Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Mia sudah diperbolehkan untuk pulang kembali ke rumah.Dokter menyarankan agar Mia banyak-banyak bergerak agar otot dan syaraf yang luka akibat tindakan operasi, bisa segera pulih kembali. Mia mengiyakan nasehat dokter tersebut sembari tak lupa mengucapkan banyak terima kasih karena telah menyelamatkan ia dan bayinya.Pada dokter dan perawat yang menangani Mia, kedua orang tuanya memang sudah meminta agar mereka tidak membicarakan lebih dahulu soal kondisi bayinya yang sudah meninggal dunia pada Mia, sehingga sampai hari terakhir di rumah sakit, Mia belum juga mengetahui kabar jika putri yang barusan ia lahirkan ternyata sudah tiada.Mia hanya tahu jika bayinya masih perlu perawatan intensif lebih lanjut demi memulihkan kondisinya yang lahir prematur, bukan meninggal akibat tidak bisa diselamatkan lagi.Bapak, Ibu, Sindy dan Rika bergegas mengemasi barang-barang yang dibawa saat menemani Mia melewati masa perawatan di rumah sakit ini
"Mi, lagi ngapain? Di luar ada Nak Yusuf tuh nyari kamu. Temuin sana," tegur ibu Mia dari balik pintu kamar saat wanita itu sedang konsentrasi menulis demi melanjutkan beberapa cerita bersambung yang tertunda ia lanjutkan sebab harus melahirkan dan merawat lukanya pasca operasi Caesar kemarin.Mendengar ucapan ibunya, Mia tersenyum lalu mengangguk kecil.Barusan Yusuf memang mengirim pesan whatsapp padanya jika hendak silaturahmi ke rumah. Katanya sih hendak memberikan penghasilannya bulan kemarin dari berjualan online produk dari toko pakaian lelaki itu padanya.Meski sedikit heran karena tak biasanya lelaki itu memberikan secara langsung penghasilannya padanya, melainkan biasanya akan memberikan gajinya lewat transfer via mobile banking, Mia setuju saja saat lelaki itu minta izin ingin mengantarnya langsung ke rumah.Ya, mungkin sekali-kali Yusuf ingin memberikannya sendiri sebagai penghargaan atas kerja sama dagang mereka.Sebelum keluar dari kamarnya untuk menemui Yusuf, Mia mempe
Sinta tak henti-hentinya mematut penampilannya di cermin. Kebaya pengantin berwarna krem tampak membalut tubuh rampingnya dengan pas. Sebuah untaian melati nan indah juga tampak menghiasi kepala, membuat penampilannya terlihat semakin cantik dan sempurna.Hari ini hari pernikahannya bersama Tony akan digelar. Sedari pagi ia sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Pokoknya, tak akan ia sia-siakan momen spesial bersanding dengan seorang manager perusahaan perkebunan ini berlalu begitu saja tanpa penampilan cetar membahana yang akan diingat semua orang seumur hidupnya.Tukang rias telah dikirim ke rumahnya oleh Tony untuk menghias penampilannya supaya terlihat cantik mempesona di hari spesial ini. Begitu juga ibu dan adiknya, Mila. Karena sesuai rencana, pesta pernikahan akan dilangsungkan di kediaman mewah ibunya Tony, maka penampilan mereka pun harus dijaga dengan sempurna, demi tidak memalukan dan mengecewakan keluarga besar Tony yang merupakan salah satu orang terkaya di kota ini. Me
"Tunggu, sebelum ijab kabul, saya mau tanya dulu, apa mahar yang akan diberikan pada anak saya untuk pernikahannya?" tanya Bu Rina sesaat sebelum Sinta diminta untuk menempati posisinya sebagai mempelai perempuan."Seperangkat alat sholat, Bu," sahut Tony singkat dan cepat. Malas menunda-nunda waktu."Cuma seperangkat alat sholat? Bukannya kemarin kami minta mahar perhiasan emas murni sebanyak lima puluh gram? Itu juga masih terlalu sedikit untuk melamar anak gadis saya," ucap Bu Rina dengan nada tinggi."Emas? Maaf, Bu. Saat ini harga perhiasan emas sedang melonjak tinggi. Jadi saya berpikir sayang jika beli emas sekarang. Harga sangat mahal, takutnya besok-besok turun drastis, rugi nanti, Bu," sahut Tony lagi dengan ekspresi tenang."Kalau begitu, beri saja anak saya mahar lima puluh juta rupiah, setara dengan emas yang dia minta kemarin!""Maaf, Bu. Saat ini saya nggak bawa uang cash. Nanti setelah menikah saja, gampang urusannya," sahut Tony lagi dengan sabar.Lalu setelah berucap
"Mas, apa maksud kamu membohongiku soal status kamu dan semua yang terjadi hari ini yang sama sekali tak sesuai dengan semua yang kamu ucapkan sebelum menikah?" tanya Sinta sesaat setelah ibu Tony menggiring tamu-tamunya pergi akibat salah seorang di antara mereka dianggap lancang karena telah membocorkan soal status Tony yang sudah duda pada gadis itu dan keluarganya.Sinta sendiri tak mampu lagi menahan rasa gundah yang mendera dadanya karena kenyataan yang sungguh di luar dugaan itu. Niatnya semula ingin membuat ibu dan keluarganya bangga karena ia berhasil memikat hati seorang manager perusahaan perkebunan yang tampan dan kaya, tetapi bukannya rasa bangga yang didapat, justru sebaliknya, rasa malu yang begitu besar.Ia berdecak sebal. Semua janji-janji yang diucapkan Tony nyatanya tidak ada satu pun yang terealisasi. Mulai dari ijab kabul yang indah, mahar yang menggiurkan, juga pesta perkawinan yang katanya akan berlangsung dengan super meriah di kediamannya.Semuanya nol besar.
"Sinta! Kamu baru bangun?" sapa sebuah suara saat Sinta melangkahkan kakinya menuju dapur rumah yang luas itu.Seorang wanita berparas dan berpakaian sederhana, kalau tidak bisa disebut lusuh, terlihat sedang jongkok di lantai, mengepel lantai yang mengkilat dengan kain basah menggunakan tangan.Sinta memaksakan senyum."M--mbak siapa? Pembantu di rumah ini?" tanya Sinta ragu-ragu.Penampilan wanita itu memang lebih mirip pembantu dari pada menantu. Tapi, kalau di rumah ini sudah ada pembantu, kenapa ibu mertuanya memintanya menyelesaikan pekerjaan sehari-hari rumah ini dengan tangannya sendiri tadi?Perempuan di depannya menggeleng lemah."Bukan ... aku istri Mas Vino, kakak suami kamu," sahutnya sembari kembali memaksakan senyum. Miris.Deg!!!Jantung Sinta seolah hendak tanggal dari tempatnya. Menantu? Jadi seperti ini penampilan menantu di keluarga ini? Keluarga kaya yang tadinya membuat Sinta ngiler ingin jadi bagian dan tinggal di rumah mewah ini? Ya, Tuhan ... ."Istri Mas Vino
Setelah setengah jam perjalanan, mereka pun sampai di kediaman Bu Indah yang sekaligus juga kosan Rika.Bu Indah menyambut dengan gembira saat Mia datang, sementara Rika langsung menuju kosannya."Ayo masuk. Ibu udah nungguin dari tadi lho," ujar Bu Indah sembari tersenyum semringah saat Mia mengetuk pintu.Siang tadi, Bu Indah memang memintanya datang ke rumah. Selain urusan bisnis putranya dan kangen ingin bincang-bincang setelah lama tak bersua, Bu Indah juga ingin membicarakan sesuatu dengannya. Entah apa itu, Mia tak bisa mengira-ngira. "Iya, Bu. Maaf toko baru saja bisa ditutup, jadi baru bisa ke sini. Hari ini pembeli ramai sekali. Mungkin karena sebentar lagi bulan puasa, Bu jadi mereka sudah mulai berburu baju lebaran dari sekarang sebelum harga-harga naik," sahut Mia sembari balas tersenyum.Mendengar jawabannya, Bu Indah ikut tersenyum."Oh iya ya, bulan puasa sebentar lagi. Orang-orang biasanya memang sudah mulai berburu baju lebaran di bulan-bulan ini. Hmm ... berarti ca
Sementara itu di sudut lain di kota ini.Azmi tampak tercenung menatap foto-foto pernikahan yang digelar di sebuah hotel bintang lima dengan sangat meriah itu meski tak meninggalkan protokol kesehatan sebab wabah pandemi yang belum berakhir juga melanda negeri ini.Barusan Mila menunjukkan foto-foto yang menghiasi instagram mantan istrinya itu padanya, membuat sudut hati Azmi yang sudah terluka, kini tersayat semakin perih.Harapannya jelas sudah punah. Digantikan dengan rasa kehilangan dan penyesalan yang bertubi-tubi yang membuatnya makin lemah tak berdaya. Ya, andai dulu ia tak memperlakukan mantan istrinya itu dengan buruk, tentu hari ini wanita itu masih ada di sisinya dan tidak akan pernah bersanding dengan pria lain seperti terjadi hari ini.Senada dengan putranya, Bu Rina juga tampak tercenung menatap foto-foto yang sedang dilihat Azmi itu. Foto perempuan yang dulu semasa masih menjadi menantunya selalu diperlakukannya dengan tak manusiawi dan dihinanya habis-habisan, hingga a