Share

SANG PEMBELA

"Mengapa dia selalu saja tidak sabaran sekali?" Hua Fei hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia berjalan menyusul saudara mudanya sembari menggendong keranjang milik Jing Ling.

Di sepanjang perjalanan, mulut bocah itu terus bergumam seperti sedang menghafalkan sesuatu.

"Daun mongoose, minyak kelapa, minyak lavender, lalu ... apa lagi?" Hua Fei berjalan sembari membuka buku tentang pengobatan. "Mungkinkah batu giok hitam juga bisa untuk menyerap racun pada luka bekas gigitan ular."

"Mengisap racun dari bekas luka justru tidak diperbolehkan, karena racun bisa tertelan dan mengakibatkan hal yang sangat berbahaya bagi si pengisap." Hua Fei masih sibuk dengan buku metode penanganan pertama pada korban gigitan ular.

Baru beberapa ratus langkah Hua Fei berjalan, dia dikejutkan oleh suara ramai anak-anak lain tertawa. Anak itu berlari-lari ke arah suara keributan dan mendapati pemandangan yang membuatnya bukan hanya terkejut, tetapi juga merasa sangat marah. Hua Fei bergegas menghampiri Jing Ling yang tertelungkup dan dia dikepung banyak orang.

Keadaan Jing Ling tampak berantakan. Pemuda itu meringis mencium tanah, wajahnya kotor oleh tanah, rumput-rumput kering dan hidung pemuda itu juga berdarah.

Hantaman keras yang datang secara tiba-tiba berhasil menjatuhkan Jing Ling hingga tersungkur tepat di ujung sepatu seseorang

"Adik Liiing!" Hua Fei berlari cepat untuk menolong sang adik.

Namun, seorang anak lelaki terlanjur datang dan mencegat langkahnya. Dia tak bisa ke mana pun sekarang, tetapi Hua Fei masih berusaha menerobos kepungan manusia yang mengelilingi Jing Ling.

Jing Ling berteriak keras dengan maksud supaya Hua Fei tidak mendekat ke arahnya. "Kakak, jangan ke mari! Lari dan pulanglah!"

Hua Fei menggelengkan kepala sambil terus melangkah maju. "Kamu dalam bahaya, bagaimana mungkin aku akan meninggalkanmu?"

'Berhenti!" Anak laki-laki segera mencegat dan menghalangi langkah Hua Fei. "Sebaiknya kamu tidak usah ikut campur dengan urusan kami, Tuan Muda Hua Fei."

Hua Fei menghentikan langkahnya, menoleh dan menatap tajam ke arah anak lelaki yang menghalanginya dan berkata, "Jangan halangi aku."

"Bagaimana kalau aku tidak bersedia? Apa yang akan Anda lakukan, Tuan Muda?" Pemuda tampan bertampang menyebalkan itu lalu menaikkan lengannya ke atas pundak Hua Fei dengan maksud mengejek.

"Kamu!" Hua Fei menatap tajam ke arah anak lelaki yang kira-kira berusia sebaya dengannya.

"Jadi, kamu masih mengenal siapa aku, Hua Fei?" Anak lelaki bertingkah pongah itu balik bertanya dan menunjuk ke arah Jing Ling yang sedang meringis kesakitan.

"Tentu saja aku tidak melupakanmu meskipun lima tahun lalu terakhir kali kita bertemu." Hua Fei menjawab sambil melengoskan wajahnya ke arah lain. "Katakan, ada apa kamu dan antek-antekmu menghadang dan menangkap Jing Ling?"

"Ada apa?" Pemuda angkuh itu menyeringai dan menunjuk ke arah Jing Ling. "Kamu tanyakan saja padanya, mengapa kami menghadang kalian. Tentu saja ini menyangkut masalah lama. Dia tidak layak bersaing denganku dan aku harus menyingkirkannya, supaya dia tahu siapa aku yang sebenarnya."

Hua Fei segera memotong ucapan pemuda berpakaian hanfu merah bercampur hitam itu dengan sedikit sinis. "Memangnya kamu siapa dan apa keistimewaanmu?"

"Jadi menurutmu, aku harus memperjelas siapa diriku?" Pemuda angkuh balik bertanya dengan rasa tidak senang. "Aku adalah ...."

"Dia bukan siapa-siapa Kakak Fei! Jing Yanxi hanyalah seorang pengecut yang beraninya main keroyokan!" Jing Ling menyambar perkataan Jing Yanxi dengan cepat. Pemuda itu terlihat sempoyongan saat berusaha untuk bangkit dari jatuhnya. "Dan dia hanya suka bersembunyi di balik nama Paman Jing Cheng setelah membuat keributan!"

"Cuih!" Jing Ling meludahkan darah di mulutnya, tetapi disertai tekanan mengejek.

"Diam kamu! Kamu hanyalah anak dari seorang pengkhianat!" Jing Yanxi membentak. Matanya memancarkan kemarahan dan keangkuhan yang terlalu tinggi.

"Siapa yang kamu sebut sebagai anak pengkhianat?" Jing Ling tidak kalah marahnya. Dia paling tidak suka, kalau ada yang mengungkit tentang ayah kandungnya.

"Tentu saja kamu, Jing Ling! Bukankah seharusnya nama margamu adalah Wang dan bukan Jing?" Jing Yanxi tertawa terbahak-bahak dengan nada mengejek yang dikuti oleh para anak buahnya. "Jiu Wang, bukankah si pengkhianat itu adalah ayahmu?"

"Lancang! Sepertinya mulutmu perlu diberi pelajaran agar tidak bisa lagi menindas orang lain!" Jing Ling berteriak dengan napas tersengal-sengal. Betapa hatinya teramat sakit atas ucapan Jing Yanxi yang sudah sangat keterlaluan.

"Kalian semua memang sudah sangat keterlaluan!" Hua Fei menepis dengan kasar tangan Jing Yanxi yang menghalanginya.

Tentu saja, hal tersebut membuat badan anak seorang saudagar kaya raya itu terhuyung dan hampir saja terjatuh. Beberapa anak muda yang menjadi pengikutnya segera menangkap tubuh sang tuan muda.

"Tuan Muda!" Para pengikut Jing Yanxi berseru panik.

"Tuan Muda tidak apa-apa?" bertanya anak lelaki berbadan gemuk sambil menahan tubuh tuan mudanya agar tidak terjatuh.

"Minggir!" Jing Yanxi menepis tangan anak berbadan gemuk. "Tentu saja aku tidak apa-apa."

"Hua Fei, mengapa kamu membela anak itu? Bukankah dia hanya anak tiri dari pamanmu?" Jing Yanxi kembali mendekati Hua Fei sambil berkacak pinggang. "Bodoh sekali kalau kamu masih membelanya. Lama-lama dia juga akan menjadi pesaingmu kelak dalam posisi penerus sekte!"

"Tentu saja aku akan membelanya. Sekarang marganya adalah Hua!" Hua Fei berkata menegaskan. "Dia juga salah satu tuan muda di Sekte Lembah Berawan kami dan kedudukannya sama sejajar denganku."

"Dan soal persaingan, aku tidak akan bersaing apa pun dengannya. Dialah yang akan menjadi penerus Sekte Lembah Berawan, sedangkan aku tidak menginginkan posisi itu. Apakah kamu sudah paham sekarang?" Hua Fei berbicara dengan nada tegas tanpa keraguan sedikit pun.

Jing Yanxi memerhatikan wajah lawan bicaranya dengan perasaan heran. Pemuda itu memiringkan kepalanya dengan alis mata berkerut ke tengah. "Hua Fei, apa kamu sudah gila? Memberikan posisi berharga dan sangat terhormat kepada si dungu itu?"

"Gila? Yang gila itu adalah kamu, Jing Yanxi. Kamu gila kekayaan dan derajat yang tinggi." Hua Fei kembali menyambung ucapannya dengan sikap siaga. "Dan kamu juga seorang anak manja yang hanya bisa bersembunyi di balik jubah hanfu ayahmu dan mencium ketiaknya setiap saat. Jadi, kalau kamu tidak pernah menghargai orang lain. Kurasa itu adalah hal yang sangat wajar! Kamulah beban keluarga yang sesungguhnya!"

"Kakak Fei, mengapa kamu berkata seperti itu?" Jing Ling bertanya dalam hati. "Terima kasih, Kakak Fei. Kakak selalu jadi pembelaku."

Jing Ling sungguh merasa sangat terharu atas kepedulian keponakan lelaki satu-satunya dari Hua Yan ini. Mereka memang tumbuh dan dibesarkan dalam asuhan Jing Yue dan suaminya.

Maka tidaklah mengherankan, jikalau seorang Hua Fei akan selalu membela dengan tulus, jika saudaranya ini mendapat perlakuan buruk dari siapa pun.

Bahkan, dia juga bersedia memohon ampunan kepada sang paman, saat Jing Ling mendapat hukuman atas kesalahan yang dilakukannya.

"Hua Fei! Beraninya kamu berbuat kurang ajar kepada seorang tuan muda dari Keluarga Jing ini!" Jing Yanxi berteriak dengan nada marah. "Kalian hanyalah anak-anak malang tanpa ayah kandung! Pantas saja, kalau kalian tidak tahu adat kesopanan, agar menghormati orang yang lebih tinggi derajatnya!"

"Kalian hanya terlahir sebagai anak-anak yang bodoh dan dungu seperti keledai!" Jing Yanxi berucap disusul gelak tawa para anak buahnya. "Dibandingkan dengan kami, kalian hanya pantas untuk menjadi alas kaki!"

"Tuan muda kami memang benar. Baju kalian juga pantas untuk menjadi kain pembersih sepatu kami semua!" Anak buah Jing Yanxi mencibir sambil meludah.

"Benar! Mereka tak ubahnya seperti binatang dungu itu!" seru salah seorang anak lelaki berbadan kurus dan berkulit hitam.

"Apa kamu bilang? Apakah aku sudah salah dengar?" Hua Fei yang menjadi tertawa kali ini. Dia merasa sangat geli mendengar perkataan Jing Yanxi yang sedang mengunggulkan dirinya sendiri dan tidak pernah mau bersikap rendah hati kepada siapa pun. "Dan kurasa, seekor keledai bahkan masih lebih pintar darimu. Seekor katak pun kurasa tidak lebih rendah dari dirimu yang congkak itu!"

"Beraninya kamu mentertawakan tuan muda kami, Hua Fei!" Salah seorang anak buah Jing Yanxi berteriak.

Dia sungguh sangat tidak terima sang tuan muda mereka dihina dan dikatai oleh seseorang yang bagi mereka, Hua Fei hanyalah anak tidak memiliki kemampuan apa pun selain daripada seorang kutu buku.

"Minggir!"

Komen (10)
goodnovel comment avatar
Serpihan Salju
Harus ya biar pinter
goodnovel comment avatar
Serpihan Salju
Rebutan ular ini hehe
goodnovel comment avatar
Serpihan Salju
Tanoa beban
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status