"Mengapa dia selalu saja tidak sabaran sekali?" Hua Fei hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia berjalan menyusul saudara mudanya sembari menggendong keranjang milik Jing Ling.
Di sepanjang perjalanan, mulut pemuda itu terus bergumam seperti sedang menghafalkan sesuatu. "Daun mongoose, minyak kelapa, minyak lavender, lalu ... apa lagi?" Hua Fei berjalan sembari membuka buku tentang pengobatan. "Mungkinkah batu giok hitam juga bisa untuk menyerap racun pada luka bekas gigitan ular?" "Mengisap racun dari bekas luka justru tidak diperbolehkan, karena racun bisa tertelan dan mengakibatkan hal yang sangat berbahaya bagi si pengisap." Hua Fei masih sibuk dengan buku metode penanganan pertama pada korban gigitan ular. Baru beberapa ratus langkah Hua Fei berjalan, dia dikejutkan oleh suara ramai orang-orang yang sedang tertawa. Anak muda itu lalu berlari-lari ke arah sumber suara keributan dan mendapati pemandangan yang membuatnya bukan hanya terkejut, tetapi juga merasa sangat marah. Hua Fei bergegas menghampiri Jing Ling yang tertelungkup dan dia dikepung oleh banyak orang. Keadaan Jing Ling tampak berantakan. Pemuda itu meringis mencium tanah, wajahnya kotor oleh tanah, rumput-rumput kering dan hidung pemuda itu juga berdarah. Hantaman keras yang datang secara tiba-tiba berhasil menjatuhkan Jing Ling hingga tersungkur tepat di ujung sepatu seseorang "Adik Ling!" Hua Fei berlari cepat untuk menolong sang adik. Namun, seorang anak lelaki terlanjur datang dan mencegat langkahnya. Dia tak bisa ke mana pun sekarang, tetapi Hua Fei masih berusaha menerobos kepungan manusia yang mengelilingi Jing Ling. Jing Ling berteriak keras dengan maksud supaya Hua Fei tidak mendekat ke arahnya. "Kakak, jangan ke mari! Lari dan pulanglah!" Hua Fei menggelengkan kepala sambil terus melangkah maju. "Kamu dalam bahaya, bagaimana mungkin aku akan meninggalkanmu?" 'Berhenti!" Pria muda itu segera mencegat dan menghalangi langkah Hua Fei. "Sebaiknya kamu tidak usah ikut campur dengan urusan kami, Tuan Muda Hua Fei." Hua Fei menghentikan langkahnya, menoleh dan menatap tajam ke arah anak muda yang menghalanginya dan berkata, "Jangan halangi aku!" "Bagaimana kalau aku tidak bersedia? Apa yang akan Anda lakukan, Tuan Muda?" Pemuda tampan bertampang menyebalkan itu lalu menaikkan lengannya ke atas pundak Hua Fei dengan maksud mengejek. "Kamu!" Hua Fei menatap tajam ke arah lelaki muda yang kira-kira berusia sebaya dengannya. "Jadi, kamu masih mengenal siapa aku, Hua Fei?" Anak lelaki bertingkah pongah itu balik bertanya dan menunjuk ke arah Jing Ling yang sedang meringis kesakitan. "Tentu saja aku tidak melupakanmu meskipun lima tahun lalu terakhir kali kita bertemu." Hua Fei menjawab sambil melengoskan wajahnya ke arah lain. "Katakan, ada apa kamu dan antek-antekmu menghadang dan menangkap Jing Ling?" "Ada apa?" Pemuda angkuh itu menyeringai dan menunjuk ke arah Jing Ling. "Kamu tanyakan saja padanya, mengapa kami menghadang kalian. Tentu saja ini menyangkut masalah lama. Dia tidak layak bersaing denganku dan aku harus menyingkirkannya, supaya dia tahu siapa aku yang sebenarnya." Hua Fei segera memotong ucapan pemuda berpakaian hanfu merah bercampur hitam itu dengan sedikit sinis. "Memangnya kamu siapa dan apa keistimewaanmu?" "Jadi menurutmu, aku harus memperjelas siapa diriku?" Pemuda angkuh balik bertanya dengan rasa tidak senang. "Aku adalah ...." "Dia bukan siapa-siapa Kakak Fei! Jing Yanxi hanyalah seorang pengecut yang beraninya main keroyokan!" Jing Ling menyambar perkataan Jing Yanxi dengan cepat. Pemuda itu terlihat sempoyongan saat berusaha untuk bangkit dari jatuhnya. "Dan dia hanya suka bersembunyi di balik nama Paman Jing Cheng setelah membuat keributan!" "Cuih!" Jing Ling meludahkan darah di mulutnya, tetapi disertai tekanan mengejek. "Diam kamu! Kamu hanyalah anak dari seorang pengkhianat!" Jing Yanxi membentak. Matanya memancarkan kemarahan dan keangkuhan yang terlalu tinggi. "Siapa yang kamu sebut sebagai anak pengkhianat?" Jing Ling tidak kalah marahnya. Dia paling tidak suka, kalau ada yang mengungkit tentang ayah kandungnya. "Tentu saja kamu, Jing Ling! Bukankah seharusnya nama margamu adalah Wang dan bukan Jing?" Jing Yanxi tertawa terbahak-bahak dengan nada mengejek yang dikuti oleh para anak buahnya. "Jiu Wang, bukankah si pengkhianat itu adalah ayahmu?" "Lancang! Sepertinya mulutmu perlu diberi pelajaran agar tidak bisa lagi menindas orang lain!" Jing Ling berteriak dengan napas tersengal-sengal. Betapa hatinya teramat sakit atas ucapan Jing Yanxi yang sudah sangat keterlaluan. "Kalian semua memang sudah sangat keterlaluan!" Hua Fei menepis dengan kasar tangan Jing Yanxi yang menghalanginya. Tentu saja, hal tersebut membuat badan anak seorang saudagar kaya raya itu terhuyung dan hampir saja terjatuh. Beberapa anak muda yang menjadi pengikutnya segera menangkap tubuh sang tuan muda. "Tuan Muda!" Para pengikut Jing Yanxi berseru panik. "Tuan Muda tidak apa-apa?" bertanya anak lelaki berbadan gemuk sambil menahan tubuh tuan mudanya agar tidak terjatuh. "Minggir!" Jing Yanxi menepis tangan anak berbadan gemuk. "Tentu saja aku tidak apa-apa." "Hua Fei, mengapa kamu membela anak itu? Bukankah dia hanya anak tiri dari pamanmu?" Jing Yanxi kembali mendekati Hua Fei sambil berkacak pinggang. "Bodoh sekali kalau kamu masih membelanya. Lama-lama dia juga akan menjadi pesaingmu kelak dalam posisi penerus sekte!" "Tentu saja aku akan membelanya. Sekarang marganya adalah Hua!" Hua Fei berkata menegaskan. "Dia juga salah satu tuan muda di Sekte Lembah Berawan kami dan kedudukannya sama sejajar denganku." "Dan soal persaingan, aku tidak akan bersaing apa pun dengannya. Dialah yang akan menjadi penerus Sekte Lembah Berawan, sedangkan aku tidak menginginkan posisi itu. Apakah kamu sudah paham sekarang?" Hua Fei berbicara dengan nada tegas tanpa keraguan sedikit pun. Jing Yanxi memerhatikan wajah lawan bicaranya dengan perasaan heran. Pemuda itu memiringkan kepalanya dengan alis mata berkerut ke tengah. "Hua Fei, apa kamu sudah gila? Memberikan posisi berharga dan sangat terhormat kepada si dungu itu?" "Gila? Yang gila itu adalah kamu, Jing Yanxi. Kamu gila kekayaan dan derajat yang tinggi." Hua Fei kembali menyambung ucapannya dengan sikap siaga. "Dan kamu juga seorang anak manja yang hanya bisa bersembunyi di balik jubah hanfu ayahmu dan mencium ketiaknya setiap saat. Jadi, kalau kamu tidak pernah menghargai orang lain. Kurasa itu adalah hal yang sangat wajar! Kamulah beban keluarga yang sesungguhnya!" "Kakak Fei, mengapa kamu berkata seperti itu?" Jing Ling bertanya dalam hati. "Terima kasih, Kakak Fei. Kakak selalu jadi pembelaku." Jing Ling sungguh merasa sangat terharu atas kepedulian keponakan lelaki satu-satunya dari Hua Yan ini. Mereka memang tumbuh dan dibesarkan dalam asuhan Jing Yue dan suaminya. Maka tidaklah mengherankan, jikalau seorang Hua Fei akan selalu membela dengan tulus, jika saudaranya ini mendapat perlakuan buruk dari siapa pun. Bahkan, dia juga bersedia memohon ampunan kepada sang paman, saat Jing Ling mendapat hukuman atas kesalahan yang dilakukannya. "Hua Fei! Beraninya kamu berbuat kurang ajar kepada seorang tuan muda dari Keluarga Jing ini!" Jing Yanxi berteriak dengan nada marah. "Kalian hanyalah anak-anak malang tanpa ayah kandung! Pantas saja, kalau kalian tidak tahu adat kesopanan, agar menghormati orang yang lebih tinggi derajatnya!" "Kalian hanya terlahir sebagai anak-anak yang bodoh dan dungu seperti keledai!" Jing Yanxi berucap disusul gelak tawa para anak buahnya. "Dibandingkan dengan kami, kalian hanya pantas untuk menjadi alas kaki!" "Tuan muda kami memang benar. Baju kalian juga pantas untuk menjadi kain pembersih sepatu kami semua!" Anak buah Jing Yanxi mencibir sambil meludah. "Benar! Mereka tak ubahnya seperti binatang dungu itu!" seru salah seorang anak lelaki berbadan kurus dan berkulit hitam. "Apa kamu bilang? Apakah aku sudah salah dengar?" Hua Fei yang menjadi tertawa kali ini. Dia merasa sangat geli mendengar perkataan Jing Yanxi yang sedang mengunggulkan dirinya sendiri dan tidak pernah mau bersikap rendah hati kepada siapa pun. "Dan kurasa, seekor keledai bahkan masih lebih pintar darimu. Seekor katak pun kurasa tidak lebih rendah dari dirimu yang congkak itu!" "Beraninya kamu mentertawakan tuan muda kami, Hua Fei!" Salah seorang anak buah Jing Yanxi berteriak. Dia sungguh sangat tidak terima sang tuan muda mereka dihina dan dikatai oleh seseorang yang bagi mereka, Hua Fei hanyalah anak tidak memiliki kemampuan apa pun selain daripada seorang kutu buku. "Minggir!"Jing Ling menoleh cepat, menatap Hua Lin dengan alis terangkat. "Paman Kecil, itu kan dulu. Sekarang aku sudah tidak seperti itu. Mengapa Paman selalu mengungkitnya? Aku adalah orang yang paling bijaksana dan berhati lembut seperti kapas sutra." "Itu kalau kamu berada di depan ayah dan ibumu, tapi tidak kalau sedang sendirian atau bersama kami. Bukankah begitu, Ah Fei?" sergah Hua Lin, tak mau kalah. Hua Fei, yang sedari tadi duduk diam di pojok kereta, akhirnya tersenyum kecil. Dengan nada lembut tapi penuh kewibawaan, ia berkata, "Kalian berdua sama saja." Hua Yan menghela napas panjang, pandangannya memang tenang meski ada sirat kekhawatiran pada cahaya mata tajam pria tersebut. Hua Yan akhirnya berkata, "Sudahlah. Aku hanya berharap, semoga kalian benar-benar saling menjaga. Dunia luar adalah tempat yang penuh misteri dan bahaya yang tidak pernah bisa kita tebak. Jika sesuatu terjadi ... ingatlah, hubungan keluarga adalah kekuatan kalian." "Baik, Ayah." Jing Ling berseru.
"Hei, Ah Ling. Kami juga harus berpamitan." Hua Lin berucap seraya melangkah, menabrak sisi lengan Jing Ling yang sedang menghalangi jalan."Kalian ini!" Jing Ling berkacak pinggang, lalu mengibaskan tangannya. "Ya sudah. Pergi, pergi, pergi!" Jing Yue menoleh perlahan, napasnya tertahan ketika dua pemuda berdiri di hadapannya.Mata mereka diwarnai kesenduan, menyiratkan perasaan sedih yang tak bisa disembunyikan. Meski berusaha keras menahan tangis, matanya yang sembab tidak mampu menyembunyikan kesedihan mendalam. Dua garis air mata yang mengering tampak membekas di pipinya. Ia tersenyum lemah saat Hua Fei dan Hua Lin mendekat, keduanya bersiap untuk berpamitan. Mereka bukan sekadar anak didik bagi Jing Yue, kedua pemuda itu sudah seperti bagian dari jiwa dan hatinya.Kini, mereka akan meninggalkan rumah ini menuju Sekte Pilar Suci, sebuah tempat penuh misteri dan mungkin ada banyak bahaya menghadang di dalam perjalanan mereka menuju ke sana.Hua Fei memilih maju lebih dulu. Deng
Hua Yan masih berdiri tegak di depan paviliun utama Sekte Lembah Berawan. Sorot matanya tajam, menatap barisan kereta barang yang tak kurang dari sepuluh gerbong kereta. Ia berpikir, sebenarnya ini hendak pelatihan ataukah hendak pergi bertamasya? Para tetua ini sungguh berlebihan!Di hadapannya, barisan pria berseragam lengkap berdiri dengan disiplin. Setiap dari mereka membawa senjata berkilauan dan bendera kebesaran sekte, sementara empat kereta kuda mewah, dihiasi ukiran naga dan burung hong, telah siap mengiringi perjalanannya.“Haruskah seperti ini?” gumam Hua Yan, setengah mengeluh sambil menepuk dahinya.Tetua Hua Ming, yang berdiri tak jauh darinya, melangkah maju. “Pemimpin besar, ini semua telah diatur dengan cermat. Kewibawaan sekte harus dijaga, terlebih saat Anda berangkat ke misi penting seperti ini.”Namun, Hua Yan mengibaskan tangannya. "Sekali lagi, aku dan anak-anak itu bukan akan berangkat ke medan perang, Tetua Hua Ming. Para tuan muda kita butuh belajar kesederh
Jing Ling memejamkan matanya saat merasa ada kilat energi dingin memasuki dahinya. Energi itu semula terasa dingin, tetapi kemudian menjadi hangat. "Ini disebut sebagai Mata Dewa. Dengan penglihatan ini, kamu bisa melihat berbagai macam hal yang sebelumnya tak bisa kamu lihat." Leluhur Jing Shuang berkata setelah menarik kembali jarinya dari dahi Jing Ling. "Kamu tinggal memfokuskan penglihatan dan pikiranmu ketika melihat sesuatu yang kamu anggap tidak biasa. Dan kamu akan segera mengetahui rahasia-rahasia yang tidak bisa dilihat oleh orang biasa." "Mata Dewa?" Jing Ling membuka matanya, dan merasa penglihatannya menjadi semakin cemerlang. "Penglihatan Mata Dewa merupakan ilmu tingkat tinggi yang dipelajari dari Kitab Mata Dewa milik Keluarga Yu yang kutemukan dua ratus tahun lalu di peti mayat ahli waris yang tak diakui yang bernama Qing Yuan." Ada kesedihan dalam nada ucapan Leluhur Jing Shuang saat menyebutkan nama misterius ini. Jing Ling berpikir, 'Dua ratus tahun lalu ...
"Jangan takut. Aku adalah Jing Shuang, orang yang menciptakan cincin ini." Jing Ling sedikit panik, merasa bahwa pendengarannya saat ini sedang tidak normal. Pandangan matanya terus tertuju ke arah bayangan berwujud manusia yang terjebak di gumpalan sinar merah yang tampak samar. "Sudah sangat lama aku terjebak di tempat ini, menunggu seseorang dari penerusku datang dan menemukanku." Suara anggun dan lembut itu kembali terdengar dengan jelas. Jing Ling terkejut. Ternyata, sinar berwujud manusia itu bisa berbicara? Dan dia mengaku bernama Jing Shuang? Tunggu! Bukankah itu adalah nama yang disebutkan oleh Jing Yue, ibunya? "Jing Shuang?" Jing Ling luar biasa terkejut. "Jadi, Anda adalah Jing Shuang, pencipta dan pemilik Cincin Segala Ruang ini?" "Benar. Itu aku." Leluhur Jing Shuang berbalik dengan anggun, jubahnya berkibar, dan sinar merah yang menyelimutinya seketika menghilang. Sekarang, wujud asli pria muda yang sangat menawan bak seorang kaisar langit terlihat jelas. W
"Bagaimana mungkin itu adalah benda yang rusak? Kamu cobalah sekali lagi, Ah Lin!" Hua Lin mencoba memberi semangat kepada keponakannya. "Semangat!""Baiklah. Aku akan mencobanya sekali lagi." Jing Ling mengangguk, kemudian kembali memfokuskan pikiran agar dapat terhubung dengan cincin segala ruang miliknya.Namun, masih tidak ada yang terjadi meskipun ia telah mencobanya hingga berulang kali.Jing Ling menarik napas sesaat dengan perasaan kecewa. "Tetap tidak bisa.""Aneh ... mengapa tetap tidak bisa?" Hua Fei juga tak mengerti.Jing Ling tak bisa lagi menyembunyikan kekecewaan sekaligus rasa penasarannya.Ia menghadap kembali kepada sang ibu. "Ibu, aku tak bisa menggunakan cincin ini. Meskipun aku berusaha keras menyatukan pikiranku, tetapi aku tak bisa merasakan apa pun. Aku jadi berpikir kalau benda ini tidak berjodoh denganku, atau mungkin saja benda ini memang sudah rusak.""Itu tidak rusak. Tapi memang cincin milikmu itu sedikit berbeda dengan benda ruang milik Ah Fei dan Ah Li