Kain Basahan Basah di Kamar Mandi
Part 04: Mulai Terbongkar"Bu Nesya!" ujarnya.Aku terkejut mendengar ucapan Dokter Faisal. Aku mengarahkan bola mataku ke asal suara itu."Selamat janin di dalam rahimmu ada dua. Itu pertanda ibu mengandung calon bayi kembar," ucapnya sembari mengulas senyum.Aku terkejut mendengar ucapannya. Selama ini aku tidak ada merasakan tanda-tanda sedang hamil.Aku tidak tahu harus senang atau sedih. Selama ini Rusly selalu menanyakan kapan aku bisa memberikan keturunan padanya. Namun, pada saat itu Allah mungkin belum memberikan izin. Mungkin itu alasannya berpaling dari pelukanku."Dok! Sudah berapa bulan usia kandunganku?" tanyaku dengan mata berkaca-kaca. Aku masih belum percaya mendengar informasi yang baru saja aku dengar dari tepi bibir Dokter Faisal. Aku mencoba menahan buliran air mata agar tidak jatuh."Selamat ya, Bu! Sebentar lagi bakalan menjadi ibu dari bayi kembar," jawabnya sambil membereskan alat USG yang baru saja digunakan untuk mencek kondisiku.Aku memalingkan pandanganku sambil mengelus perutku. Ucapan syukur lah yang bisa aku katakan pada saat ini. Selama ini, ibu mertuaku selalu menyepelekan aku. Dia bilang aku tidak bisa hamil, karena wanita karier."Dok, pertanyaan aku belum dijawab.""Maaf, Bu. Saya lupa sangkin senangnya melihat janin yang ada. Apa lagi calon dedek bayinya kembar. Oh iya, usia kandungannya sudah masuk minggu ke lima. Aku harap jangan terlalu capek dan stress. Takut nanti kena imbasnya ke calon bayi."Aku semakin bingung, 'kalau lima minggu, berarti sudah satu bulan lebih. Apakah aku karena terlalu sibuk kerja sehingga tidak sadar kapan aku mens?' tanyaku dalam hati.Andai saja aku punya suami yang baik, sholeh dan peka terhadap aku. Mungkin bukan seperti ini nasibku. Sudahlah, kalau aku berpikir seperti itu, hanya menambah luka sukma. Lebih baik aku bersyukur apa yang ada."In sya Allah akan kurawat calon buah hatiku dengan sepenuh hati. Bolehkah aku minta surat keterangan kalau aku sedang hamil?" tanyaku sambil duduk di atas brangkar. Tidak berapa lama, aku merapikan pakaianku dan berjalan menuju kursi tempat pasien menunggu hasil USG."Boleh ... Boleh bahkan sangat boleh. Itu sudah tugas dan tanggung jawabku sebagai dokter. Sebentar akan aku print hasilnya."Dokter Faisal mengotak atik keyboard di atas meja kerjanya. Tidak berapa lama, usai sudah surat keterangan itu."Ini, Bu!" ucap Faisal sambil menyodorkan amplop berwarna coklat berlogo rumah sakit.Aku menerima amplop itu dengan rasa senang. Wajahku berseri karena aku mendapat kabar baik.'Aku akan membuatmu menyesal, Pa! Selama ini kamu anggap aku mandul. Alhamdulillah Allah masih memberikan kepercayaan kepadaku.'Setelah aku membereskan semua administrasi. Aku minta izin pamit pulang."Kalau begitu aku izin pamit pulang, Dok!" ucapku sambil mendorong kursi ke belakang agar aku leluasa berdiri.Dokter Faisal masih saja menulis di atas kertas. Aku tidak tahu wasiat apa yang harus dia tulis."Bu! Silahkan ditebus obat yang harus dikonsumsi buat kandungan juga obat luka memar," ucapnya sembari menyodorkan dua lembar kertas kepadaku.Aku kembali duduk dan menerima kertas itu. Perlahan aku membaca obat yang akan aku tebus di apotik."Kalau begitu aku permisi, Dok. Terima kasih banyak atas bantuannya.""Sama-sama. Itu sudah tugas dan tanggung jawab ku sebagai seorang dokter."Dokter Faisal berdiri dan dia mengukir senyum tipis. Lesung pipinya membuat aku jatuh hati, aku langsung mengucap istighfar.Aku melangkah gontai keluar dari ruangan Dokter Faisal menuju parkiran. Beliau mengantarkan aku sampai pintu ruangannya. Dia mengulas senyum sembari berkata, "Hati-hati di jalan! Jangan lupa jaga kesehatan."Kubalas senyumnya, aku sangat tertegun melihat senyum tipisnya. Giginya putih dan tertata rapi membuat hatiku senang memandang senyumnya. 'Astagfirullah, maafkan aku ya Allah, sudah berpikiran negatif kepada dia.'Sesampainya di parkiran, aku masuk ke dalam mobil. Aku memasang seat belt lalu menyalakan mobil. Setelah semua aman kutancap tuas gas sambil melafalkan "Bismillahirrahmannirrahiim."Tidak butuh waktu lama, akhirnya sampai juga ke rumah. Aku tidak balek lagi ke kantor. Jam sudah menunjukkan pukul enam belas tiga puluh menit Waktu Indonesia Barat.Kuparkirkan mobilku di garasi, aku bergegas masuk ke rumah. Aku terkejut kaget mendengar suara tertawa bahagia.Aku melangkah pelan sembari menguping. 'Lala, Rusly dan wanita itu siapa? Aku nggak kenal sama sekali. Apakah dia wanita selingkuhan suamiku?' tanyaku dalam hati penuh rasa curiga."Untung saja, Lala cerdas memberitahuku kalau Nesya bakalan on the way ke restoran tempat kita lunch, sayang. Kalau nggak bisa berabe urusannya," ujar Rusly dengan nada senang dan tidak kusangka dia mengecup kening perempuan itu.'Kau harus sabar Nesya! Jangan terpancing emosi,' ucapku dalam hati menasehati diriku sendiri.Wanita mana yang tidak mendidih darahnya ketika seorang suami sudah berani membawa perempuan selingkuhannya ke dalam istana surganya. Sakit, perih bercampur menjadi satu. Aku harus kuat dan terus bertahan demi janin yang ada di dalam rahimku.Otakku traveling buat mendokumentasikan dan merekam semua pembicaraan mereka. Kurogoh telepon selulerku, kubuka camera dan memoto setiap kegiatan mereka."Kenapa kamu bisa mengetahui kalau Nesya sedang on the way ke sana?" tanya wanita itu kepada Lala."Mbak Ririn mau tahu? Kalau iya, jangan lupa transfer dulu ke rekeningku buat tutup mulut atas perselingkuhan Mbak dan Mas Rusly," tuturnya santai seolah tidak bersalah.Lala tidak mau bekerja capek, tapi dapat uang dengan instan. Dia tidak peduli dengan cara halal atau pun tidak."Tenang saja! Tunggu sebentar akan aku transfer," ucap Ririn sambil mengotak atik gawai miliknya. Tidak berapa lama, muncul notif sms banking di layar ponsel Lala."Thanks, Mbak Ririn. Aku sangat senang bisa bekerja sama denganmu. Pokoknya akan aku awasi gerak gerik Mbak Nesya. Asalkan transferannya harus lancar," ujar Lala sangat senang bisa mendapat uang cuma-cuma. Memang begitulah maunya Lala.'Nama wanita itu Ririn. Lala bekerja sama dengan Rusly dan Ririn. Enak sekali kamu Lala memperalat aku demi kebahagian kamu mendapatkan cuan. Kamu juga harus dapat balasan yang setimpal dariku. Sekarang kamu nikmati dulu cuan hasil kerja kerasmu.'Aku berusaha tenang, walaupun darahku sudah mendidih."Aku sudah menyadap W******p-nya Mbak Nesya. Semua chatt masuk dan chatt keluar aku tahu. Mulai dari hal rahasia maupun hal yang biasa," jelasnya dengan bangga.Aku terkejut kenapa Lala bisa menyadap W******p-ku.'Astaga! Apa kejadian tadi siang di restoran itu ulahnya Lala. Dia sengaja menggagalkan semua rencana yang ada di restoran itu. Apakah wanita dan pria itu suruhan mereka? Dan sengaja menyamar agar tidak ketahuan kedok Rusly dan Ririn sedang lunch di sana. Ternyata ini semua Lala biang keroknya.'"Kamu hebat, Lala. Tidak sia-sia kamu kuangkat jadi adik angkat aku," ucap Rusly.Mereka meneguk minum berwarna merah sambil tertawa terbahak-bahak.'Sepandai-pandai tupai melompat, sesekali pasti jatuh juga. Sepandai-pandai kamu, Lala membungkus bangkai yang busuk, pasti tercium juga aromanya.'Aku sudah tidak sabar ingin masuk ke dalam. Mereka sudah bersenang-senang di rumahku bahkan di atas penderitaan aku.'Baik aku akan masuk dan melabrak mereka,' gumam ku dalam hati.Sebelum aku masuk ke dalam, kucari vas bunga buat aku pecahin di depan mereka. Tidak butuh waktu lama, aku menemukan vas bunga di atas meja teras depan.Kuambil vas bunga itu, lalu melangkah masuk ke dalam rumah."Ternyata kalian bertiga sengaja mau menghancurkan aku seperti vas bunga ini," sergahku sembari menjatuhkan vas bunga itu ke lantai.Vas bunga itupun hancur berkeping-keping seperti hatiku hancur lebur mendengar semua pembicaraan mereka."Sungguh keji dan licik otak kalian, menghalalkan cara demi mencapai kebahagian kalian semua."Mata mereka membulat dan mulut mereka menganga seolah kaku."Pergi dari rumahku ini!" seruku dengan amarah yang sudah tidak bisa lagi aku kontrol.Setelah lima menit aku marah, Rusly bangkit dari tempat duduknya."Kamu salah paham, sayang. Apa yang kamu dengar itu semua tidak benar. Jangan ikuti setan yang ada di dalam dirimu!"Rusly mencoba menjelaskan apa yang terjadi. Dia berusaha meyakinkan aku. Namun, aku tidak semudah dulu lagi percaya setiap kata yang keluar dari tepi bibirnya."Pergi dari sini ...!"Bersambung ....Next?"Apa?!" tanya Rusly tidak sabaran. "Jangan sesekali memberikan harapan palsu kepadaku," imbuhnya dengan menahan emosi."Siapa juga yang memberikan harapan palsu?" ucapku dengan sedikit menaikkan nada. Aku pergi melangkah. Walaupun sebenarnya aku sok jual mahal. Itu semua aku lakukan agar dia merasa sadar dan terpukul."Kamu mau ke mana?!" tanyanya mendongak. Fokusnya gagal mengirim doa. Dia bangkit lalu berlari mengejarku."Itu bukan urusanmu!" jawabku membentak. "Lepaskan tanganku!" jelasku kembali.Aku pergi begitu saja. Cuaca hari ini sangat panas sehingga aku takut hitam terbakar oleh sinar sang mentari."Lebih baik aku mati bunuh diri daripada lama-lama mati tersiksa untuk mendapatkan cinta dan kasihmu yang ke dua kali.""Silakan kalau kamu tidak punya iman dan Tuhan!" jawabku datar. Walaupun aku sudah jauh dari tempat dia berpijak.Argh!Rusly mengacak-acak rambutnya kembali. Lelah?! jelas dirinya pasti lelah. Kecewa?! Jelas sekali. Sudah berulang kali dia menelan kekecewaan. Na
Wajahnya Rusly berubah masam mendengar perkataanku. Aku tersenyum bahagia setelah dia berubah pias."Sungguh terlalu kamu, Nesya!" rutuknya tidak terima. Aku ini mantan suamimu dan akan menjadi suamimu lagi sebentar lagi," imbuhnya menjelaskan. Dia mengepalkan tangan hendak menamparku. Namun, tangannya hanya mengambang di udara."Kenapa tidak jadi memukulku!" bentakku dengan menatapnya menyalang. "Ayo pukul sebelum Pencipta Alam Semesta mengutuk kamu benar-benar seonggok bangkai," imbuhku kembali."Kalau bukan kamu itu perempuan yang hendak akan kuperjuangkan, tangan ini pasti sudah landing di wajahmu itu," jawab Rusly dengan nada kesal. Dia berkacak pinggang lalu membuang napas kasar. "Aku tidak habis pikir kamu bisa berkata seperti itu," jelasnya dengan memijit kening yang tidak gatal."Maaf aku harus pergi dari sini." Aku melangkah meninggalkan dia sendiri di plataran parkiran.Silakan!" balasnya dengan kesal. Sangking kesalnya, dia memukul udara begitu saja. Argh! Dia berpikir s
"Tolong bebaskan aku dari sini, Nesya!" rengek Lala ketika aku sedang membesuknya di kantor polisi. Aku merasa kasihan setelah melihat keadaannya. Padahal baru tiga hari dia dikurung penampilannya sudah tidak terurus laksana orang gila."Hukum tetap berlaku. Aku tidak akan mengeluarkanmu dari sini sebelum jatuh tempo." Aku harus berkata sejujurnya. Tidak ada manusia yang rela anaknya mati tanpa salah. Apalagi kepergian Dhea masih membekas di dalam ingatan. "Belum lagi bahtera rumah tangga yang selama ini aku idamkan hancur karena kedatanganku ke dalam istana surgaku," jelasku dengan nada datar. "Aku berkata jujur atas semua perbuatanku," serunya dengan mengeluarkan cairan bening dari sudut retinanya. "Aku tidak mau berakhir usiaku di sini, Nesya," imbuhnya menjelaskan dengan raut wajah menyesal. Suasana di ruang besuk hening. Hanya dentuman jarum jam dinding yang terdengar."Aku mohon, Nesya!" pintanya mengiba. Aku tidak merasa kasihan apa yang yang terjadi kepada dirinya. Selama in
Suasana mulai reda. Dia melihatku dengan sorot mata tajam. Namun, aku mencoba santai dan terus memperhatikan setiap gerak yang dia lakukan. Aku tidak boleh lengah apalagi jatuh ke dalam perangkapnya."Jangan kamu merasa menang dalam pergulatan ini!" ucapnya menyindir. Ekor retinanya terus memantau."Mau kalah, mau menang itu urusan Allah." Aku menjawab begitu saja. Kulirik ke arah sekitar tidak ada sama sekali yang mau melerai. Padahal sudah adu mulut dengan nada tinggi. Bahkan hampir saja jambak-jambakan. "Apa aku harus menguburmu hidup-hidup biar kamu tidak bisa lagi menggangguku?" imbuhku menyindirnya."Apa aku tidak salah dengar?!" jawabnya sinis. Dia merasa menang. Idenya kini muncul. "Buktinya saja, aku mampu mengirim Dhea ke alam kubur dalam durasi satu bulan."Deg!Hatiku merasa tersayat bahkan teriris."Apakah kamu tidak curiga atas kepergian buah hatimu dengan Rusly?"Aku berpikir sejenak. Dan ingin menjebaknya kembali."Aa-apa?" tanyaku terbata pura-pura. Aku merogoh ponsel
Hari terus berlalu. Aku merenungi nasib malang yang tidak pernah aku bayangkan. 'Apakah aku harus menerima Rusly kembali? Atau menjanda selamanya?'Tidak tahu harus berbuat apa. Aku semakin bingung dan frustasi. Aku memejamkan mata sejenak untuk sekedar menghilangkan rasa resah dan gelisah."Mau sampai kapan kamu menjanda, Nesya?" tanya Rusly setengah membentak. Pertanyaannya sangat tidak enak didengar telingaku. Aku hanya bisa diam dan membisu dikala pertanyaan saat itu terlontar dari tepi bibirnya.Sakit, perih dan bahkan ngilu begitu kentara ketika aku mengingat semua sifat buruk mantan suamiku.Daripada aku takut putus asa membuat otak tidak bisa mencerna mana yang baik dan mana yang buruk. Aku beranjak dari atas dipan lalu menaut wajah di depan cermin lemari hias."Aku butuh healing sepertinya," ucapku setelah melihat rias wajahku sudah pas dan netral. Aku mengambil nakas di atas nakas yang sedang di cas. Kucopot chatger-nya lalu memesan transportasi online dengan semangat. Ti
"Seharusnya kamu tidak berbuat seperti itu, Rusly!" sindirku dengan nada naik dua oktaf."Rasa empati dan simpatiku sudah hilang semenjak kamu bermesraan dengan pria lain dan disaksikan oleh kedua bola mataku!" kilahnya seolah mau menang sendiri. Aku saja muak mendengar ucapannya. Seolah-olah dirinya lah yang paling suci di atas muka bumi ini."Kalau kamu hilang rasa empati ataupun simpati. Kenapa masih berdiri di situ!" ejekku dengan melipat ke dua tangan lalu diletak sejajar dengan dada. "Bilang saja kamu masih kangen dan ingin berusaha agar kembali ke dalam pelukanmu," imbuhku menyindir.Kepalanya mulai nyut-nyutan dan tidak bisa diajak kompromi untuk mencari jawaban. 'Sial! Bisa saja dia mengetahui apa yang sedang aku alami,' ucapnya bermonolog."Kalau kamu memang tidak suka dan merasa jijik melihatku. Aku rasa kamu tidak akan kembali menemui ku laksana seperti sekarang ini," kilahku sembari mengejek dirinya.Aku memastikan kalau dirinya pasti sudah mati kutu. Buktinya saja, dia