Mendengar ucapan ibunya itu, Azmi hanya menelan ludah. Ia merasa tak ada gunanya lagi membantah kemauan ibunya. Lebih baik sekarang ia diam saja menerima keputusan ibunya itu daripada harus mengulangi lagi peristiwa kemarin, menikah dengan perempuan yang tak disetujui ibunya hingga akhirnya hidupnya tak pernah tenang karena perseteruan yang selalu terjadi antara mertua dan menantu. Antara Bu Rina dan Mia.
Sedang kedua ibu dan anak tersebut diam dan tenggelam dalam pikirannya masing-masing, lamat-lamat terdengar ketukan beruntun pada daun pintu utama.
Bergegas Azmi bangkit dari tempat duduk dan menuju pintu untuk membukanya. Di belakangnya, sang ibu mengikuti.
Pintu ia buka dengan sekali kuak. Begitu pintu terkuak, di depannya berdiri dua sosok laki-laki bertubuh tinggi kekar dan berotot yang tampak menatap keduanya dengan sorot mata tajam dan penuh selidik.
"Bu Rina, orang tua dari Bapak Heru, benar?" salah seorang dari dua lelaki di hadapan mereka bertan
Sekarang rumah dan aset yang ia miliki telah berada dalam penguasaan bank tempat mereka meminjam uang, sementara Heru dan Aris mengaku belum memiliki kemampuan untuk membayar cicilan yang sudah menunggak. Itu artinya tak lama lagi, aset yang mereka jadikan agunan akan menjadi milik bank dan akan dilelang untuk menutupi dan membayar sisa hutang mereka.Lalu jika itu benar-benar terjadi, ia akan tinggal di mana dan bersama siapa? Arrgh, Bu Rina merasa emosi sekali dibuatnya."Dasar menantu kurang ajar! Nggak punya otak! Bagaimana bisa kalian yang ibu banggakan dan ibu percaya selama ini bisa mengkhianati ibu seperti ini? Coba bilang sama ibu, alasan apa yang membuat kalian tega membohongi dan menipu ibu seperti ini!" sembur Bu Rina sembari menatap kedua menantunya dengan pandangan penuh kebencian dan rasa kecewa."Selama ini ibu selalu menyanjung dan bangga pada kalian. Ibu bersyukur punya menantu yang ibu kira sangat patuh dan sayang pada mertua tetapi ternyata h
Sri sadar mertuanya itu saat ini pasti sedang dalam keadaan stress berat memikirkan harta kekayaan yang disita bank. Itu sebabnya ia berusaha untuk meredakannya dengan menunjukkan penyesalan dan rasa bersalah yang tinggi meskipun dalam hati ia tetap tak mau rugi jika seperti pendapat Azmi tadi, aset berupa rumah yang ia dan Dina miliki, dijual demi membayar hutang dan menebus jaminan. Toh, uang itu dinikmati juga oleh ibu mertuanya dari pemberiannya dan suami. Bu Rina saja yang tidak tahu dan tidak peduli dari mana uang itu berasal karena sifat serakahnya."Sri benar, Bu. Aku juga minta maaf sudah bohongin ibu selama ini. Aku menyesal, tapi disesali gimana pun rumah dan tanah itu sudah sulit kembali lagi karena hutang berikut bunga yang harus dibayar masih banyak. Dijual sekalipun belum tentu bisa membayar hutang kami," ujar Aris menimpali ucapan istrinya."Terus kalau nggak sanggup bayar, kalian mau lepas tangan begitu saja? Kalian nggak mikir ibu mau tinggal di mana
"Assalamualaikum, Mbak Mia .. Maaf, tadi ada pesan dari ibu, mbak disuruh ke rumah."Mia baru saja membalikkan tubuhnya hendak masuk ke dalam kosan, saat Yusuf tiba-tiba memanggilnya.Tertegun, Mia berbalik lalu menatap ragu wajah tampan laki-laki di depannya."Saya Mas?" tanya Mia meminta penjelasan kembali karena ia masih dilanda ragu akan apa yang didengarnya barusan dari mulut lelaki itu."Iya Mbak, maaf kata ibu kalau Mbak ndak keberatan, mbak disuruh ke rumah sekarang," ucap Yusuf kembali sembari melempar wajah ke samping, menghindari tatapan mata langsung dengannya."Oh, buat apa ya Mas kalau boleh tahu?" tanya Mia lagi dengan rasa ingin tahu yang dalam.Sejak tinggal bersama Rika --tentu saja setelah sebelumnya sahabatnya itu meminta izin pada Bu Indah untuk sementara Mia tinggal bersamanya dan Bu Indah mengizinkan karena sifat mulianya yang memang gemar membantu sesamanya apalagi setelah tahu Mia adalah korban kezaliman
"Bu, bangun ... Mila sama Mbak Sinta mau berangkat nih, minta uang jajan dong Bu yang banyak. Soalnya di meja makan belum ada sarapan apa-apa. Entar Mila kelaparan lagi di sekolah," rengek Mila sembari mengguncang tubuh ibunya yang masih bergelung pulas di atas tempat tidur, sementara Sinta berdiri di belakangnya menunggu ibunya bangun tetapi tubuh ibunya sama sekali tidak bergerak.Diulangi sekali lagi oleh gadis berusia enam belas tahun itu merengek sembari mengguncang lebih keras tubuh ibunya. Syukur akhirnya sosok sang ibu menggeliat juga, meski bukannya bangun tapi malah mengomeli si bungsu."Duh, kok malah gangguin ibu tidur sih? Kemarin kan udah ibu kasih seratusan ribu buat dua hari, kok masih minta lagi? Tanya dong sama Mbak Sri-mu, sarapan paginya mana, jangan tanya sama ibu. Ibu masih ngantuk!" sahut Bu Rina tanpa membuka mata dan malah memperbaiki posisi tidur yang enak.Tadi malam Bu Rina memang tak bisa tidur. Benaknya kalut memikirkan kondisi keua
Dulu tidak ada yang berani membantah ucapannya. Mia selalu menuruti perintahnya, apa pun yang ia suruh selalu dikerjakan tanpa berani membantah, beda dengan Sri yang sikapnya seratus delapan puluh derajat berbeda. Itu membuat Bu Rina mulai merasakan penyesalan kenapa dulu sampai hati mengusir menantunya itu.Apalagi pasca Mia pergi, Azmi belum juga menemukan jodohnya lagi. Mizka tak terdengar lagi bagaimana kabarnya sekarang. Setiap kali ditanya Azmi enggan menjawab, apalagi sejak tinggal di kosan, putranya itu hanya sekali sekali saja melihatnya ke sini.Entahlah, sepertinya sekarang anak -anaknya bersikap menjauh dan memusuhinya. Padahal keadaannya saat ini sedang sulit. Mila dan Sinta butuh biaya besar untuk pendidikannya sementara jatah per bulan yang biasanya diberikan oleh anak-anak lelakinya juga Dina dan Sri mengalami kemacetan.Mereka bahkan seolah tak peduli lagi padanya. Membuat Bu Rina merasa heran sendiri, bagaimana bisa anak-anak yang selama
"Mi, dipanggil Bu Indah tuh," beritahu Rika saat hendak berangkat ke kantor.Barusan gadis itu memang dari depan. Seperti biasanya mencari sarapan pagi. Mungkin kebetulan saat melintasi rumah ibu kos ia bertemu Bu Indah yang menitipkan pesan itu agar disampaikan kepadanya."Oh ya? Ada perlu apa ya Bu Indah sama aku?" Meski sudah bisa menduga ini mungkin ada kaitannya dengan tawaran Bu Indah kemarin soal bisnis online shop yang ditawarkan padanya melalui Rika, tetapi Mia tak menduga jika akan secepat ini Bu Indah merespon ketertarikannya tersebut. Namun tak urung ia merasa sangat gembira. Ia berharap kalau jadi, nantinya Allah akan memberinya pintu rezeki yang baru lewat jalan ini."Mau ngomongin bisnis olshop kemarin mungkin, Mi. Buruan sana, tadi kulihat Yusuf juga belum berangkat. Mungkin nungguin kamu datang kali," ucap Rika sambil memoleskan bedak di wajahnya dan fokus ke kaca."Nungguin aku? Ngapain? Kan yang nawarin ibunya, kenapa harus berhub
"Aamiin ... semoga kamu juga diberikan kebaikan sama Allah supaya bisa melahirkan dan membesarkan anak kamu dengan baik meskipun ayahnya mungkin nggak bisa mendampingi ya, Mia. Ya, sudah nanti ibu lanjutkan ke wa saja ya. Oh ya, Suf, kamu ada yang mau diomongin ke Mia nggak?" tanya Bu Indah sembari berpaling pada sosok Yusuf yang sedari tadi hanya diam karena pembicaraan sudah diwakilkan pada ibunya."Sepertinya nggak ada sih, Bu. Nanti kalau ada pertanyaan biar via ibu juga nggak papa," sahut Yusuf sembari fokus ke ponselnya saat benda di atas meja tersebut berdering. Sepertinya ada yang menelpon lelaki itu sehingga laki-laki itu undur diri untuk menerima telepon."Ok, baiklah kalau gitu. Oh ya Mi, kamu udah sarapan belum? Kalau belum temani ibu sarapan yuk, kebetulan tadi Mbak Tinah masak makanan kesukaan kamu tuh, urap, perkedel jagung sama tempe goreng. Yuk ...!"*****Siang itu usai ribut dengan menantunya, Sri, Bu Rina membawa kedua putrinya keluar
"Ibu nyuruh aku bawa Mia ke sini lagi? Nggak salah?" Azmi bengong mendengar ibunya memintanya untuk menjemput kembali mantan istrinya, Mia dan membawa perempuan itu kembali ke rumah mereka, tepatnya kontrakan baru mereka ini.Bukannya dulu ibunya yang ngotot supaya mengusir istrinya itu dari rumah mereka? Kok mendadak bisa berbalik seratus delapan puluh derajat seperti ini? Apa tidak salah? Pikirnya bingung."Iya Az, ternyata nggak ada istrimu repot juga, semua harus ibu kerjakan sendiri. Mau cari pembantu, uang nggak ada. Jadi jalan satu-satunya ya cuma jemput istri kamu lagi ke sini," ujar Bu Rina kembali sembari menghembuskan nafas panjang."Iya, Mas. Mbak Mia kan cinta banget sama Mas Azmi. Diapain aja mau. Pasti senang kalau dijemput lagi sama Mas," imbuh Sinta pula yang sedari tadi hanya mendengarkan pembicaraan antara kakak dan ibunya itu sembari asyik bermain ponsel."Bener itu, Mas. Dia kan bucin sama Mas. Pasti mau deh balikan lagi sama mas lagi