Share

Part 03: USG

last update Last Updated: 2022-05-12 10:13:22

Kain Basahan Basah di Kamar Mandi

Part 03: USG

Tidak butuh waktu lama, aku sampai di restoran sesuai alamat yang ada di kirim lewat pesan chat aplikasi hijau mirip gagang telepon.

Aku masuk menelusuri ruangan, mataku ke sana kemari mencari ciri-ciri orang sesuai petunjuk yang aku dapatkan. Untung saja pengunjung restoran itu masih sepi, jadi leluasa aku melihat ke sana ke mari.

'Yes, aku telah menemukannya. Itu dia orangnya.'

Aku sangat girang dan senang. Semoga saja aku tidak salah sasaran. Aku melangkah gontai sambil memasang kaca mata hitam. Aku sengaja memakai masker agar tidak dikenal. Tidak butuh waktu lama, akhirnya aku sampai. Aku juga sudah tidak sabar ingin melabrak suamiku bersama selingkuhannya.

"Rusly sayang, kamu ngapain di sini?" tegurku dengan nada mesra sambil bergelayut manja di bahunya.

"Maaf kamu siapa? Datang-datang memanggil sayang kepada suamiku. Apa kamu itu pelakor yang selama ini mengganggu suamiku. Dasar pelakor, rasakan ini!"

Wanita itu membabi buta menghajarku tanpa henti. Pria yang aku anggap suamiku itu tidak ada sama sekali melerai aku dan istrinya. Memang ini salahku, ceroboh menegur orang lain memanggil sayang tanpa melihat wajahnya terlebih dahulu.

Napasku sudah tidak beraturan, pukulan demi pukulan mendarat di tubuhku. Aku mengumpulkan tenaga agar bisa melawan perempuan itu.

"Argh ...." amukku dengan sekuat tenaga. "Kamu kira aku lemah."

Plak!

Aku menampar wajahnya sekali, dia langsung tersungkur dan jatuh ke lantai. Satu sisi aku merasa bersalah, di sisi lain aku merasa senang bisa membalas atas perlakuannya terhadap diriku.

"Aw," ucapnya lirih.

Penampilanku sudah acak-acakan dibuat oleh wanita itu. Sebenarnya siapa mereka? Apa yang direncanakan pengirim pesan chat tersebut? Ini sungguh sangat misterius.

Pelayan restoran hanya melihat kejadian yang ada. Tidak ada sama sekali melerai.

"Rendy, hajar perempuan ini! Kenapa diam begitu saja!" sergah wanita itu, sebut saja Dara. "Dalam skenario nggak ada adu jotos. Kenapa kenyataannya bertolak belakang dengan suruhan ...,"

Dara tidak melanjutkan ucapannya, dia takut kedoknya ketahuan kalau dirinya suruhan seseorang.

"Kenapa tidak melanjutkan ucapan kamu? Hah! Katakan siapa yang menyuruh dan siapa yang membayar kamu dan berapa nominalnya? Jika kamu berkata jujur, akan aku bayar tiga kali lipat bahkan lebih dari yang kamu dapatkan," ucapku sambil menantangnya dan mengiming-imingi kalau aku ingin mengasih uang lima kali lipat.

"Kamu pikir kami kekurangan uang! Aku nggak butuh uangmu, dasar istri tidak becus mengurus suami."

Dara sok jual mahal dan kelihatan tidak ingin dipandang sebelah mata. Walaupun dalam hatinya ingin sekali menerima uang dariku.

Sebenarnya mereka ini suruhan siapa? Kenapa Rendy mengetahui keadaanku yang tidak becus mengurus suami. Kenapa Dara mengetahui masalah keluarga kecilku? Padahal aku tidak mengenal mereka sama sekali.

'Apa jangan-jangan mereka suruhan ...,' gumamku dalam hati.

Tiba-tiba, sebuah pukulan mendarat di punggungku. Aku jatuh dan merintih kesakitan.

"Argh ...!"

Mereka berdua pergi lari meninggalkanku sendirian. Aku merogoh ponselku di dalam tas mini. Kutelepon Bi Ijah agar datang menolongku. Kebetulan jarak dari rumahku ke restoran tidak jauh.

Sudah terlalu lama aku menelpon ke rumah, tidak ada sama sekali diangkat Bi Ijah panggilanku. Aku sudah hampir putus asa menunggu. Toh jua tidak diangkat. Akhirnya aku pasrah dan berserah diri kepada Tuhan.

'Apa beliau benar-benar sibuk?' tanyaku dalam hati.

Aku beranjak pergi walaupun badanku masih terasa sakit. Tepat di plataran parkiran aku melihat seseorang masuk ke dalam toilet di ujung sana.

"Bajunya tidak asing, tapi siapa dia?" batinku.

Kususuri lorong restoran itu untuk membuntuti seseorang tadi. Namun, aku ketinggalan jejak.

"Ya, sial!"

Aku menarik napas berat. Kutunggu pria itu keluar dari dalam toilet laki-laki, toh jua tidak ada sama sekali keluar. 

'Apa dia mengetahui keberadaan aku kalau dia sedang kutunggu?' tanyaku dalam hati.

Tiba-tiba, ada laki-laki keluar dari dalam kamar mandi. Tidak asing wajahnya, tapi bajunya sudah berganti. 'Apa dia pria yang tadi?' batinku kembali.

Aku mengikuti langkah kakinya menuju parkiran, dia tidak nampak. Aku kehilangan jejak terus.

'Sungguh cepat sekali dia menghilang,' gumamku.

Telepon selulerku berdering, [Maafkan aku kali ini tidak sesuai dengan rencana.]

Pesan chat masuk dari nomor yang tidak kukenal tadi.

[Apa mau kamu dan siapa dirimu?! kalau kamu hanya menjebakku dan tidak bermanfaat lebih baik aku blokir nomormu! Aku memang sedang mencari tahu keberadaan suamiku yang selingkuh. Kalau kamu berniat baik mau membantu, jangan seperti ini caranya,] balasku dengan sedikit kesal.

Badanku sakit akibat serangan Rendy dan Dara. Aku masuk ke dalam mobil dan menuju rumah sakit biasa menangani aku. Aku ingin cek up dengan dokter yang biasa aku konsultasi. Sesampainya di parkiran, aku langsung masuk ke dalam ruangan. Kebetulan tidak ada sama sekali pasien yang lagi antri.

Aku mengetuk pintu ruangan dokter, terdengar suara dari dalam mempersilahkan masuk.

"Mari masuk!"

Aku masuk sesuai perintahnya. "Assalamualaikum, maaf aku datang tidak ada mengabari terlebih dahulu, Dok."

Aku masuk begitu saja, meskipun tubuhku sedikit lemah. Wajahku memar akibat tamparan Rendy yang tidak berperikemanusiaan.

"Nggak apa-apa, santai saja. Kebetulan pasienku hari ini lagi sepi. Wajahmu kenapa memar? Baru berkelahi sama Mas Rusly atau bagaimana?" cecarnya sembari berjalan mengambil botol mineral water. Dia kembali dan mempersilahkan aku minum.

"Silahkan di minum!"

"Aku mau berobat luka memar ini, Dok," ucapku. Setelah itu aku meneguk mineral water yang disajikan dokter kepadaku. Tenggorokanku terasa adem. Rasa haus hilang setelah aku meneguk air putih itu.

"Alhamdulillah!"

Aku sendawa, bunyinya kuat pula. Aku merasa malu karena kurang sopan di depan Dokter Faisal.

"Baik kalau begitu, Mbak Nesya silahkan berbaring di atas brangkar agar aku obati luka memarnya.

!"

Faisal mempersiapkan obat-obat yang dia butuhkan. Sementara aku masih meringis kesakitan. Perih dan sakit kini hadir di wajahku. Rasa ngilu hadir di bagian kakiku.

Aku berjalan dan naik ke atas brangkar, aku merebahkan tubuh mungilku ini. Tidak berapa lama, dokter Faisal datang menghampiri aku dengan semua obat yang ingin dia gunakan mengobatiku.

"Mbak Nesya!"

Aku menoleh ke wajah Faisal.

"Iya, Dok."

Aku memalingkan pandanganku kembali. Aku takut timbul rasa yang tidak enak dan membuat aku berdosa. Wanita mana yang tidak tergila-gila melihat wajah tampan dokter Faisal. Aku saja yang sudah memiliki suami, masih saja jatuh hati kepada dia.

Lesung pipinya, hidung mancungnya, bahkan senyumnya membuat aku meleleh dan tidak bisa mengontrol syahwatku.

"Mohon maaf, izinkan aku menyentuhmu."

"Iya."

Aku salut melihat sifat dokter Faisal. Dia sangat menjaga pandangannya juga imannya.

Pelan-pelan, dokter Faisal membersihkan luka memarku memakai kapas yang sudah diberi obat.

"Aw!" ucapku lirih.

Rasa perih kini lahir akibat alkohol yang sudah ditetesi ke kapas itu.

'Apakah ini yang dinamakan jodoh?' tanyaku dalam hati.

Perasaanku sangat nyaman di samping dokter Faisal. Andai saja suamiku seperti dokter Faisal. Aku merasa tidak menderita bahkan tersiksa batin.

Faisal melihat perutku dengan seksama. Aku merasa risih, pandangannya tidak seperti biasanya.

"Dokter Faisal!" ucapku membuyarkan pikirannya. Namun, dia tetap tidak sadar. Pandangannya tidak berkedip melihat perutku.

Aku salah tingkah, bahkan merasa tidak enak. Aku takut kalau setan menghasut akal sehat dokter Faisal. Walaupun aku sudah memiliki suami dan Dokter Faisal belum menikah, kalau sudah berduaan. Aku takut setan menghasut akal sehatnya.

"Sepertinya ada yang aneh dalam perutmu. Aku melihatnya tidak seperti biasanya."

Aku mengatupkan kedua bibirku. Aku masih memikirkan ucapan dokter Faisal.

"Ada apa dengan perutku, Dok?!" tanyaku. Aku memberanikan diri. Aku tidak mau mati penasaran.

Faisal tidak menjawab, dia melangkah menuju rak tempat penyimpanan alatnya. Setelah alat yang dia inginkan dapat, lalu dirinya melangkah menghampiri aku.

Aku masih traveling memikirkan apa yang dikatakan Faisal.

"Maaf, izinkan aku memeriksa keadaanmu."

"Aku baik-baik saja, Dok!"

Faisal menyalakan alat USG, aku terkejut melihatnya. 'Aku 'kan tidak hamil! Kenapa Dokter Faisal memasang USG?'

Otakku semakin traveling memikirkan kelakuan Dokter Faisal yang sangat aneh menurutku.

"Dok! Aku tidak hamil, kenapa kamu memasang alat USG?"

Bersambung ....

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 101: Pengantin Batu Stok Lama

    "Apa?!" tanya Rusly tidak sabaran. "Jangan sesekali memberikan harapan palsu kepadaku," imbuhnya dengan menahan emosi."Siapa juga yang memberikan harapan palsu?" ucapku dengan sedikit menaikkan nada. Aku pergi melangkah. Walaupun sebenarnya aku sok jual mahal. Itu semua aku lakukan agar dia merasa sadar dan terpukul."Kamu mau ke mana?!" tanyanya mendongak. Fokusnya gagal mengirim doa. Dia bangkit lalu berlari mengejarku."Itu bukan urusanmu!" jawabku membentak. "Lepaskan tanganku!" jelasku kembali.Aku pergi begitu saja. Cuaca hari ini sangat panas sehingga aku takut hitam terbakar oleh sinar sang mentari."Lebih baik aku mati bunuh diri daripada lama-lama mati tersiksa untuk mendapatkan cinta dan kasihmu yang ke dua kali.""Silakan kalau kamu tidak punya iman dan Tuhan!" jawabku datar. Walaupun aku sudah jauh dari tempat dia berpijak.Argh!Rusly mengacak-acak rambutnya kembali. Lelah?! jelas dirinya pasti lelah. Kecewa?! Jelas sekali. Sudah berulang kali dia menelan kekecewaan. Na

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 100B: Ziarah

    Wajahnya Rusly berubah masam mendengar perkataanku. Aku tersenyum bahagia setelah dia berubah pias."Sungguh terlalu kamu, Nesya!" rutuknya tidak terima. Aku ini mantan suamimu dan akan menjadi suamimu lagi sebentar lagi," imbuhnya menjelaskan. Dia mengepalkan tangan hendak menamparku. Namun, tangannya hanya mengambang di udara."Kenapa tidak jadi memukulku!" bentakku dengan menatapnya menyalang. "Ayo pukul sebelum Pencipta Alam Semesta mengutuk kamu benar-benar seonggok bangkai," imbuhku kembali."Kalau bukan kamu itu perempuan yang hendak akan kuperjuangkan, tangan ini pasti sudah landing di wajahmu itu," jawab Rusly dengan nada kesal. Dia berkacak pinggang lalu membuang napas kasar. "Aku tidak habis pikir kamu bisa berkata seperti itu," jelasnya dengan memijit kening yang tidak gatal."Maaf aku harus pergi dari sini." Aku melangkah meninggalkan dia sendiri di plataran parkiran.Silakan!" balasnya dengan kesal. Sangking kesalnya, dia memukul udara begitu saja. Argh! Dia berpikir s

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 100: Kapan Aku Menandatanganinya

    "Tolong bebaskan aku dari sini, Nesya!" rengek Lala ketika aku sedang membesuknya di kantor polisi. Aku merasa kasihan setelah melihat keadaannya. Padahal baru tiga hari dia dikurung penampilannya sudah tidak terurus laksana orang gila."Hukum tetap berlaku. Aku tidak akan mengeluarkanmu dari sini sebelum jatuh tempo." Aku harus berkata sejujurnya. Tidak ada manusia yang rela anaknya mati tanpa salah. Apalagi kepergian Dhea masih membekas di dalam ingatan. "Belum lagi bahtera rumah tangga yang selama ini aku idamkan hancur karena kedatanganku ke dalam istana surgaku," jelasku dengan nada datar. "Aku berkata jujur atas semua perbuatanku," serunya dengan mengeluarkan cairan bening dari sudut retinanya. "Aku tidak mau berakhir usiaku di sini, Nesya," imbuhnya menjelaskan dengan raut wajah menyesal. Suasana di ruang besuk hening. Hanya dentuman jarum jam dinding yang terdengar."Aku mohon, Nesya!" pintanya mengiba. Aku tidak merasa kasihan apa yang yang terjadi kepada dirinya. Selama in

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 98C

    Suasana mulai reda. Dia melihatku dengan sorot mata tajam. Namun, aku mencoba santai dan terus memperhatikan setiap gerak yang dia lakukan. Aku tidak boleh lengah apalagi jatuh ke dalam perangkapnya."Jangan kamu merasa menang dalam pergulatan ini!" ucapnya menyindir. Ekor retinanya terus memantau."Mau kalah, mau menang itu urusan Allah." Aku menjawab begitu saja. Kulirik ke arah sekitar tidak ada sama sekali yang mau melerai. Padahal sudah adu mulut dengan nada tinggi. Bahkan hampir saja jambak-jambakan. "Apa aku harus menguburmu hidup-hidup biar kamu tidak bisa lagi menggangguku?" imbuhku menyindirnya."Apa aku tidak salah dengar?!" jawabnya sinis. Dia merasa menang. Idenya kini muncul. "Buktinya saja, aku mampu mengirim Dhea ke alam kubur dalam durasi satu bulan."Deg!Hatiku merasa tersayat bahkan teriris."Apakah kamu tidak curiga atas kepergian buah hatimu dengan Rusly?"Aku berpikir sejenak. Dan ingin menjebaknya kembali."Aa-apa?" tanyaku terbata pura-pura. Aku merogoh ponsel

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2:

    Hari terus berlalu. Aku merenungi nasib malang yang tidak pernah aku bayangkan. 'Apakah aku harus menerima Rusly kembali? Atau menjanda selamanya?'Tidak tahu harus berbuat apa. Aku semakin bingung dan frustasi. Aku memejamkan mata sejenak untuk sekedar menghilangkan rasa resah dan gelisah."Mau sampai kapan kamu menjanda, Nesya?" tanya Rusly setengah membentak. Pertanyaannya sangat tidak enak didengar telingaku. Aku hanya bisa diam dan membisu dikala pertanyaan saat itu terlontar dari tepi bibirnya.Sakit, perih dan bahkan ngilu begitu kentara ketika aku mengingat semua sifat buruk mantan suamiku.Daripada aku takut putus asa membuat otak tidak bisa mencerna mana yang baik dan mana yang buruk. Aku beranjak dari atas dipan lalu menaut wajah di depan cermin lemari hias."Aku butuh healing sepertinya," ucapku setelah melihat rias wajahku sudah pas dan netral. Aku mengambil nakas di atas nakas yang sedang di cas. Kucopot chatger-nya lalu memesan transportasi online dengan semangat. Ti

  • Kain Basahan Basah Di Kamar Mandi   Season 2: Part 99A: Berakhir di KUA

    "Seharusnya kamu tidak berbuat seperti itu, Rusly!" sindirku dengan nada naik dua oktaf."Rasa empati dan simpatiku sudah hilang semenjak kamu bermesraan dengan pria lain dan disaksikan oleh kedua bola mataku!" kilahnya seolah mau menang sendiri. Aku saja muak mendengar ucapannya. Seolah-olah dirinya lah yang paling suci di atas muka bumi ini."Kalau kamu hilang rasa empati ataupun simpati. Kenapa masih berdiri di situ!" ejekku dengan melipat ke dua tangan lalu diletak sejajar dengan dada. "Bilang saja kamu masih kangen dan ingin berusaha agar kembali ke dalam pelukanmu," imbuhku menyindir.Kepalanya mulai nyut-nyutan dan tidak bisa diajak kompromi untuk mencari jawaban. 'Sial! Bisa saja dia mengetahui apa yang sedang aku alami,' ucapnya bermonolog."Kalau kamu memang tidak suka dan merasa jijik melihatku. Aku rasa kamu tidak akan kembali menemui ku laksana seperti sekarang ini," kilahku sembari mengejek dirinya.Aku memastikan kalau dirinya pasti sudah mati kutu. Buktinya saja, dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status