KUPULANGKAN UANG SUAMIKU
**
"Ratna. Buatkan aku kopi?"
"Maaf, Bang. Gulanya habis."
Aku berkata dengan wajah menyesal.
"Habis. Gimana sih kamu! Ini baru pertengahan bulan udah habis aja. Ratna, kenapa aku kasih kamu uang banyak sama sedikit itu sama saja!"
Aku hanya diam mendengar dia mengomel sepertinya akan panjang.
"Kamu lihat Mbak Dita, dia pintar ngurus keuangan apalagi suami. Body nya bagus. Lihat diri kamu, Ratna. Apa aja yang kamu kerjakan gak ada bagusnya. Rumah kotor, badan kamu bau asap terus. Kalau lama-lama begini aku bisa kawin lagi!"
Dia masih terus mengomel dan aku mendiamkan.
"Kamu dengar aku gak sih, Ratna!"
"Apa boleh aku bicara, Bang?"
"Udah. Bicaralah kamu!"
"Harusnya Abang sadar. Uang yang Abang kasih cuma sejuta sebulan. Semua harus aku tutupi mulai dari listrik, makan, gas, air, jajan anak. Itu gak cukup, Bang!"
"Kamu nya aja yang boros." Bang Hadi gak terima.
"Boros dari mana, Bang. Aku harus menanggung semuanya di rumah ini. Harusnya Abang bersyukur punya istri kayak aku!"
"Bersyukur kata kamu. Bersyukur kalau yang kamu masak hanya tahu dan tempe terus!" Bang Hadi menggebrak meja karena marah. Aku gak mengerti mengapa dia marah seperti itu.
Aku adalah seorang istri yang di berikan jatah gaji oleh suamiku sejuta perbulannya. Dari uang itu aku mencukup kan segala kebutuhan. Bayangkan uang sejuta dapat apa?
Bang Hadi adalah seorang pegawai Negeri. Tetapi uang nya sudah sebagian di kredit kan ke Bank untuk gaya-gayaan membeli mobil. Aku sebenarnya gak setuju, tetapi dia berkata malu. Masa seorang pegawai gak punya mobil. Meskipun aku, Lala dan Lily kedua anakku jarang menaiki mobilnya.
Bang Hadi berkata mobilnya bisa bau dan kotor kalau kami sering naik. Entahlah, aku tak mengerti dengan pemikiran suamiku. Apakah dia tak menyayangi kami? Jika sikapnya seperti itu sama saja dia tak menganggap kami.
Jika karena bukan bantuan dariku. Bang Hadi gak akan bisa makan. Karena uang yang di berikan ya cuma cukup buat bayar listrik, gas dan air serta membeli beras dua karung. Sementara untuk makan, beli jajan anak dan membeli pakaian anakku, dia mengandalkan uangku sebagai penulis dan menjual pulsa.
Tanpa Bang Hadi tahu. Aku diam-diam menulis di beberapa platform hasilnya lumayan. Aku juga membuat YouTube dari tulisanku. Dari sana aku mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tanggaku.
"Halo."
Gawai Bang Hadi bergetar. Dia mengangkat panggilan.
"Iya, Bu. Datang saja. Hadi baru saja dapat bonus. Boleh kok."
Beberapa saat dia berbicara dengan Ibunya di telepon.
"Telepon dari Ibu ya, Bang."
"Iya!" jawabnya ketus.
"Kamu dapat bonus ya, Bang. Alhamdulilah. Bisa dong berbagi buat makan kita dan jajan anak-anak!"
Aku berharap Bang Hadi mau membagi uangnya. Karena memang buat makan aku mengharapkan uang dari menulis dan jual pulsa.
"Dasar mata duitan kamu. Uang aja selalu habis kamu pakai. Sekarang bonus ku juga mau kamu kuasai. Ini buat aku dan Ibu. Aku udah janji mau belikan dia kalung emas! Ini untuk kamu!"
Dengan kasar Bang Hadi memberikan aku uang dalam amplop. Dia lalu pergi masuk ke kamar.
Aku menghela napas. Uang bulanan yang pas satu juta dan membuat aku harus susah payah agar uang itu cukup.
**
"Ratna ...." Suara Bang Hadi keras memanggil ku.
"Ratna ... Ratna ...."
"Apa sih, Bang. Jangan teriak-teriak!" kataku juga dengan lantang.
"Ratna. G**a kamu! Rumah kotor. Lampu mati dan makanan gak ada. Apa aja yang kamu kerjakan! Istri gak berguna kamu. Baru kemarin aku kasih kamu uang tapi kemana uang nya. Kamu habiskan, Ha!"
Bang Hadi dengan mata melotot membentakku.
"G**a! Apa gak ada kata lebih baik lagi untuk kamu ucapkan, Bang."
"Terus? Apa semua ini?!"
"Kamu mikir gak sih, Bang. Uang satu juta dapat apa. Listrik habis, beras habis. Bawang, cabe, tomat dan semuanya habis. Tetapi, aku takut kamu bilang aku boros karena belanjakan uang satu juta yang kamu beri. Mulai sekarang kamu aja yang pegang uang itu. Kamu belikan semua kebutuhan rumah tangga kita. Biar kamu tahu rasanya seperti aku!"
Bang Hadi terdiam mendengar ucapanku.
"Rumah kotor karena Lala dan Lily gak aku bawa keluar rumah. Karena kalau di luar rumah mereka suka jajan. Beli coklat, beli cilok. Jajan nya banyak dan aku tahu kamu gak mampu!"
Aku masuk ke dalam kamar lalu uang yang di dalam amplop masih utuh satu juta aku berikan ke Bang Hadi.
"Ambillah, Bang. Ku pulangkan uangmu. Karena aku gak suka kamu mengatai ku boros!"
Lanjut?
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 2. **PoV RatnaBang Hadi mendelik saat aku memberikan amplop berisi uang satu juta yang masih utuh itu ke tangannya. "Ambil, Bang. Kamu selalu berkata boros padaku. Sekarang kamu atur kebutuhan rumah tangga." Aku mengambil juga tulisan dari saku ku. Kuberikan padanya. "Ini yang perlu di belanjakan bulan ini. Sangat kebetulan sekali. Listrik habis, gas habis, beras habis dan semua habis jadi tolong kamu belikan semua kebutuhan rumah tangga yang aku tulis itu!" Aku berwajah masam menanggapinya. "Jadi karena ini kamu belum masak?" "Ya. Aku gak suka kamu ngatai kau boros sama g**a! Kamu coba sendiri saja dulu belanja. Aku mau lihat kamu dalam mengatur uang!" "Ayah, Lily mau jajan. Kak Lala juga, Yah." Kedua anakku mendatangi Ayah mereka. Bang Hadi menghela napas. Dia menatap gusar anak itu. "Kamu bawa mereka ke kedai depan, Bang! Uang udah gak ada sama aku. Mereka merengek seharian!" "Ya sudah. Kamu emang gak becus banget. Kamu bersihkan rumah dan masak
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 3. **POV RATNA. Aku sangat menikmati pemandangan wajah suamiku yang pias melihat brosur buat masuk TK. Aku merasa bahagia sekali. Biasanya dia akan dengan wajah garang berkata aku boros dan gak bisa mengatur uang. "Sebaiknya Lala gak usah masuk TK saja tahun ini, Rat." Bang Hadi berkata dengan suara lemah. "Kenapa? Dia selalu tanya kapan masuk TK. Aku kasihan sama dia." "Kamu lihat biaya nya mahal banget gitu. Kamu aja yang ngajari dia di rumah. Lagian biayanya bisa beli motor second tahu! Kerjaan kamu juga cuma tidur dan ongkang-ongkang kaki aja di rumah. Kamu lebih suka main HP. Gak pagi, siang, sore dan malam. Kerjaan kamu cuma maen HP!" Bang Hadi mendelik menatapku. Aku mendengkus kesal kalau gak karena HP ku maka dia dan anak-anak gak bisa makan. Bang Hadi itu baru dua tahun ini diangkat menjadi PNS. Dahulu dia adalah pegawai honorer. Selama enam tahun lebih aku mengarungi rumah tangga dengannya penuh suka duka. Sebelum menjadi PNS. Kami tinggal
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU4. PoV Ratna. Wajah suamiku mengeras aku mengatakan itu padanya. Biar saja dia tahu rasa. Diajak kerja sama saja gak mau. Padahal niat aku baik, aku mau punya usaha entah itu membuka warung kecil-kecilan atau berjualan makanan di rumah. Semua itu butuh modal. Jika saja uang belanja yang di berikan nya cukup maka uang hasil menulis dan jual pulsaku bisa ku simpan untuk menambah modal usaha. Namun, mau bagaimana lagi, uang itu terpaksa ku gunakan untuk membantu biaya makan kami dan membeli beberapa lembar pakaian anakku juga pakaian ku. Maksudku uang Bang Hadi sejuta lima ratus itu. Aku simpan lima ratus setiap bulan. Jika rutin menyimpan maka akan bertambah jumlahnya. Sementara uang menulis biarlah menjadi tambahan makan kami sehari-hari juga uang sejuta yang dia berikan. "Ini tinggal lima ratus lima puluh ribu lagi, Rat. Tolong kamu gunakan untuk biaya kedatangan Ibu." Bang Hadi menyerahkan lagi uang itu padaku. "Sudah berapa kali aku bilang gak mau, Ban
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 5. **PoV Ratna**Aku selesai membacakan buku cerita untuk anakku. Mereka sudah tertidur. Ku selimuti kedua anakku. Mereka tidur di dua tempat tidur terpisah. Lala di atas dan Lily di bawah. Setelah mereka tertidur. Aku menyelesaikan tulisanku. Butuh beberapa waktu untuk menyelesaikan tulisan ku. Aku membuat cerita tentang suami yang menjatah-i istrinya belanja. Sangat mirip dengan kisah yang aku tulis. Walaupun belum banyak pembaca tetapi aku bersyukur selalu sama Allah karena dengan menulis aku mendapatkan pemasukan yang cukup untuk membantu ekonomi keluargaku. Entah, kedepannya akan seperti apa. Aku berharap akan baik kehidupanku dan anak-anak. Allah memberikan rezeki yang baik setiap harinya. Setelah selesai menulis. Aku iseng membaca postingan teman grup kepenulisan. Aku juga bergabung di beberapa grup menulis untuk mendapat informasi tentang kepenulisan dan berbagai informasi lainnya. Yang mereka bahas biasanya seputar kepenulisan dan informasi la
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 6**PoV RatnaBang Hadi sudah tidak kelihatan. Aku merasa aneh. Kemana dia pergi. Anak-anak sudah mandi dan sarapan. Semua bahan di dapur juga tidak ada lagi. Bang Hadi masih belum belanja juga. Untuk makan anak-anakku. Aku tadi beli minyak sayur dan beberapa butir telur saja menggunakan uang ku sendiri. Mereka kini bermain di depan rumah. Melihat keceriaan mereka alangkah aku bahagia. Anak-anak adalah penyemangat aku melakukan apapun dan semangat mencari rezeki. Aku mengambil gawai dan menulis sebentar. Selesai melakukannya sekitar satu jam sekalian aku mengawasi anak-anakku bermain. Bang Hadi tak kunjung juga datang. Aku menghubunginya lewat gawaiku. Panggilan tersambung tetapi tidak di angkat. Menyebalkan, pagi-pagi sudah pergi tetapi dia tidak meninggalkan apapun di rumah. Uang juga di bawa nya semua. Janjinya di akan belanja karena Ibu dan Jelita akan datang. Beberapa kali menghubungi akhirnya Bang Hadi mengangkat. Aku mencebik kesal padanya. Masih b
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 7**"Bawa ini, Ratna!" kata Ibu dengan nada memerintah. Aku berjalan dengan perlahan karena terkejut mereka mengajak Mia juga untuk ikut. Dengan takzim ku Salami tangan Ibu mertua. Walaupun dia tidak suka padaku. Dia secara kasar melepaskannya. Sedangkan Jelita dan Mia, mereka melengos saja masuk rumah. Mereka semua duduk di Ambal yang cukup tebal. Untuk membeli sofa, kami belum ada uang. Maklum, walaupun Bang Hadi PNS. Tetapi, uangnya sudah dia gadai ke Bank. Selebihnya buat makan dan terkadang memberikan Ibu dan Jelita. Kami sempat bertengkar hebat juga beberapa bulan lalu karena aku ingin minta di belikan kulkas serta kursi makan. Bang Hadi mengomel. Walaupun dia memberi juga uang nya tetapi kurang. Aku dengan uang simpanan harus menambah peralatan rumah kami yang memang di perlukan. "Heh, kenapa sih kamu melamun terus. Kalian gak punya sofa buat duduk, Ratna! Kok bisa? Hadi kan pegawai? Uang anakku pasti kamu foya-foya!" kata Ibu mencebik. Aku menghel
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 8. **"Terus ibu maunya apa?" tanya ku dengan suara yang cukup keras. "Dasar kamu memang gak sopan sama orang tua!" "Aku bukan nggak sopan cuma nggak suka dibanding-bandingkan sama Mia. Kali aja dia cerai sama suaminya gara-gara kebanyakan manggung!" ucapku ketus. "Sembarangan sekali kamu menuduh. Mia itu penyanyi islami bukan penyanyi yang suka goyang-goyang sembarangan. Dia juga bercerai gara-gara suaminya itu kasar sama dia padahal Mia bisa cari uang sendiri! Kamu juga harus banyak belajar dari dia agar kamu bisa cari uang sendiri tanpa menadah selalu kepada Hadi!" Ibu tak mau kalah berbicara dan terus-terusan membela Mia. "Apa gunanya Aku punya suami, Bu! Kalau aku hanya akan mencari nafkah sendiri!" Mendengar perkataanku Ibu terdiam tetapi aku tahu dia tidak setuju dengan perkataanku. "Kalau begitu sama saja Hadi tidak berguna mencari istri yang tidak bekerja seharusnya dia juga mencari istri yang bekerja biar sama-sama bisa membantunya!" Ibu kemb
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 9.**POV RATNAWajah Mia terlihat pias saat aku mengatakan itu kepadanya. Aku mau melihat apakah dia mau mengeluarkan uangnya untuk ibu dan yang lainnya."Ratna, kamu kenapa gak sopan begini jadi orang!" kata Ibu mendelik melihatku. Katanya lapar. Di kasih solusi marah pula. Heran dengan pemikiran Ibu. Kenapa aku yang terus dia tekan kek gini. Mia sendiri diam bagaikan tersindir. Bang Hadi menghela napasnya gusar. Merasa mati kutu ketahuan belang nya. "Maaf, Mia. Jangan di dengarkan perkataan Ratna. Akan Abang beli nasi di depan." Dia berusaha menutupi kekurangannya. Dia mengulas senyum menggaruk kepalanya. Bang Hadi dengan isyarat mata menyuruhku ikut bersamanya ke kamar untuk berbicara. Entah apa yang mau dia katakan. Dengan malas aku juga ikut ke kamar. "Ratna. Kenapa kamu begitu nggak sopan sama tamu!" sentak Mas Hadi setelah dia menutup pintu. "Gak sopan? Ibumu yang gak sopan!" sentakku. "Kok kamu jadi nyalahkan Ibu sih." Bang Hadi gak terima. "T