Chapter: Bab 120Lampu sorot berderet di depan podium. Deretan kamera dan kilatan flash memenuhi ruangan ballroom hotel yang disulap jadi ruangan konferensi pers. Suara riuh wartawan terdengar, semua berebut tempat untuk dapat angle terbaik.Pintu samping terbuka. Adrian Montclair melangkah masuk dengan setelan hitam yang rapi, dasi warna biru gelap, wajahnya dingin tapi mantap. Di sampingnya, Meri berjalan anggun, sederhana tapi elegan, langkahnya selaras dengan Adrian. Begitu mereka muncul, riuh suara ruangan langsung mereda—seolah semua orang menahan napas.Adrian berdiri di podium, menatap barisan kamera dengan tatapan yang tajam. Ia tidak langsung bicara. Hening beberapa detik, cukup lama untuk menegaskan bahwa dialah yang mengendalikan panggung.“Keluarga Montclair telah melalui badai,” suaranya dalam, menggema di ruangan. “Tapi malam ini, saya berdiri di sini untuk mengatakan satu hal sederhana: badai itu telah berakhir.”Flash kamera kembali menyala. Wartawan mulai berbisik.Adrian mengangkat
Last Updated: 2025-09-16
Chapter: Bab 119 Rapat Luar Biasa Adrian berdiri di ujung meja. “Aku tahu siapa saja yang menjual Montclair pada Julian. Hari ini, aku bersihkan meja ini.” Lucien membuka map, menaruh di tengah. Bukti terpampang jelas. Salah satu eksekutif tergagap. “Tuan Montclair… saya—” Adrian memotong dingin. “Diam. Kau duduk di sini karena aku masih izinkan. Satu langkah salah, pintu keluar ada di belakangmu.” Ia menyapu pandangan ke seluruh ruangan. “Montclair bukan milik pengkhianat. Siapa yang mau bertahan, buktikan dengan kerja. Siapa yang ragu… jangan buang waktuku.” Seorang eksekutif lain memberanikan diri. “Dan kalau kami memilih keluar?” Adrian mencondongkan badan, tatapannya menusuk. “Maka kalian akan keluar dengan tangan kosong—dan nama kalian hancur di luar sana.” Keheningan. Tak ada yang berani bergerak. Adrian menutup map dengan satu hentakan. “Mulai hari ini, aku pimpin dengan caraku. Julian sudah jatuh. Sekarang giliran siapa pun yang masih coba bermain dua sisi.” Adrian berdiri, kursinya bergeser pelan
Last Updated: 2025-09-15
Chapter: Bab 118 PengungkapanPenthouse itu sunyi. Hanya jam dinding di ruang tamu yang berdetak pelan, mengisi kekosongan malam. Meri duduk di sofa, kedua tangannya menggenggam erat mug teh yang sudah lama dingin. Ia menatap pintu lift pribadi, menunggu tanpa berkedip, seperti kalau ia mengalihkan pandangan sebentar saja, Adrian mungkin tidak akan benar-benar kembali.Ting!Denting lift terdengar. Jantung Meri berdegup kencang. Pintu terbuka, dan Adrian muncul—jasnya kusut, dasi longgar, wajahnya lelah tapi matanya tetap sama.“Adrian…” suara Meri hampir bergetar.Ia melangkah masuk, menutup pintu lift dengan satu dorongan. Pandangannya langsung jatuh pada Meri. Ada jeda singkat sebelum akhirnya ia berkata pelan, “Semua selesai.”Meri bangkit, menghampirinya dengan langkah cepat. “Kau… baik-baik saja?”Adrian mengangguk kecil, lalu meraih tangan Meri, seakan hanya itu yang menahannya tetap berdiri. “Julian sudah ditangkap. Tapi, Meri…” ia menarik napas panjang, “…ada hal lain yang harus kau tahu.”“Duduklah. Aku
Last Updated: 2025-09-14
Chapter: Bab 117 Jatuhnya Sang PemburuAsap hitam masih membubung dari reruntuhan gudang. Api yang belum padam memberikan cahaya merah di langit, seolah kota sendiri sedang terbakar oleh amarah yang tidak terlihat.Julian Vale berdiri di balkon gedung kosong, setinggi enam lantai, menatap kobaran api dengan senyum tipis di bibirnya. Rokok menyala di ujung jarinya, abu jatuh berhamburan ke bawah.“Lihat itu,” katanya pelan, suaranya bercampur dengan dengung sirene pemadam. “Adrian pikir dia bisa menjebakku. Sekarang pasukannya jadi arang.”Dua pengawal di belakangnya saling melirik, ikut menyeringai seakan kemenangan itu juga milik mereka.Julian mengembuskan asap rokok ke udara, lalu mendesis, “Kematian ayahku tidak akan sia-sia. Aku akan membuat Adrian berlutut. Satu per satu, semua yang dia cintai akan hancur.”Ia berbalik, menepuk bahu salah satu pengawal. “Siapkan kendaraan. Kita pindah malam ini. Jangan sampai jejak ini mengikat kita lebih lama dari yang perlu.”Pengawal itu mengangguk cepat. “Ya, Tuan.”Julian berjal
Last Updated: 2025-09-13
Chapter: Bab 116 EksekusiPagi itu, kantor pusat Montclair Group tidak berbeda dari biasanya—ramai, sibuk, para eksekutif bergegas masuk ruang kerja. Tapi di ruang tertutup paling atas, suasananya justru hening mencekam.Adrian berdiri di depan jendela kaca besar, menatap kota yang masih diselimuti kabut tipis. Di tangannya, secangkir kopi yang nyaris tak tersentuh.“Semalam Anderson berhasil,” suara Lucien memecah diam, tablet di tangannya memuat rekaman transkrip percakapan yang sudah diteruskan tim mereka. “Julian percaya. Dia bahkan menyuruh orang-orangnya bergerak cepat.”Adrian menurunkan cangkirnya ke meja, lalu berbalik. Sorot matanya tajam, penuh konsentrasi. “Bagus. Itu berarti kita tidak perlu menunggu lebih lama. Hari ini kita mulai menggerakkan pion.”
Last Updated: 2025-09-12
Chapter: Bab 115 KenaRuang rapat eksekutif Montclair Group siang itu kosong kecuali tiga orang. Lampu putih menyorot meja panjang dari marmer hitam, menciptakan bayangan dingin di dinding kaca yang menghadap kota.Tuan Anderson duduk di ujung meja, jasnya sedikit kusut, keringat dingin membasahi pelipisnya. Ia jelas lebih gugup dari yang ingin ia tunjukkan.Di sisi lain, Adrian bersandar tenang pada kursinya. Lengannya terlipat di dada, matanya tajam seperti sedang menakar angka di neraca keuangan—hanya saja kali ini yang ia timbang adalah nasib seorang manusia. Lucien berdiri di dekat layar, laptopnya terbuka dengan deretan kode dan jaringan komunikasi yang sedang dipantau.“Kenapa kau terlihat seperti terdakwa di pengadilan, Anderson?” suara Adrian tenang tapi menekan. “Aku sudah bilang, aku tidak berniat menja
Last Updated: 2025-09-11
Kaisar, Jangan Meminta Lebih
Dibuang oleh Ibu tirinya ke hutan, Cailin bertemu dengan pria yang terluka parah. Saat ia menolongnya, justru tubuhnya menyerap energi hingga nyaris merenggut jiwanya. Yang ia tidak tahu, pria itu adalah Kaisar Spiritual, Shangkara, yang kekuatannya termasyhur.
Untuk menyelamatkannya, Shangkara melakukan hal terlarang dengan memberikannya darah-nya. Tindakan itu menyelamatkan nyawa Cailin, tetapi sekaligus mengikat mereka dalam ikatan jiwa-raga yang misterius. Kini, rasa sakit, kelemahan, dan bahkan perasaan mereka saling terpengaruh. Satu-satunya cara menyelamatkannya adalah melalui Ritual Penyatuan Yin-Yang—sebuah ritual sakral yang tak pernah ada berani menggunakannya.
“Ritual apa?”
“Ritual Penyatuan. Tidurlah denganku. Sekali saja. Maka kau akan selamat… sekaligus menjadi milikku.”
Read
Chapter: 179 - SuratCailin mendorong pintu kamar Lian di Istana Timur.Hening.“Lian?” panggil Cailin, suaranya memantul kosong.Tidak ada jawaban.Kamar itu sunyi. Jendela tertutup rapat. Namun, ada sesuatu yang salah. Kamar ini terlalu rapi. Seprei di ranjang masih rapi sempurna, seolah tidak pernah ditiduri semalaman.Firasat Cailin langsung menajam.Matanya menyapu ruangan. Lemari pakaian sedikit terbuka.Firasat buruk merayap di punggung Cailin. Ia melangkah cepat ke meja tulis. Di sana, di bawah bak tinta batu yang sedikit bergeser, tampak ujung kertas putih menyembul.Dengan tangan gem
Last Updated: 2025-12-12
Chapter: 178 - Jejak KabutCahaya pagi merembes masuk melalui celah ventilasi Paviliun perawatan, menyinari debu-debu yang melayang tenang di udara. Tidak ada lagi ketegangan ritual semalam, hanya keheningan yang tersisa.Shangkara membuka matanya perlahan.Hal pertama yang ia rasakan adalah dingin. Bukan dinginnya suhu ruangan, melainkan dingin yang berasal dari dalam dirinya sendiri.Ia mencoba bergerak, namun tubuhnya kaku. Di sampingnya, Cailin tertidur dalam posisi duduk sambil memeluk lengan kiri Shangkara, kepalanya bersandar di bahu sang Kaisar. Wajah gadis itu tampak lelah, namun damai.Shangkara menggerakkan jari-jarinya yang terasa kaku.“Cailin …,” panggilnya, suaranya parau dan lemah.Cailin langsung tersentak bangun. Matanya terbuka lebar, dan ia langsung menegakkan tubuh, menatap Shangkara dengan panik.“Shangkara? Kau sadar?” Cailin meraba dahi dan pipi Shangkara. “Kau dingin sekali.”Shangkara mencoba tersenyum, meski bib
Last Updated: 2025-12-11
Chapter: 177 - PutusMalam turun menyelimuti Istana Vermilion. Kristal-kristal spiritual sudah menyala, namun di Balai Pengobatan, suasananya redup dan tenang.Lian duduk di kursi samping ranjang Ren.Ren memperhatikannya. Ada ketenangan aneh pada diri Lian malam ini. Gadis yang tadi pagi bangun dengan napas memburu karena mimpi buruk yang tak mau diakuinya, kini terlihat damai seolah semua beban di pundaknya telah diangkat.“Kau terlihat … lebih baik,” komentar Ren pelan.Lian menatap Ren, matanya lembut namun ada kabut tipis di dasarnya yang tidak bisa dibaca Ren. “Aku sudah memikirkan semuanya, Ren. Aku tahu apa yang harus kulakukan sekarang.”Ren menghela napas lega. Ia mengira Lian akhirnya menerima situasi dan berhenti menyalahkan dir
Last Updated: 2025-12-10
Chapter: 176 - PersiapanMatahari sudah naik cukup tinggi ketika Lian berjalan cepat menyusuri lorong yang sepi. Langkahnya ringan, namun pikirannya berat.Aku harus mencari tahu. Kuil Tua… Hutan Barat… Aku tidak bisa pergi tanpa tahu jalannya.Perpustakaan Istana masih tenang saat Lian datang. Hanya ada beberapa cendekiawan yang sedang duduk membaca kitab. Lian memasuki lorong-lorong tinggi yang dipenuhi gulungan tua. Ia menggigit bibir, ini pertama kalinya ia menelusuri bagian arsip yang jarang dikunjungi.Ia mencari “Hutan Barat”.Kemudian “Kuil Tua”.Setelah hampir setengah jam, ia masih belum menemukan apa pun.Akhirnya ia berpindah ke bagian arsip geografi kuno. Jari-jarinya menelusuri deretan gulungan peta.“Hutan Barat… Hutan Barat…” gumamnya berulang.Ia menemukan sebuah kitab tua berjudul Wilayah Terlarang. Lian menariknya keluar dengan tangan gemetar. Saat ia membuka kitab itu, embusan angin kecil tiba-tiba berputar di sekitar pergelangan tangannya tanpa ia kehendaki.Wush!Angin itu menyambar tump
Last Updated: 2025-12-09
Chapter: 175 - BisikanPagi datang dengan cahaya lembut yang menembus tirai Balai Pengobatan.Ren sudah duduk di ranjangnya, memegangi perutnya yang masih nyeri. Ia tidak bisa tidur lagi sejak semalam terbangun oleh angin Lian. Namun Lian masih belum juga bangun, ia seperti terperangkap dalam tidurnya.Ia hanya bisa menjaga Lian dan sesekali berusaha membangunkannya. Ia menoleh lagi ke kursi di mana Lian tertidur membungkuk. Rambut gadis itu berantakan, pipinya menempel di lengan.“Lian,” panggil Ren pelan.Masih tidak ada reaksi.Ren mengguncang bahunya lagi, sedikit lebih kuat. “Lian, bangun.”Lian menggeliat, napasnya terputus-putus seperti habis berlari, keringat dingin menga
Last Updated: 2025-12-09
Chapter: 174 - Harmoni RetakRuang Meditasi Kaisar sunyi. Batu-batunya dingin, kristal-kristal spiritual biru berpendar lembut. Di tengahnya, Shangkara dan Cailin duduk berhadapan di lantai, telapak tangan saling menempel. Guru Fen berdiri sedikit jauh, mengawasi.“Tarik perlahan,” ujar Guru Fen. “Biarkan energi bergerak … bukan saling menolak.”Shangkara menarik napas. Cailin mengikuti. Shangkara mendorong Qi Vermilion, Cailin mendorong Qi Bulan. Sesaat, cahaya merah dan perak saling menyentuh—Lalu energi panas dan dingin bertabrakan.Tangan Shangkara membeku sampai ke pergelangan. Tangan Cailin tersengat panas sampai ia menariknya cepat-cepat. Keduanya terdorong mundur dengan napas tersengal.Shangkara mendecak pelan. “Energi kita saling menolak.”Cailin menatap telapak tangannya yang luka. “Itu bukan hanya soal energi. Kita terlalu tegang.”Guru Fen menyela. “Itu karena kalian saling takut. Ketakutan itu membuat Qi kalian saling menolak.”“Lalu kami harus apa?” tanya Cailin frustrasi sembari menyembuhkan luk
Last Updated: 2025-12-08