Bab 03
Seorang anak berusia sekitar 12 tahun sedang duduk di sudut taman, dia tidak memperdulikan hujan yang terus membasahi tubuhnya. Tangisnya yang mengalir deras ke pipi sampai tidak terlihat karena hujan yang begitu lebat. Entah sudah berapa lama anak itu duduk di bawah guyuran air hujan, yang pasti tubuh kurusnya tampak menggigil, wajah dan bibirnya tampak pucat akibat kedinginan.
Terdapat beberapa bekas luka di wajah bahkan di tubuhnya.
Sebelum sampai di taman, anak kecil itu berada di suatu tempat yang dia saja baru tahu tempat itu pertama kali. Paman dan Bibinya membawa anak itu untuk pergi bersama mereka ke sana.
Sebulan lamanya, dia ditinggalkan untuk menjadi jaminan, dia bahkan mendapatkan perlakukan kasar. Dia dipukul, ditampar, dan ditendang oleh orang-orang sang penagih hutang.
Sampai suatu hari, anak itu mendengarkan obrolan sang penagih hutang agar paman dan bibinya segera melunasi hutang dengan cara menyetujui penawaran untuk mendonorkan salah satu organ tubuh anak kecil itu, sebab ada yang mau membeli organ tubuh anak itu dengan harga yang mahal.
Namun, sebelum hal itu terjadi, anak itu melarikan diri dan pergi entah kemana kakinya melangkah. Dia terus berjalan entah kemana tujuannya, bahkan orang menatapnya seperti gelandangan yang menyedihkan, dengan pakaian yang lusuh bahkan tidak menggunakan alas kaki, anak itu berlari untuk pergi dari tempat sang penagih hutang.
Kakinya bahkan berdarah karena anak itu melompati pagar yang tingginya tiga kali dari tinggi tubuh anak itu, hanya agar bisa kabur dari tempat mengerikan tersebut.
Di bawah guyuran hujan, anak kecil itu bingung harus pergi ke mana. Dia bahkan tidak tahu di mana dia sekarang. Sebenarnya dia merasa takut, tetapi siapa yang akan mau menolongnya? Orang-orang akan berpikir kalau dirinya tidak waras, dan kalau saja anak kecil itu pergi ke kantor polisi, dia tidak ingin kembali kepada paman dan bibinya.
Seorang pria asing sedang duduk di depan anak itu dengan memegang payung demi menghindari air hujan yang akan membasahi mereka berdua. Walaupun terkesan terlambat dan tubuh anak itu sudah basah kuyup, setidaknya pria asing itu menunjukkan niat baiknya kepada anak malang tersebut.
Kehadiran pria itu sontak membuat anak itu menatap pria asing yang sedang duduk di depannya dengan raut wajah terkejut.
Sepasang mata memerah akibat menangis menatap kebingungan dan bertanya-tanya siapa sebenarnya pria asing itu.
Pura-pura tidak menyadari tatapan bingung anak itu, pria itu bertanya. "Sedang apa di sini? Kau akan sakit kalau terus main hujan-hujanan, ini sudah terlalu malam,"
Anak itu sontak berdiri dan akan pergi kalau saja pria itu tidak memegangi lengannya.
"Aku tidak akan menyakitimu." ujar pria asing itu lagi.
Anak itu berusaha melepaskan genggaman dari pria asing itu. "Jangan bawa saya ke paman dan bibi, tolong lepaskan saya," Anak itu terus mencoba untuk meloloskan dirinya dari pegangan pria itu.
"Tenanglah, aku tidak akan membawamu kepada paman dan bibimu, hanya kau tidak bisa terus di sini. Kau akan sakit nanti," ucap pria asing itu ramah dan penuh perhatian.
Setelah berhasil membujuk anak itu, mereka sedang berada di sebuah cafe, menikmati susu hangat yang pria itu pesankan untuk anak tersebut. Pakaiannya sudah berganti dengan pakaian kering, beberapa bekas luka di wajahnya sudah diobati.
Pria asing itu melihatnya dengan gemas saat anak kecil itu makan dengan lahap. "Pelan-pelan saja makannya," Pria itu terus menatap anak di depannya. Dari cara makan anak itu, terlihat seperti sangat kelaparan, dan memang benar, anak itu tidak makan beberapa hari karena hukuman yang dia terima.
"Siapa namamu?"
"Saya Raffardian," jawab anak itu dengan mulut yang penuh dengan makanan saat dia menjawab pertanyaan pria asing itu.
"Di mana rumahmu?" tanya pria asing itu kembali. "Aku akan mengantarkanmu." lanjutnya menawarkan untuk mengantarkannya pulang.
Raffardian atau lebih akrab dipanggil Raffa itu menghentikan makannya saat pria itu menawarkan untuk pulang. Tidak, dia tidak ingin pulang, dia tidak mau bertemu dengan paman dan bibinya lagi.
Raffa meletakkan makanan yang ada di tangannya kemudian berdiri.
"Tunggu!" pria asing itu menghentikan anak itu saat dia akan pergi. "Aku tidak akan memaksamu. Aku rasa kau tidak ingin pulang. Aku tidak akan mengantarkanmu pulang, jadi jangan pergi."
"Apa paman dan bibi menyuruh anda untuk membawa saya pulang?" tanya Raffa si bocah polos itu yang merasa takut kalau pria asing yang ada di depannya membawanya bertemu paman dan bibinya.
"Tidak, aku bukan orang suruhan paman dan bibimu. Sudah lanjutkan saja makanmu."
Selesai makan, pria itu membawa Raffa ke apartemennya. Awalnya Raffa menolak ikut dengan pria asing itu, setelah dibujuk dan berjanji untuk tidak mengembalikan Raffa pada paman dan bibinya, Raffa menuruti apa yang dikatakan pria asing itu.
"Masuklah." ucap pria itu kepada Raffa yang terlihat takut, dan masih ragu untuk masuk ke dalam apartemen pria yang tak dikenalnya.
"Aku tinggal sendiri," ucap pria asing itu tiba-tiba, "tidak ada siapa-siapa selain aku di sini." lanjutnya saat melihat Raffa masih takut.
"Apa yang sebenarnya tuan inginkan dari saya?" tanya Raffa, dia benar-benar masing ragu.
"Sudahlah, ayo masuk dulu," Pria itu menarik lengan Raffa, membawanya duduk di sofa yang tak jauh dari Raffa berdiri.
"Panggil aku kak Gala. Sejak tadi kau memanggilku dengan sebutan tuan, aku tidak suka mendengarnya, karena aku bukan tuanmu," ungkap pria asing itu dengan senyuman geli.
"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu."
Pria asing itu adalah Jenggala Surendra yang lebih akrab dipanggil Gala. Dia mengikuti Raffa sejak Raffa sampai taman dan melihatnya dari kejauhan sebelum Gala benar-benar menghampiri Raffa karena hujan deras. Awalnya, Gala berpikir untuk meninggalkan Raffa, hati kecilnya menyuruh Gala untuk menghampiri Raffa yang sedang duduk di taman dengan kondisi basah kuyup.
"Tinggal lah disini bersamaku."
"Tetapi … saya," jawab Raffa ragu-ragu.
"Aku tidak akan menyakitimu, cukup tinggalah bersamaku, itu saja," ucap Gala meyakinkan bocah menggemaskan di depannya.
Memang bukan awal cerita yang bagus, begitulah pertemuan Raffa dan Gala. Entah kenapa Gala yang memiliki sifat dingin begitu hangat kepada Raffa yang baru dia kenal, dia bahkan meminta Raffa untuk tinggal bersamanya.
Sebelum sampai ke apartemen, Raffa menceritakan apa saja yang sudah terjadi padanya kepada Gala. Dari masalah orang tua Raffa yang meninggal karena kecelakaan sampai sikap kerabatnya yang jahat.
Pertemuan singkat Gala dengan Raffa membuat mereka tinggal bersama sekarang? Awalnya semua berjalan seperti biasa sampai Raffa merasa Gala selalu menutupi masalahnya, membuat dia merasa dirinya hanya sebuah boneka.
Belum lagi, apa yang Raffa ingin lakukan selalu mendapatkan penolakan dari Gala. Meskipun begitu Raffa selalu membuktikan bahwa dirinya mampu, dia membuktikan itu semua dengan prestasi. Namun tetap saja Raffa tidak pernah bisa mengambil hati Hardana.
Bab 04Setelah lulus dari sekolah tingkat atas, Genta dihadapkan pilihan yang Gala ingin dirinya melakukan pilihan Gala. Padahal dia ingin memilih apa yang menjadi masa depannya.Genta sedang bersama Ditya, mereka membahas tentang apa yang akan Genta pilih untuk melanjutkan pendidikannya. "Apa kamu akan mengambil jurusan ilmu hukum, Nak?" tanya Ditya dengan suara lembutnya yang menenangkan."Iya, tapi kakak melarangku untuk mengambil jurusan itu. Kakak menyuruhku untuk memilih jurusan yang lain," jawab Genta."Memangnya kenapa?""Ibu tahu bagaimana sifat Kak Gala. Saat kakak sudah mengatakan tidak, siapa yang berani membantahnya
Bab 05 Genta tetap dengan keputusannya, memilih mata kuliah kedokteran seperti keinginan Gala. Walau Gala sudah membolehkan Genta untuk mengambil mata kuliah yang dia mau. Hari ini, hari pertamanya menjadi seorang mahasiswa. "Kak, bisa kakak mengantarkanku hari ini? Motorku sedang di bengkel dan aku kesiangan, bisa tidak, Kak?" Genta mencoba membangunkan Gala yang sedang tidur. "Bawa saja mobil kakak. Kakak mengantuk sekali," ucap Gala, matanya masih terpejam. Dia memang baru pulang dini hari tadi dan baru tidur beberapa jam saat Genta membangunkannya. "Ya sudah, aku menggunakan bus saja untuk berangkat, tapi nanti setelah Kakak bangun. Ambilkan motorku, tinggal mengambilnya saja. Ya, kak?" "Hmmm …," gumam Gala yang masih mengantuk. Setelahnya Genta segera berangkat ke kampus, dia tidak ingin di hari pertamanya masuk kuliah, dia terlambat. Sebenarnya bisa saja Genta meminta bantuan Kavin un
Bab 06Prak!Gelas itu pecah tepat di samping Gala yang sedang berdiri. Tanpa mendengar penjelasan dari Gala, Hardana melampiaskan kemarahannya pada Gala yang gagal dalam tugasnya. Padahal harusnya yang bertanggung jawab atas kegagalan itu Hardana sendiri."Ini pasti karena perempuan kemarin, dia yang memberikan informasi kepada polisi dan menggagalkan rencana ku." Hardana marah dengan kegagalan yang menurutnya disebabkan perempuan yang di hajarnya kemarin tapi Gala menghalanginya."Kalau saja aku membunuhnya semalam, dia tidak akan membocorkan apa yang akan kita lakukan hari itu.""Ambil barang itu lagi, aku tidak mau tahu bagaimana caramu mengambilnya," tegas Hardana.Gala hanya diam, dia tidak ingin membantah Ayahnya sepatah kata pun, itu tidak akan baik untuknya. Belum lagi tentang Gala membujuk Ayahnya agar mengizinkan Ditya pergi ke apartemennya. Kalau Gala membantahnya lagi, itu akan membuat
Bab 07 “Siapa kau?” tanya seseorang pada Gala yang berjalan ke mobil Arga. "Aku sudah menunggumu lama, kenapa tidak menjawab teleponku." Arga datang merangkul Gala, membawanya masuk ke dalam mobil lebih cepat. Meninggalkan orang yang Gala temui itu. "Untung saja." Arga bernafas lega saat sudah di dalam mobil. Mungkin keberuntungan masih bersamanya, apa yang dia lakukan selalu berhasil walau Ayahnya selalu saja merasa kurang. Dan semoga Gala selalu mendapatkan keberuntungan dalam hidupnya, kalau tidak, akan seperti apa nasibnya nanti saat kebenaran terkuak. Setelah membuat Genta bahkan Ibunya menunggu kabar darinya, sekarang Gala sedang menikmati tidurnya. Hal yang selalu membuatnya lupa dengan permasalahan hidupnya, yakni tidur. Kebetulan Ditya juga bermalam di apartemen, pagi-pagi sekali dia sudah membuatkan sarapan untuk putra putranya. Genta sibuk dengan beberapa buku yang dia baca, walau jurusan kedok
Bab 08"Aku polisi, aku hanya ..." ucap seseorang yang sedang bersama Genta."Dari divisi mana?" tanya Genta, lawannya itu kemudian menunjukkan tanda pengenalnya."Kau disini bersama kelompokmu?""Hubungi komandan Adinata dari divisi intelijen, kau akan tahu nanti."Orang itu ternyata menyamar, untuk memancing Genta dan Elvan agar mereka bisa menangkapnya."Kau tidak apa-apa, Kak?""Tidak, aku baik-baik saja. Apa barangnya sudah dipindahkan ke mobil. Kita pergi sekarang?""Iya, un
Bab 09"Apa teman gangster mu?" tanya Gala."Aku tidak mau kau bergaul dengan orang seperti mereka. Untuk apa kau bergaul dengan mereka?" lanjutnya."Fokus dengan kuliahmu, Kakak tidak mau kau terpengaruh dengan orang seperti mereka.""Darimana Kakak tahu tentang itu? Apa Kavin yang mengatakannya kepada Kakak?""Tidak penting dari siapa aku tahu, yang penting kau harus fokus dengan kuliahmu."Genta terdiam setelah Gala keluar dari kamarnya. Bagaimana Kakaknya bisa tahu kalau Genta akhir-akhir ini sering bersama teman gangsternya, walau itu bagian dari tugas Genta menjadi mata-mata.Apa mungkin Gala juga tahu, tentang dirinya menjadi seorang Polisi? Pikiran itu terus mengganggu Genta setelah perkataan Gala, dia harus lebih berhati-hati lagi mulai sekarang. Dia harus menyimpan rapat-rapat rahasia tentang dirinya adalah seorang polisi.***Walau Gala melarangnya agar tidak berkumpul bersama teman gangster nya tapi Genta tetap
Bab 10 "Apa kau sudah gila." Seseorang menarik Genta dari dalam bathup, dia Gala yang sengaja mendengar suara air mengalir saat melewati kamar Genta yang memang dekat dengan dapur, dirasa tidak ada orang di apartemen, Gala mencoba melihatnya. Dan saat melihat pintu kamar Genta terbuka dia segera masuk dan berjalan ke arah kamar mandi, melihat Genta mencoba menenggelamkan tubuhnya dalam bathup yang terisi penuh dengan air yang terus saja mengalir. Genta terbatuk saat Gala menariknya keluar dari dalam bathup, dia bahkan mendapatkan tamparan dari Gala yang terkejut dengan yang dilakukan Genta. "Ada apa? Kenapa kau melakukan ini? Apa kau ingin mati?" Dia terdengar sangat marah dengan yang dilakukan Genta.
Bab 11 Genta mengambil ponsel Gala begitu saja. dan mematikan sambungan teleponnya. “Ada apa denganmu?” "Kenapa kakak begitu ingin tahu, lupakan saja, bukankah aku tidak pergi." Setelahnya Genta hanya diam, dia memejamkan mata berharap Gala tidak membahas hal itu lagi. Kepalanya sudah cukup sakit untuk pertanyaan yang akan Gala lontarkan. Semoga keesokan harinya Gala tidak membahasnya lagi. *** Genta bangun dari tidurnya, menatap wajah pucat yang terlihat begitu menyedihkan. Dia merasa dirinya begitu lemah, saat dia mencoba untuk kuat. Bayang-bayang masa lalunya datang, dimana dia diperlakukan tidak baik oleh paman dan bibin