul apalagi namanya, Aisyah? wanita yang tidak bisa memberi keturunan kepada suaminya, ya mandul namanya!" hardik Abimana."Cepat kemasi barang barangmu, Aisyah! Sebelum kesabaranku habis! bentak Abimana."Nggak, Mas! sampai kapanpun rumah ini adalah milikku, pemberian orangtuaku, kamu tidak mempunyai hak atas rumah ini! tegas Aisyah."Aku ngga ada waktu lagi meladeni tingkahmu, Aisyah! cepat kemasi barang barang mu! atau kuseret kamu keluar dari rumah ini secara paksa!" ucap Abimana."Minggir...!"Serunya kepada Aisyah, Abimana menuju kamar Aisyah, kamar yang 3 tahun lalu mereka tempati bersama."Mau apa, Mas, ke kamarku?" Aisyah mengejar Abimana."Keterlaluan kamu, mas! ngapain kamu mengeluarkan semua pakaianku, Mas!" Aisyah segera memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai kamar."Kemasi semua barangmu, sekarang! atau aku yang melemparkannya keluar! bentak Abimana."Ta...tapi, Mas" Aisyah menggantung ucapannya, ia tak kuasa membendung airmatanya menghadapi perlakuan Abimana yang begitu tega padanya."Cepat, Aisyah! kamu itu budeg apa tolol si? kamu itu bukan pemilik rumah ini lagi sekarang! aku lah pemilik semua kekayaanmu itu!" seru Abimana.Perih...Kembali rasa itu mendera hati Aisyah.Ia pun bangkit berdiri menatap tajam Abimana."Baik, Mas! kalau ini adalah tujuanmu dulu menikahiku, pura pura cinta kepadaku! baik!Aku akan pergi dari sini!Tapi ingat, Mas! ini adalah awal kehancuranmu! aku akan merebut kembali semua hartaku! suara Aisyah menggelegar memecah keheningan.Ia pun segera membereskan sebagian pakaian dan barang barangnya lalu memasukkannya kedalam sebuah tas ransel."Bagus kalo kamu sekarang sadar dan mau angkat kaki dari sini, Aisyah! sebagai bentuk kemurahanku, aku ijinkan kamu membawa mobilmu untuk pergi! ucap Abimana diiringi tawa kemenangannya.Aisyah pun segera membawa tas ransel di punggungnya meninggalkan rumah itu. Rumah yang menjadi saksi kehidupannya selama ini.Airmata yang terus membanjiri kedua pipinya bak anak sungai yang mengalir deras.Ia merasakan badannya melayang dan sangat ringan. Aisyah tidak tahu apakah ia berjalan dengan benar atau tidak. Ia hanya merasakan badannya yang ringan seakan tidak menapaki lantai.Dengan langkah kaki gontai ia meraih gagang pintu utama."Apalagi yang kau tunggu, Aisyah! cepat keluar dari rumahku! teriak Abimana menghentikan gerakan tangan Aisyah.Dengan rasa sakit yang ia rasakan, Aisyah menoleh ke sumber suara yang tengah berdiri di belakangnya dengan angkuh."Tunggu, Mas, pembalasanku!"Ucap Aisyah penuh penekanan. "Selamat tinggal rumah kesayangan, maafkan Aisyah, mah...pah, Aisyah janji akan segera merebut kembali milik kita dari tangan Abimana bajingan itu," seraya membuka pintu melangkahkan kakinya keluar dari rumahnya.Ia pun segera memasukkan tas ranselnya ke bagasi mobil. Memastikan semua barang nya yang tidak seberapa itu tidak ada yang tertinggal satupun.Setelah memastikan semua barang barangnya ngga ada yang tertinggal, ia menutup kembali bagasi mobilnya.Sekali lagi, Aisyah menatap kembali rumah yang tampak megah di depannya. Rumah yang selama ini menjadi saksi kehidupannya yang indah bak seorang putri raja.Aisyah mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman rumah megah itu dengan mata sembab. Tarikan nafasnya yang berat seolah olah berkata bahwa ia sangat terpaksa meninggalkan rumah itu. Nampak ayunan favoritnya tempat ia bersantai di sore hari.Bunga bunga hias favoritnya yang tampak cantik terawat, kolam ikan hias di samping taman dengan gemericik air yang menenangkan, membuat siapapun merasa enggan melangkahkan kaki keluar dari area itu."Bismillahirrahmanirrahim..."Ucap Aisyah disertai airmata yang makin deras membanjiri kedua pipinya.Dengan mantap Aisyah berjalan menuju mobilnya. Ia sadar harus segera pergi meninggalkan semua yang ia bangun bersama keluarganya.Gemetar tangan Aisyah menggapai pintu mobil kesayangannya. Badannya kembali terasa melayang, kakinya serasa tidak menapaki tanah tempatnya berpijak.Dan tiba tiba, semuanya gelap.Aisyah pingsan."Turuti kemauan dia!" Narendra memberi perintah kepada anak buahnya sambil mengangkat kedua tangan ke atas. Tubuhnya gemetar menahan takut. Ya, Narendra yang seorang penjahat pun merasa ketakutan saat pistol menempel tepat di pelipisnya. "Bagus! Cepat antar sahabatku ke dalam mobil!" Mahesa kembali memberi perintah. Dengan cepat, anak buah Narendra memapah Rendra masuk ke dalam mobil milik Mahesa. "Lepaskan bos kami!" anak buah Narendra berteriak. Mereka mencoba merangsek ke arah Mahesa. Namun, dengan sigap Mahesa menarik pelatuk pistol mainan yang dipegangnya, membuat anak buah Narendra urung mendekat. "Berani mendekat, bos kalian tinggal nama!" Seringai Mahesa licik. Membuat anak buah Narendra kembali mundur beberapa langkah. Terdengar deru mobil Mahesa mendekat, secepat kilat Mahesa menyeret Narendra masuk ke dalam mobil miliknya dan meninggalkan anak buah Narendra yang seolah terhipnotis. Dan pada akhirnya, kejar kejaran antara dua mobil terjadi. Dengan kecepatan penuh,
Mobil yang dikendarai Mahesa melesat membelah jalanan yang mulai sepi. Wajahnya menegang tiap kali ia dengar suara jeritan Rendra yang terdengar tak berdaya. Bisa dipastikan, Rendra di keroyok lebih dari dua orang."Brengsek! Siapa yang berani main-main dengan Mahesa Bagaskara?" Mahesa mengepalkan tangannya geram.Ia bersumpah akan memberi pelajaran setimpal terhadap siapapun yang berani menyentuh sahabatnya.***"Ternyata anak buah Mahesa Bagaskara tak seperti yang terdengar! Lembek!" suara cibiran dan cemoohan terdengar memenuhi taman yang sepi itu. Suasana taman itu memang tak seperti taman kota yang lainnya. Karena letaknya kurang strategis, sehingga penerangan pun tak memadai. Hanya ada di tiap ujung taman dengan cahaya temaram."Berani satu lawan satu, jangan keroyokan?" Rendra berusaha bangun, meskipun seluruh tubuhnya merasakan sakit."Besar juga nyalinya! Hajar dia!" pria berkacamata hitam itu turun dari mobil mendekati Rendra. Dengan cengkraman kuat, ia memaksa Rendra meneng
"Mam, sorry aku harus pergi sekarang!" Mahesa yang merasa tak nyaman di rumahnya sendiri turun menghampiri kedua orangtuanya di meja makan."Lah kok pergi? Temenin Cassandra dong!" Nyonya Rini merenggut. "Mami aja yang temenin, kan dia tamunya Mami!" Mahesa memalingkan wajahnya dari Cassandra."Cassandra itu calon kamu, Nak! Coba kenalan lebih dekat! Pasti kamu suka," Nyonya Rini tersenyum kepada Mahesa."Udah berapa kali aku bilang, Mam! Aku sudah punya calon sendiri, pilihan sendiri!" Mahesa menjawab ketus ucapan ibunya."Memangnya siapa calon mu itu hah? Pasti cuma akal-akalan kamu aja!" gerutu Nyonya Rini."Serius, Mam! Dia seorang pemilik perusahaan," Mahesa mencoba meyakinkan ibunya."Sudahlah, Mam! Nggak enak juga berdebat di depan tamu! Biarkan anakmu dengan pilihannya!" Tuan Adam mengedipkan matanya kepada Mahesa."Nggak bisa gitu, Pah!" Nyonya Rini menatap tak suka suaminya.Sementara Cassandra pura-pura tenang meskipun hatinya marah besar dengan ucapan Mahesa."Dengar Cass
"Mimpi? Apa aku bermimpi? Kenapa rasanya sangat nyata?" gumam Cassandra pelan. Ia bergidik ngeri kala mengingat kejadian menyeramkan barusan di dalam kamar."Tante, boleh aku istirahat di ruang tamu aja?" Cassandra melihat ke arah nyonya Rini. Berharap beliau mau mengabulkan permintaannya."Baik, ayok Tante bantu bawakan barang-barang mu!" Nyonya Rini mengangguk setuju. Meskipun beliau tak percaya dengan cerita hantu Cassandra, tetapi rasa ibanya menyeruak dalam dada kala melihat Cassandra yang histeris." Mami, aku makan duluan ya! Udah lapar nih!" Mahesa yang keluar dari kamar berpapasan langsung dengan Cassandra.Meskipun terkejut, Mahesa bersikap seperti dingin mungkin di depan Cassandra."Tunggu Cassandra sebentar, Mahesa!" Nyonya Rini menuntun wanita muda itu turun menuju ruang tamu."Kelamaan, Mi! Aku tunggu di meja makan aja sekalian makan duluan!" Mahesa tak menggubris ucapan ibunya."Kita tunggu Cassandra dulu, Nak! Sebentar aja," Nyonya Rini melirik Mahesa tajam.'Oh My God
"Suara apaan itu?" Cassandra yang tengah selonjoran setelah dipijit pelayan Mahesa terperanjat kaget.Hihihihi,Suara menakutkan itu kembali terdengar semakin nyaring. Cassandra mulai turun dari ranjangnya. Dengan tubuh sedikit gemetar ia terlihat mencari asal suara."Pergi sana! Jangan ganggu aku!" teriak Cassandra dengan tubuh merapat di tembok.Sayangnya, suara aneh dan menakutkan kembali terdengar. Bahkan sekarang terdengar langkah kaki yang diseret mendekati kamarnya."Ya, Tuhan! Apa mungkin kamar ini ada penghuninya?" Cassandra terlihat panik.Srek-srek,Suara langkah berat itu semakin mendekat, membuat bulu kuduk Cassandra berdiri tegak. Dalam keadaan panik seperti itu, tiba-tiba lampu kamar padam dengan sendirinya. Sontak saja Cassandra berteriak histeris,"Aaaaaaaaa!" dengan kedua tangan menutupi wajahnya."Tolong, jangan ganggu aku!" Isak Cassandra mulai terdengar, membuat Mahesa yang memantau dari layar komputer tertawa puas."Syukurlah," bisik Cassandra saat lampu kembali
"Akhirnya kamu pulang juga, Mahesa!" Nyonya Rini menatap kesal puteranya.Mahesa hanya mengangkat bahunya lalu mencium punggung tangan maminya sopan."Maaf, Mi! Jalanan macet parah," Mahesa mencoba memberi alasan. Tubuh lelahnya ia hempaskan di sofa empuk."Maaf, maaf! Kasihan Cassandra nunggu kamu lama!" Nyonya Rini mendelik kesal."Udah dong, Mami cantik! Ketemu anak tuh disayang, dielus apa gimana! Bukannya dimarahin!" Mahesa mulai terlihat kesal."Lagian ngapain Mami pake acara ngenalin aku ke anak teman Mami segala!" sungut Mahesa kesal."Ngapain katamu? Dengar ya! Mami tuh udah kepingin banget nimang cucu! Kalau nungguin kamu bawa menantu sampai Mami tua pun kayaknya nggak akan!" Nyonya Rini nyerocos tak mau kalah dari Mahesa."Tapi nggak perlu pake acara gini juga kali, Mam! Aku udah punya calon yang super istimewa!" elak Mahesa."Halah, kelamaan! Pokoknya kamu pasti langsung jatuh cinta pada Cassandra. Udah cantik, keluarganya juga pebisnis sama dengan kita! Cocok sama kamu!"