Mag-log inOke, izinkan aku sedikit curhat, karena mungkin di antara kalian ada yang mikir:
“KENAPA CAILIN PUNYA API VERMILION DAN ES BULAN, GILA, GAK NGOTAK NIH AUTHOR!” Jawaban singkatnya: iya, gila. Tapi gila dengan alasan. 😌 Aku tuh dulu suka banget sama konsep dual core power, dan yang pertama kali ngenalin itu ke otak aku ya ... Tang San, Soul Land. Kalian tahu kan? Dua martial soul, dua sistem energi, dua takdir yang harus ditanggung satu tubuh. Aku suka karena dia bukan sekadar kuat — tapi dia punya beban “dua dunia” di dirinya, kayak nggak pernah bisa jadi satu orang penuh. Nah, dari situ aku mikir: gimana kalau ide kayak gitu dibawa ke dunia Vermilion? Tapi jangan salin konsepnya mentah. Aku pengen versiku tuh lebih emosional, bukan cuma teknikal. Jadi, jadilah Cailin, gadis yang dibuang ibu tirinya ke hutan yang aslinya adalah pewaris klan bulan, tapi tiba-tiba dapat energi Vermilion gara-gara satu kaisar sok pahlawan ngasih darahnya tanpa mikir dulu. Boom. Dua energi yang seharusnya saling bertentangan malah stuck di satu tubuh, karena mereka punya satu hal yang sama — keterikatan jiwa. Kalau Tang San itu “dua garis keturunan”, Cailin ini “dua nasib yang bentrok.” Yang satu karena lahir (bulan), satu lagi karena cinta (vermilion). Dan itu jauh lebih tragis, tapi juga lebih ... romantis? (iya, aku tahu aku suka yang pain-pain manis gitu 🤭. Ngaku deh, kalian juga suka kan?). Tapi serius, aku suka banget konsep kayak gini. Dua kekuatan yang seharusnya nggak nyatu, tapi malah menciptakan keseimbangan baru. Karena itu tuh inti dunia Vermilion — Yin dan Yang, vermilion dan bulan, api dan es, kaisar dan pewaris, dua ekstrem yang akhirnya nemuin harmoni. Jadi kalau kalian baca scene-scene Cailin lagi belajar kontrol energinya dan suka kesulitan ngatur api nya, terus keceplosan keluar energi bulannya, itu semua emang dirancang biar keliatan kayak Tang San versi cewek, tapi lebih berantakan emosinya, lebih manusiawi, dan lebih ... penuh luka. Aku nggak mau dia cuma jadi tokoh kuat. Aku mau dia jadi simbol dua hal yang nggak bisa hidup tanpa saling nyakitin dulu. Ya, sakit dulu baru seimbang. Itu falsafah Vermilion banget. Jadi ya, konsep dua kekuatan Cailin itu basically hasil aku kebanyakan nonton Douluo Dalu, terus overthinking, terus mikir: “Hmm ... gimana kalau gadis bulan dikasih darah murni vermilion? What worst that could happen?” Jawabannya? Kaisar jatuh cinta, kerajaan nyaris perang, dan dunia terbakar cantik. Worth it. 🔥🌙Di Paviliun Selir Ibu, suasana terasa lebih dingin dan penuh perhitungan setelah Pemimpin Naga Hitam meminta gadis untuk dikorbankan dalam Ritual Pemaksaan Takdir. Selir Ibu, Daiyu, Tetua Wen, dan Pemimpin Klan Naga Hitam saling pandang.Selir Ibu menghela napas, bukan karena ragu, melainkan karena menimbang apa yang perlu disiapkan. “Akan kusiapkan semuanya,” katanya dingin. “Mereka ada di Kuil Bulan. Tunggu di Danau. Kita sambut mereka begitu mereka keluar.”Pemimpin Klan Naga Hitam tersenyum tipis. “Panggil aku begitu semua bahan untuk ritual siap.”Selir Ibu menatap Tetua Wen. “Kirim pemburu terbaik. Diam-diam. Perintahkan mereka untuk bersembunyi di sektar danau. Begitu pintu terbuka, tangkap gadis itu hidup-hidup. Kita butuh nyawa, bukan mayat.”
Oke, izinkan aku sedikit curhat, karena mungkin di antara kalian ada yang mikir: “KENAPA CAILIN PUNYA API VERMILION DAN ES BULAN, GILA, GAK NGOTAK NIH AUTHOR!” Jawaban singkatnya: iya, gila. Tapi gila dengan alasan. 😌 Aku tuh dulu suka banget sama konsep dual core power, dan yang pertama kali ngenalin itu ke otak aku ya ... Tang San, Soul Land. Kalian tahu kan? Dua martial soul, dua sistem energi, dua takdir yang harus ditanggung satu tubuh. Aku suka karena dia bukan sekadar kuat — tapi dia punya beban “dua dunia” di dirinya, kayak nggak pernah bisa jadi satu orang penuh. Nah, dari situ aku mikir: gimana kalau ide kayak gitu dibawa ke dunia Vermilion? Tapi jangan salin konsepnya mentah. Aku pengen versiku tuh lebih emosional, bukan cuma teknikal. Jadi, jadilah Cailin, gadis yang dibuang ibu tirinya ke hutan yang aslinya adalah pewaris klan bulan, tapi tiba-tiba dapat energi Vermilion gara-gara satu kaisar sok pahlawan ngasih darahnya tanpa mikir dulu. Boom. Dua energ
Cahaya pagi yang lembut menyelimuti kamar Kaisar. Shangkara dan Cailin bangun, tidak ada raut kelelahan di wajah Shangkara setelah malam yang intens. Justru wajahnya berseri-seri dan inti Qi Vermilion nya berdenyut dengan stabil dan kuat.“Tidak lelah, Yang Mulia?” bisik Cailin, tangannya membelai Segel Vermilion di dada Shangkara.Shangkara tersenyum puas. “Tentu saja tidak, kalau kau mau lagi, aku siap,” godanya.Tawa lepas lolos dari bibir Cailin. “Aku harus kembali.”Ia bangkit dan duduk di tepi ranjang, rambutnya masih berantakan. Ada jejak samar cahaya merah di kulitnya, seolah Vermilion tadi malam masih menolak pergi.Shangkara bangun dan duduk di sebelahnya. Tangannya merapikan ramb
Tetua He menatap ketiganya — Shangkara, Cailin, dan Guru Fen — dengan sorot mata dalam, seperti sedang membaca garis takdir.“Langit jarang memberi dua cahaya dalam satu kerajaan tanpa alasan,” katanya akhirnya. “Tapi arah cahaya itu … belum selesai ditulis.”“Dan bintang yang kau lihat itu?” tanya Shangkara.“Bintang itu, Putri Bulan," jawab Tetua He, menunduk ke arah Cailin. “Bintang baru belum sepenuhnya stabil. Langit belum selesai menulis.”Guru Fen menunduk hormat. “Apakah artinya bintang itu membawa pertanda baik, Tetua He?”Tetua He menghela napas panjang, lalu berjalan ke jendela. “Baik atau buruk bukan urusan manusia. Langit h
Cahaya matahari menembus kisi jendela, menciptakan garis-garis lembut di lantai batu. Cailin terbangun, menikmati kehangatan yang luar biasa di pelukan Shangkara. Ia enggan beranjak. Ia memejamkan matanya kembali dan membiarkan momen itu berlangsung sedikit lebih lama. Shangkara terbangun, tapi ia juga tidak bergerak. Tangannya masih melingkari pinggang Cailin. Ia menyentuh rambut Cailin pelan, menatap wajahnya yang damai. Ia ingin bangun, tapi tubuhnya menolak meninggalkan ketenangan itu. Cailin bergerak pelan, matanya terbuka sedikit. “Kau sudah bangun?” bisiknya. “Sudah dari tadi,” jawab Shangkara lembut. “Tapi aku tidak mau bergerak, takut kau menghilang.” Cailin tersenyum samar, matanya ditutup kembali. “Kalau begitu, aku akan disini dan biarkan dunia menunggu sebentar.” Mereka diam cukup lama, menikmati ketenangan dan kehangatan di antara mereka. Sampai akhirnya, Shangkara berbisik, “Hari ini Dewan Langit akan melapor soal tanggal pernikahan spiritual itu.” Cailin membuka
Malam itu, kabut tipis turun di sebuah jalan kecil yang cukup jauh dari Istana Vermilion.Cailin mengenakan jubah abu-abu polos, rambutnya disembunyikan di balik tudung. Di sampingnya, satu Pasukan Bayangan berjalan tanpa suara, membawa lentera spiritual yang nyalanya nyaris tak terlihat.“Kita akan masuk lewat terowongan yang langsung ke ruang meditasi Kaisar,” bisik prajurit itu. “Jalur ini hanya Kaisar dan kami para pengawal bayangan yang tahu.”Cailin tersenyum samar. “Aku pernah melewati jalan ini,” bisiknya pelan.Saat mereka muncul dari balik dinding batu yang tersembunyi di balik altar, udara di ruang meditasi menyambutnya. Dingin, berat, dan penuh kenangan.Cailin memandang ranjang







