Disoroti lampu dari gang di gedung tak terpakai, kedua orang pria saling berhadapan satu sama lain. Langit di atas kepala tampak gelap, mendung, serupa perasaan berkecamuk di hati dua orang tersebut. Rintik-rintik hujan membasahi keduanya, namun kedua pria itu memilih mengabaikan sekitar dan tetap mempertahankan posisi masing-masing sedari tadi, saling menodongkan senjata. Pria berseragam polisi itu, Genta, dihadapkan pada pilihan sulit ketika dia harus menodongkan senjata kepada pemimpin mafia yang selama ini polisi cari. Kenapa? Dari sekian banyaknya manusia di muka bumi, harus orang di depannya yang dia ingin musnahkan keberadaannya. Kenapa harus orang ini? "Ternyata ini kau." ujar Genta dengan suara serak dan sepasang mata berkaca-kaca. Dia masih belum bisa menerima fakta yang baru saja ditemukan. Bahwasanya seseorang yang dia pedulikan, yang sangat dipercaya merupakan seseorang yang seperti ini. Seorang penjahat, buronan yang dirinya cari-cari. Pria itu tidak berbicara. Rau
Perjuangannya selama ini terbayar setelah Hardana tertangkap. Dia bahkan mendapatkan balasan dari perbuatannya. Walau polisi menangkapnya dengan kondisi yang bisa dikatakan tidak baik-baik saja, dan dokter menyatakan kalau kondisi Hardana mengalami koma atas kecelakaan yang terjadi setidaknya dia merasakan apa yang dinamakan sebuah balasan. Walau harapan Genta tidak seperti ini tapi dia bersyukur semua ini berakhir.Gala dirawat intensif karena luka benturan di kepalanya. Tadi setelah sampai di ruang IGD, Genta dibuat panik dengan kondisi Gala yang sempat menurun. Kondisinya sudah sangat menurun saat sampai di rumah sakit, dia tidak sadarkan diri sejak Genta menolongnya.Setelah Gala ditangani, Kavin membantu Genta untuk mengobati lukanya, awalnya dia tidak mau karena ingin menunggu kabar dari Gala tapi setelah Jimin membujuknya dia mau. Tidak ada kata yang keluar dari mulut Genta, dia hanya diam saat Kavin mengobati lukanya. Tentang kakinya, Genta mengalami patah tulang lagi di kaki
"Apa kamu akan tugas malam lagi, Nak?" tanya Ditya kepada Genta yang sedang bersiap."Sepertinya iya, Bu, aku harus ke desa tetangga seperti kemarin," ucapnya."Ibu harus berhati-hati di rumah, kalau ada apa apa minta bantuan putra Bibi saja. Tidak apa-apakan, Bu?" ucap Genta."Tidak apa-apa, Nak. Ibu akan baik-baik saja di rumah bersama kakakmu," jawab Ditya."Dan Kakak, hari ini Kakak harus melatih tangan Kakak, bukankah kemarin Kakak sudah bisa mengangkat tangan lebih tinggi. Jadi, lakukan peregangan untuk tangan Kakak," ucap Genta kepada Gala dan mendapatkan anggukan darinya.Genta mulai melakukan aktivitasnya sebagai seorang dokter di sebuah desa kecil, klinik yang dulu pernah didatangi dengan Kavin dan Gala. Sudah hampir 2 tahun Genta menjadi seorang dokter di sana. Dia menggunakan gelar dokternya untuk membantu warga di desa. Kebetulan waktu itu, dokter yang bertugas di klinik itu pergi karena memang jarang warga yang akan datang walau mereka sakit. Setelah ada Genta, klinik it
Disoroti lampu dari gang di gedung tak terpakai, kedua orang pria saling berhadapan satu sama lain. Langit di atas kepala tampak gelap, mendung, serupa perasaan berkecamuk di hati dua orang tersebut. Rintik-rintik hujan membasahi keduanya, namun kedua pria itu memilih mengabaikan sekitar dan tetap mempertahankan posisi masing-masing sedari tadi, saling menodongkan senjata.Pria berseragam polisi itu, Genta, dihadapkan pada pilihan sulit ketika dia harus menodongkan senjata kepada pemimpin mafia yang selama ini polisi cari. Kenapa? Dari sekian banyaknya manusia di muka bumi, harus orang di depannya yang dia ingin musnahkan keberadaannya. Kenapa harus orang ini?"Ternyata ini kau." ujar Genta dengan suara serak dan sepasang mata berkaca-kaca. Dia masih belum bisa menerima fakta yang baru saja ditemukan. Bahwasanya seseorang
Bab 1Seorang pria sedang mengarahkan senjatanya ke target yang sejak tadi dia pantau dari teropong kecil. Sudah hampir 30 menit dia mengintai orang tersebut dari jarak aman, dia menunggu perintah komandannya untuk melumpuhkan targetnya. Dia harus berhati-hati saat komandannya sedang bernegosiasi dengan target, agar mau melepaskan sandera, pelaku itu mengancam akan meledakkan bom yang ada di tubuhnya saat polisi terus menekannya.Genta Surendra, polisi dengan pangkat Bripka tingkat satu, sudah dipercaya menjadi seorang sniper. Karena keahliannya menembak jarak jauh, komandan Genta menugaskan untuk membidik targetnya."Lepaskan para sandra!" tegas komandan dengan pengeras suara. "Ikuti arahan kita, kau pasti aman," ucap komandan Adinata.
Bab 02Gala melampiaskan amarahnya kepada seseorang yang sudah tidak berdaya di depannya, dia menghajar tanpa ampun orang itu. Korbanya adalah pria yang menyerang Gala, membuat Genta kembali menanyakan sebenarnya apa yang Gala tutupi darinya.Arga menarik lengan Gala yang terus saja menghajar lawan yang sudah tidak berdaya itu. "Apa kau akan membunuhnya? Sudah biarkan dia pergi," ucap Arga dengan susah payah menghentikan Gala dari mengamuk kembali."Arghh…!" teriaknya frustasi dengan apa yang terjadi.Hari Galau kacau sejak kemarin. Sebelum datang ke rumah Hardana, targetnya lolos. Padahal dia sudah begitu lama mengincarnya. Sebab targetnya lolos karena ada informan dari sekitarnya yang membocorkan apa yang akan dia lakukan.
Bab 03Seorang anak berusia sekitar 12 tahun sedang duduk di sudut taman, dia tidak memperdulikan hujan yang terus membasahi tubuhnya. Tangisnya yang mengalir deras ke pipi sampai tidak terlihat karena hujan yang begitu lebat. Entah sudah berapa lama anak itu duduk di bawah guyuran air hujan, yang pasti tubuh kurusnya tampak menggigil, wajah dan bibirnya tampak pucat akibat kedinginan.Terdapat beberapa bekas luka di wajah bahkan di tubuhnya.Sebelum sampai di taman, anak kecil itu berada di suatu tempat yang dia saja baru tahu tempat itu pertama kali. Paman dan Bibinya membawa anak itu untuk pergi bersama mereka ke sana.Sebulan lamanya, dia ditinggalkan untuk menjadi jaminan, dia bahkan mendapatkan perlakukan kasar. Dia dipukul, ditampar, dan ditendang oleh
Bab 04Setelah lulus dari sekolah tingkat atas, Genta dihadapkan pilihan yang Gala ingin dirinya melakukan pilihan Gala. Padahal dia ingin memilih apa yang menjadi masa depannya.Genta sedang bersama Ditya, mereka membahas tentang apa yang akan Genta pilih untuk melanjutkan pendidikannya. "Apa kamu akan mengambil jurusan ilmu hukum, Nak?" tanya Ditya dengan suara lembutnya yang menenangkan."Iya, tapi kakak melarangku untuk mengambil jurusan itu. Kakak menyuruhku untuk memilih jurusan yang lain," jawab Genta."Memangnya kenapa?""Ibu tahu bagaimana sifat Kak Gala. Saat kakak sudah mengatakan tidak, siapa yang berani membantahnya