Share

6 | Nyx

Langkah kaki Erzulie bergema di sepanjang lorong menuju ruangan raja.

Ketika para prajurit melihat Ratu yang muncul dengan ekspresi marah, mereka tidak berani melakukan apapun. Iyan bahkan tidak sempat membukakan pintu untuk Erzulie, wanita itu langsung saja menerobos pintu dan membanting nya.

"Beritahukan aku alasan yang bagus. Mengapa harus Kyrena?" tuntut Erzulie dengan keras.

Wajah raja yang duduk di kursi kebesarannya itu tertutup oleh sejumlah dokumen dan kertas dimana-mana. Dia adalah sosok pemimpin Drystan, Yang Mulia Raja Khrysaor Yvaine.

Erzulie masih berdiri di hadapan pria itu dengan posisi yang sama, sementara Khrysaor sama sekali tidak memperdulikan keberadaan ratu itu. Erzulie mengetuk meja pria itu, tetapi yang di dapati hanyalah lirikan dari sudut kacamatanya.

"Yang Mulia Raja, Yang Mulia Ratu sedang berbicara pada anda," ucap Iyan yang berusaha menengahi keduanya.

Khrysaor melepaskan kacamata yang sedari tadi bergantung di batang hidung nya, kemudian menghela nafas dengan gusar. Dia menyuruh Iyan untuk keluar dari ruang kerja, menyisihkan dirinya dan Erzulie.

"Kamu sedang bertanya sebagai ibu atau ratu? Karena jika ratu yang bertanya seperti itu, seharusnya kamu sendiri sudah mengetahui jawabannya." Khrysaor menawarkan Erzulie untuk duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Dia menyeduh teh hangat untuk Erzulie kemudian duduk berhadapan dengan sang istri.

Erzulie menatap cangkirnya cukup lama, pikirannya melayang jauh saat Kyrena masih bayi. Anak itu mungil dan lucu, dia sangat senang berlari kesana-kemari dengan teriakan nya yang imut. Hari-hari itu sangat indah sebelum semuanya menimpah Kyrena. "Kenapa kamu mengirimnya? Dia punya kenangan yang buruk disana."

"Kyrena sudah cukup dewasa untuk bisa memilih mana yang terbaik baginya. Kita harus bisa percaya padanya Zulie," kata Khrysaor dengan tenang meskipun sebenarnya dia sendiri tidak bisa berbohong soal seberapa khawatir dirinya mengirimkan putri semata wayang nya ke kandang singa.

"Seandainya keluargaku tidak terbunuh pada kejadian itu, Kyrena tidak perlu menanggung semua ini. Kita bisa langsung mengenalkannya dengan keluarga kerabat Nyx." Ada rasa penyesalan yang luar biasa di hati Erzulie, dimana saat negaranya sendiri diserang oleh gelombang monster, dia dan suaminya malah berusaha menyelamatkan negara musuh mereka.

Nyx adalah dewi malam, ibu dari dewi Siang. Ketika peperangan terjadi begitu besar, sang dewi memutuskan hubungan nya dengan dewi Hemera, membuat dewi tersebut marah dan enggan muncul di permukaan Drystan. Karena itu, 12 anak Nyx yang lain kemudian memutuskan untuk menciptakan versi manusia mereka sebagai kekuatan yang bisa melindungi Drystan. Anggota keluarga ini pun tidak pernah kurang dari 12 orang, termasuk dengan Erzulie, setiap garis keturunan di kerajaan akan selalu menikah dengan keluarga Nyx agar bisa mendapatkan keturunan yang memiliki banyak sihir di dalam tubuhnya.

Tanpa sadar, Khrysaor sudah duduk disebelah Erzulie. Dia mengelus bahu istrinya dengan lembut agar dapat menghiburnya. "Kita tidak bisa mengubah takdir. Bagiku, selama kamu dan Khyrena baik-baik saja, aku tidak menginginkan apapun lagi," ucapan Khrysaor berhasil menenangkan pikiran Erzulie, juga membuat hatinya mencelos jatuh merasakan sakit.

"Maafkan aku, seharusnya jika itu tidak terjadi kamu masih memiliki sihirmu."

"Selama ada kalian, aku bahkan bisa lebih kuat tanpa sihir Zulie."

***

"Anda sudah merasa lebih baik tuan putri?" Aron muncul dari belakang Kyrena yang sedang memandang kota Alvah di menara. Kyrena tersenyum dan mengatakan kalau ia baik baik saja setelah mendapatkan istirahat yang cukup selama beberapa hari terakhir. Aron berdiri di sebelah nya dan ikut memandangi kota dari menara. Bagaimanapun Kyrena tidak bisa berbohong kalau tempat itu luar biasa, seperti dunia yang dipeluk lembut oleh dewa dan dewi.

"Anda tidak perlu memanggil saya dengan sebutan 'tuan putri', saya merasa kurang pantas karena sejujurnya saya yang berkunjung ke sini," celetuk Kyrena. Aron tersenyum melihat tingkah nya, gadis itu berbicara dengan Aron tetapi matanya menempel pada pemandangan kota dan enggan untuk menoleh ke wajah Aron.

"Dibandingkan hal tersebut, apakah kota itu berhasil membuatmu jatuh cinta sehingga membuatmu menolak untuk melihat diriku?" ucap Aron dengan sedikit tawa. Kyrena membalikkan wajahnya menatap Aron, pria itu sepertinya tidak setegang yang dia kira. Suasana diantara keduanya mencair dengan cepat diatas menara.

Aron mengatakan dia ingin membawa Kyrena mengelilingi kota yang sedari tadi di perhatikan oleh Kyrena alih-alih berdiam diri di dalam istana yang sesak.

"Apakah bisa? Bagaimana dengan tugas negara Anda?"

"Kamu tidak perlu khawatir soal itu. Kalau tamu kami tidak bisa menikmati apa yang disukainya dari negara ini, maka saya pun gagal sebagai orang yang telah menyambut Anda." Aron tersenyum.

Tanpa sadar senyuman tersebut menular pada Kyrena, "Baiklah kalau begitu."

Aron memberikan sebuah jubah pada Kyrena, sempat dia berpikir bagaimana caranya mengelilingi kota tanpa menimbulkan banyak kerumunan, ternyata mereka berdua harus menyamar dan pergi diam-diam dari istana. Aron dan Kyrena mengganti warna rambut dan bola mata mereka dengan sihir, tapi Aron mengusulkan agar Kyrena mengenakan jubah untuk menutupi kulitnya yang pucat.

Khyrena tidak mengerti mengapa orang-orang di kerajaan ini mengatakan bahwa dirinya pucat, padahal dia merasa sama sekali tidak sakit begitu pula dengan Lucien dan Luna.

"Dimana ajudanmu?" Tanya Aron yang baru tersadar sedari tadi Kyrena tidak ditemani oleh siapapun.

"Aku yakin dia ada bersamaku, ditempat titik buta semua orang," jawab Kyrena.

Ini merupakan kebiasaan Lucien saat bertugas. Pria itu tidak pernah tampak di belakang Kyrena seperti anak ayam yang mengikuti induk nya, dia lebih memilih membebaskan ruang gerak Kyrena dan mengikutinya dari titik buta musuh maupun Kyrena itu sendiri.

***

Kyrena melihat kegiatan warga di Alvah dengan penuh kekaguman. Beberapa kali mereka berdua berhenti untuk sekedar mencicipi makanan di pinggir jalan, yang tentu saja baru bagi Kyrena.

Seperti saat ini, mereka berdua membeli permen apel yang terasa manis karena lapisan permen di luar dan rasa gurih yang dikeluarkan apel. Disana bahkan Kyrena menemukan beberapa toko sihir yang menjual berbagai benda sihir di kedai mereka, bentuk dan warnanya sangat lucu. Mereka berdua mengelilingi kota dengan beberapa candaan dan membandingkan perbedaan yang ada antara Alvah dan Drystan. Suasana keduanya sangat hangat dan lembut, seakan mereka berdua sudah saling mengenal jauh sebelum Kyrena datang ke Alvah.

Mereka tiba ke pelabuhan dan memutuskan untuk menaiki sampan kecil agar melihat pasar terapung yang ada di pinggiran danau.

"Kamu menikmatinya?" tanya Aron.

"Sangat! Ini sungguh menakjubkan!" Kyrena bertingkah seperti anak kecil di mata Aron. Dari Jauh Lucien mengawasi Aron dengan tatapan yang cukup tajam.

Aron melihat gerak-gerik Kyrena yang tampak aneh, sepertinya gadis itu ingin berbicara tapi dia ragu untuk menanyakannya pada Aron. Kyrena mencoba mengumpulkan seluruh keberaniannya, karena dia ingin bertanya tentang seseorang dan mungkin di luar dari konteks topik pembicaraan mereka saat ini.

"Bisakah aku bertanya?" cicit Kyrena.

"Tentu saja,"

"Asteria itu siapa?"

Aron mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan pertanyaan gadis itu. "Asteria itu adalah Pangeran kedua. Dia adikku," jawab Aron tanpa mencoba untuk berpikir hal yang lain. Saat itu juga, Kyrena menunjukkan ekspresi terkejut dengan bibir kecilnya yang berhasil membentuk bulat sempurna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status