Bab 02
Gala melampiaskan amarahnya kepada seseorang yang sudah tidak berdaya di depannya, dia menghajar tanpa ampun orang itu. Korbanya adalah pria yang menyerang Gala, membuat Genta kembali menanyakan sebenarnya apa yang Gala tutupi darinya.
Arga menarik lengan Gala yang terus saja menghajar lawan yang sudah tidak berdaya itu. "Apa kau akan membunuhnya? Sudah biarkan dia pergi," ucap Arga dengan susah payah menghentikan Gala dari mengamuk kembali.
"Arghh…!" teriaknya frustasi dengan apa yang terjadi.
Hari Galau kacau sejak kemarin. Sebelum datang ke rumah Hardana, targetnya lolos. Padahal dia sudah begitu lama mengincarnya. Sebab targetnya lolos karena ada informan dari sekitarnya yang membocorkan apa yang akan dia lakukan.
"Gala cukup!" Arga kembali menarik Gala menjauh dari seseorang yang terus dia hajar, terlihat lawannya sudah tidak sadarkan diri.
"Lepaskan aku!" Gala mendorong Arga dan terduduk di dekat tubuh seseorang yang dia hajar tanpa ampun tersebut.
"Kalau ayahmu tahu, kau yang akan dibunuh olehnya!"
"Dia tidak akan bisa membunuhku, dia yang akan mati sebelum membuatku mati!" Gala berseru penuh kemarahan.
"Bukankah kau sudah berjanji untuk lebih tenang? Ingatlah adikmu. Apa kau lupa, kau juga ingin melindunginya dari ayahmu?" Arga memang tahu segalanya tentang Gala, dia teman sekaligus kepercayaan Gala selama ini, hanya dia yang bisa Gala percaya.
Gala terdiam, dia kembali ingat tentang hal itu. Dia tidak ingin Hardana mencelakai Raffa seperti yang Hardana lakukan kepada setiap orang yang mengkhianatinya, apalagi Hardana sangat membenci Genta. Sejak dulu, Hardana menganggap Genta, anak hasil perselingkuhan Ditya dengan pria lain, itu alasan yang membuat Hardana sangat membenci Genta. Padahal apa yang Hardana ketahui itu tidak benar.
Seseorang sudah memprovokasi Hardana, dia bahkan memalsukan hasil DNA Genta dan Hardana agar niatnya untuk menghancurkan keluarga Hardana bisa berhasil, dan saat ini, hal itu membuat Hardana sangat membenci Genta. Dia percaya kalau ini ulah orang kepercayaan ayahnya, yakni pamannya sendiri. Pamannya lah yang menghancurkan keluarga Hardana, dan dia juga yang menjadi penghianat dalam keluarga.
Gala dan Hardana selama ini menjalankan bisnis ilegal. Dapat dikatakan mereka Mafia yang bekerja secara terorganisir. Mereka bekerja dengan kedok menjadi pengusaha kontraktor. Memang benar bisnis kontraktor mereka berjalan sangat lancar, tetapi dibalik itu semua ada kegiatan gelap yang dijalankan Hardana selama ini. Gala sendiri ditugaskan menjadi eksekutor oleh Hardana. Bisa dikatakan dia juga kaki tangan Hardana walaupun hubungan Gala dengan Hardana sangat tidak baik.
"Apa Genta tidak pernah bertanya saat kau terluka seperti ini?" Arga sedang mengobati lengan Gala yang terluka karena perkelahiannya tadi. Pria ini bahkan bertarung sampai lawannya meninggal.
"Dia selalu membuat bertanya-tanya tentang lukaku ini," jawab Gala yang sebenarnya merasa bersalah saat dia tidak menjawab apa yang Genta ingin tahu tentang kondisi dirinya.
"Kalau kau tahu itu jangan biarkan tubuhmu terluka seperti ini," ucap Arga menasehati dengan tulus. Namun Gala hanya diam tanpa ingin menjawab apa yang sahabatnya katakan.
Selesai mengobati luka di tangan Gala, Hardana menghubungi Gala dan menyuruhnya untuk datang. Mau tidak mau Gala harus menuruti apa yang ayahnya perintahkan.
Plak!
Plak!
Suara tamparan terdengar di seisi ruangan. Gala yang sedang berdiri di depan ayahnya hanya diam. Hardana menampar Gala dengan alasan, Gala sudah melenyapkan informan sebelum tahu niatnya menemui Gala.
"Kau terlalu gegabah untuk membunuhnya! Apa kau tidak memikirkan yang sebenarnya dia rencanakan? Dasar bodoh!" bentak Hardana penuh amarah.
"Kenapa kau selalu saja melakukan hal sesuka hatimu? Tidak bisakah kau mendengarkan aku?" Hardana bertanya tapi Gala hanya diam tanpa ingin menjawab pria itu yang sedang marah karena kesalahannya. Hal seperti ini sudah biasa diterima oleh Gala.
"Arga!" panggil Hardana keras. "Aku mau kau mengurus ini dengan rapi, aku tidak ingin dia mengacaukan lagi. Apa kau dengar itu?!" perintahnya sambil menunjuk ke arah Gala.
"Dan kau!" Hardana menunjuk tepat di wajah Gala. "Aku tidak segan untuk melukai anak yang kau anggap adikmu itu kalau kau tidak mau mendengarkan aku!" ujar Hardana sengit kepada Gala dengan nada penuh ancaman.
Mendengar apa yang Hardana katakan, Gala yang sejak tadi diam langsung menjawab. "Jangan coba-coba menyentuh adikku! Kalau tidak aku akan membuat anda menyesal!" Gala kembali mengancam ayahnya tanpa rasa takut sedikitpun.
"Coba saja, apa kau lupa kalau ibumu bersamaku?" Selalu hal itu yang menjadi kelemahan Gala sekarang, saat Hardana mengancamnya menggunakan Ditya; sang ibu untuk dijadikan tawanan agar bisa mengendalikannya.
"Anda sungguh licik!" Galau berujar sinis. Tatapan kebenciannya tidak dia sembunyikan pada sosok pria di hadapannya tersebut.
"Ingat!" seru Hardana. "Saat kau ingin pergi dariku. Kau tahu apa yang bisa aku lakukan padamu!"
Dia pun berjalan meninggalkan Gala setelah selesai membuat ancaman pada sang putra, hanya untuk membuatnya selalu menuruti apa yang dia inginkan.
Gala sendiri bukan tidak bisa pergi dari sisi ayahnya, untuk saat ini ibunya memang lebih aman bersama ayahnya.
Hardana sangat marah, Gala terlalu gegabah membunuh mata-mata yang menyerang Gala kemarin. Saat sedang gelap mata, Gala akan menjadi sangat dingin dan selalu membuat lawannya lumpuh tanpa berpikir panjang.
***
Sesampainya di apartemen, Gala duduk sambil bersandar dengan mata terpejam, tak lama Genta berjalan ke arah kakaknya itu.
"Kakak sudah pulang?" tanya Genta seraya mengambil duduk. Seperti biasa, Gala tidak menjawab apa yang Genta tanyakan kepadanya.
"Kenapa Kakak-"
"Aku tahu apa yang akan kau tanyakan. Sudah pergilah, tinggalkan aku," sahut Gala sebelum Genta menyelesaikan ucapannya.
"Mungkin aku lemah, tapi aku ingin membantu Kakak. Aku-"
Gala memotong ucapan Genta lagi dengan memanggil namanya sebagai peringatan. "Genta!" bentaknya berhasil membuat Genta terdiam.
"Apa salahnya saat aku ingin membantumu?" tanya Genta tak mengerti dengan respons sang kakak yang selalu saja bersikap sama saat dia merasa khawatir kepada kakaknya tersebut.
"Cukup!" bentak Gala lagi saat mendengar apa yang Genta katakan.
"Pergi ke kamarmu sekarang atau kau ingin aku yang pergi dari sini?!" ujar Gala menahan emosinya, dia hanya tidak ingin berdebat sekarang.
"Tentu saja aku harus pergi, apa pentingnya diriku bertanya keadaan kakak," ungkap Genta merasa kecewa karena kembali mendapatkan penolakan saat dia ingin menanyakan kondisi sang kakak.
Tanpa pikir panjang, Genta kemudian pergi ke kamarnya. Padahal dia hanya ingin menanyakan kondisi Gala. Dia juga ingin tahu sebenarnya apa yang Gala lakukan selama ini. Dia merasa khawatir karena selalu melihat Gala sering pulang dengan kondisi terluka, sama seperti saat ini.
Setelah Genta pergi, Gala mempertahankan postur diamnya dengan pandangan bingung. Dalam benaknya dia bertanya, haruskah Genta tahu pekerjaan apa yang dilakukan olehnya? Dia takut saat Genta tahu kebenarannya, itu bisa membuat sang adik celaka.
Sekejap Gala menyesali apa yang dilakukannya kepada Genta. Sejak awal adiknya itu selalu menuruti apa yang dia katakan. Adik laki-lakinya tidak pernah mengeluh sedikitpun. Dan sekarang saat Genta mengkhawatirkan dirinya, dia malah membentaknya.
Bagaimanapun Raffa tetaplah Raffa, dia tidak bisa menjadi sosok Genta. Gala sempat menghilangkan Raffa dari hidupnya dan mengubahnya menjadi Genta.
Bukankah itu terdengar egois? Awalnya bukan seperti ini keinginan Gala. Niat Gala hanya ingin Raffa tinggal bersamanya karena Raffa terlantar. Gala malah mengubah Raffa menjadi Genta karena menurutnya mereka itu sama.
***
Keesokan harinya.
Terlihat Gala sudah duduk di meja makan sedang menyantap sarapannya. Tidak seperti pagi biasanya, Genta berangkat kampus lebih awal bahkan sebelum Gala bangun, dia berangkat setelah menyiapkan sarapan untuk kakaknya. Sejak semalam Raffa tidak bicara pada Gala, dia kecewa karena sikap sang kakak yang selalu menganggap dirinya sebagai Genta. Namun, Raffa tidak bisa seenaknya kepada Gala karena Raffa juga berhutang banyak kepada Gala. Memang tidak biasanya Raffa bersikap seperti ini, tapi bagaimanapun juga ini kesalahan Gala.
"Kakak disini?" tanya Kavin sambil menghampiri Gala. "Apa kakak mau mengizinkan Genta? Apa dia sakit lagi?" tanya Kavin. Gala sengaja pergi ke sekolah Genta, dia merasa bersalah.
"Memangnya dia tidak masuk?"
"Tidak, apa dia sakit lagi, Kak? Kemarin dia mengirimkan pesan, belum sempat aku buka pesannya, dia sudah menghapusnya." jawab Kavin.
"Benar dia tidak datang ke sekolah?" tanya Gala lagi. Padahal Genta berangkat lebih pagi tadi.
"Tidak, pelatih basket malah menanyakannya tadi. Besok dia akan ada pertandingan, jadi seharusnya hari ini dia datang untuk latihan."
Gala terdiam. Lalu ke mana Genta pergi? Dia bahkan tidak berpamitan tadi saat akan berangkat, tidak seperti biasanya Genta bersikap seperti ini. Setelah menemui Kavin, Gala kemudian pergi mencari Genta. Entah kemana dia, ponselnya juga tidak bisa dihubungi.
Gala melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak lama sampailah Gala di sebuah taman, di mana Gala menemukan Raffa di sana lima tahun yang lalu. Dia berjalan mencari Raffa di sekitar taman, Gala menghentikan langkahnya saat melihat seseorang yang sedang bermain basket di taman itu seorang diri. Dia pun segera menghampirinya.
"Kau tidak masuk kuliah hari ini?" tanya Gala saat dia sudah di belakang Raffa yang sedang berdiri menghadap ring dengan posisi akan memasukkan bola kedalam ring.
Tanpa menjawab, Genta terus saja memainkan bola basketnya. Gala tahu kalau Genta sedang marah padanya, dia merebut bola yang dimainkan Genta kemudian ikut bermain basket bersama sang adik walau banyak diam, Genta tetap bermain bersama kakaknya.
Gala memang jago olahraga basket, sedikit banyak Genta juga belajar darinya.
Setelah puas bermain, mereka duduk tak jauh dari tempat mereka bermain basket. Keringat membasahi tubuh mereka. Sesekali mereka juga meneguk air yang mereka pegang.
Genta hanya diam saat kakaknya duduk di sampingnya.
"Maafkan aku, aku yang salah padamu" Gala mengambil inisiatif untuk meminta maaf. "Jangan hanya diam seperti ini, aku mohon." lanjutnya.
"Seharusnya aku memang tidak bersikap seperti kemarin. Tolong maafkan aku," Gala kembali mencoba meminta maaf kepada Genta yang hanya diam sejak kedatangannya.
"Sudahlah, Kak. Bukankah itu gunanya aku di sini, menjadi Genta, adikmu," ucap Raffa. Walau hatinya sangat sakit tapi dia tetap ingin mengatakannya.
"Maksudku bukan seper-"
"Cukup!" tegas Genta saat Gala ingin menjelaskannya. "Sejak kemarin aku sudah meyakinkan diriku bahwa aku memang Genta, bukan Raffa. Menurutku memang harus seperti itu bukan? Apa pentingnya seorang Raffardian, dia sudah meninggal 5 tahun yang lalu di tempat ini," ucap Raffa tanpa menatap Gala.
"Aku, Genta Surendra, adikmu, itu yang aku yakini sekarang," ungkap Raffa.
"Maafkan aku," jawab Gala.
"Untuk apa? Pilihan ini yang aku pilih, jadi aku akan melakukan seperti apa yang kakak katakan dulu."
"Janji yang kita buat dulu, janji tidak akan ada Raffardian, hanya ada Genta Surendra, adik Jenggala Surendra," jelas Raffa tidak bisa menahannya lagi, dia pun mengatakan apa yang dia ingin katakan.
"Tetapi maksud Kakak bukan …," Gala ingin menjelaskan, tapi Raffa benar-benar marah kepadanya.
"Aku baik-baik saja, kakak tenang saja!" Raffa ingin bersikap kalau dirinya baik baik saja. Dia meyakinkan dirinya kalau dia adala Genta Surendra, anak bungsu dari keluarga Surendra. Walau Hardana tidak menerimanya, dia tetaplah harus menepati janjinya.
Setiap orang memiliki dua sifat, baik dan buruk. Dan setiap orang harus memilih jalan hidupnya. Seperti yang Raffardian lakukan sekarang, dia mengakui bahwa dirinya adalah Genta Surendra dan menghilangkan Raffardian, sosok anak kecil yang sangat menyedihkan, yang Gala temukan di taman dengan kondisi menyedihkan.
Berat sebenarnya, tapi dia tetap harus melakukannya. Dia harus melakukan demi Gala yang sudah mau mengakui dirinya sebagai adik kandungnya, saat jelas-jelas tidak ada hubungan darah antara mereka.
Raffa merasa dirinya memiliki dua sisi, satu sisi dia adalah Raffardian, dan sisi lain dia adalah Genta. Dia menjadi seseorang yang berbeda dari dirinya untuk orang lain.
Begitu kejam Tuhan kepadanya sampai semua ini terjadi. Di mulai dari orang tuanya meninggal, masalah dengan paman dan bibinya, sekarang dia harus menjadi orang lain untuk membalas budi terhadap orang yang sudah menolongnya.
Bab 03Seorang anak berusia sekitar 12 tahun sedang duduk di sudut taman, dia tidak memperdulikan hujan yang terus membasahi tubuhnya. Tangisnya yang mengalir deras ke pipi sampai tidak terlihat karena hujan yang begitu lebat. Entah sudah berapa lama anak itu duduk di bawah guyuran air hujan, yang pasti tubuh kurusnya tampak menggigil, wajah dan bibirnya tampak pucat akibat kedinginan.Terdapat beberapa bekas luka di wajah bahkan di tubuhnya.Sebelum sampai di taman, anak kecil itu berada di suatu tempat yang dia saja baru tahu tempat itu pertama kali. Paman dan Bibinya membawa anak itu untuk pergi bersama mereka ke sana.Sebulan lamanya, dia ditinggalkan untuk menjadi jaminan, dia bahkan mendapatkan perlakukan kasar. Dia dipukul, ditampar, dan ditendang oleh
Bab 04Setelah lulus dari sekolah tingkat atas, Genta dihadapkan pilihan yang Gala ingin dirinya melakukan pilihan Gala. Padahal dia ingin memilih apa yang menjadi masa depannya.Genta sedang bersama Ditya, mereka membahas tentang apa yang akan Genta pilih untuk melanjutkan pendidikannya. "Apa kamu akan mengambil jurusan ilmu hukum, Nak?" tanya Ditya dengan suara lembutnya yang menenangkan."Iya, tapi kakak melarangku untuk mengambil jurusan itu. Kakak menyuruhku untuk memilih jurusan yang lain," jawab Genta."Memangnya kenapa?""Ibu tahu bagaimana sifat Kak Gala. Saat kakak sudah mengatakan tidak, siapa yang berani membantahnya
Bab 05 Genta tetap dengan keputusannya, memilih mata kuliah kedokteran seperti keinginan Gala. Walau Gala sudah membolehkan Genta untuk mengambil mata kuliah yang dia mau. Hari ini, hari pertamanya menjadi seorang mahasiswa. "Kak, bisa kakak mengantarkanku hari ini? Motorku sedang di bengkel dan aku kesiangan, bisa tidak, Kak?" Genta mencoba membangunkan Gala yang sedang tidur. "Bawa saja mobil kakak. Kakak mengantuk sekali," ucap Gala, matanya masih terpejam. Dia memang baru pulang dini hari tadi dan baru tidur beberapa jam saat Genta membangunkannya. "Ya sudah, aku menggunakan bus saja untuk berangkat, tapi nanti setelah Kakak bangun. Ambilkan motorku, tinggal mengambilnya saja. Ya, kak?" "Hmmm …," gumam Gala yang masih mengantuk. Setelahnya Genta segera berangkat ke kampus, dia tidak ingin di hari pertamanya masuk kuliah, dia terlambat. Sebenarnya bisa saja Genta meminta bantuan Kavin un
Bab 06Prak!Gelas itu pecah tepat di samping Gala yang sedang berdiri. Tanpa mendengar penjelasan dari Gala, Hardana melampiaskan kemarahannya pada Gala yang gagal dalam tugasnya. Padahal harusnya yang bertanggung jawab atas kegagalan itu Hardana sendiri."Ini pasti karena perempuan kemarin, dia yang memberikan informasi kepada polisi dan menggagalkan rencana ku." Hardana marah dengan kegagalan yang menurutnya disebabkan perempuan yang di hajarnya kemarin tapi Gala menghalanginya."Kalau saja aku membunuhnya semalam, dia tidak akan membocorkan apa yang akan kita lakukan hari itu.""Ambil barang itu lagi, aku tidak mau tahu bagaimana caramu mengambilnya," tegas Hardana.Gala hanya diam, dia tidak ingin membantah Ayahnya sepatah kata pun, itu tidak akan baik untuknya. Belum lagi tentang Gala membujuk Ayahnya agar mengizinkan Ditya pergi ke apartemennya. Kalau Gala membantahnya lagi, itu akan membuat
Bab 07 “Siapa kau?” tanya seseorang pada Gala yang berjalan ke mobil Arga. "Aku sudah menunggumu lama, kenapa tidak menjawab teleponku." Arga datang merangkul Gala, membawanya masuk ke dalam mobil lebih cepat. Meninggalkan orang yang Gala temui itu. "Untung saja." Arga bernafas lega saat sudah di dalam mobil. Mungkin keberuntungan masih bersamanya, apa yang dia lakukan selalu berhasil walau Ayahnya selalu saja merasa kurang. Dan semoga Gala selalu mendapatkan keberuntungan dalam hidupnya, kalau tidak, akan seperti apa nasibnya nanti saat kebenaran terkuak. Setelah membuat Genta bahkan Ibunya menunggu kabar darinya, sekarang Gala sedang menikmati tidurnya. Hal yang selalu membuatnya lupa dengan permasalahan hidupnya, yakni tidur. Kebetulan Ditya juga bermalam di apartemen, pagi-pagi sekali dia sudah membuatkan sarapan untuk putra putranya. Genta sibuk dengan beberapa buku yang dia baca, walau jurusan kedok
Bab 08"Aku polisi, aku hanya ..." ucap seseorang yang sedang bersama Genta."Dari divisi mana?" tanya Genta, lawannya itu kemudian menunjukkan tanda pengenalnya."Kau disini bersama kelompokmu?""Hubungi komandan Adinata dari divisi intelijen, kau akan tahu nanti."Orang itu ternyata menyamar, untuk memancing Genta dan Elvan agar mereka bisa menangkapnya."Kau tidak apa-apa, Kak?""Tidak, aku baik-baik saja. Apa barangnya sudah dipindahkan ke mobil. Kita pergi sekarang?""Iya, un
Bab 09"Apa teman gangster mu?" tanya Gala."Aku tidak mau kau bergaul dengan orang seperti mereka. Untuk apa kau bergaul dengan mereka?" lanjutnya."Fokus dengan kuliahmu, Kakak tidak mau kau terpengaruh dengan orang seperti mereka.""Darimana Kakak tahu tentang itu? Apa Kavin yang mengatakannya kepada Kakak?""Tidak penting dari siapa aku tahu, yang penting kau harus fokus dengan kuliahmu."Genta terdiam setelah Gala keluar dari kamarnya. Bagaimana Kakaknya bisa tahu kalau Genta akhir-akhir ini sering bersama teman gangsternya, walau itu bagian dari tugas Genta menjadi mata-mata.Apa mungkin Gala juga tahu, tentang dirinya menjadi seorang Polisi? Pikiran itu terus mengganggu Genta setelah perkataan Gala, dia harus lebih berhati-hati lagi mulai sekarang. Dia harus menyimpan rapat-rapat rahasia tentang dirinya adalah seorang polisi.***Walau Gala melarangnya agar tidak berkumpul bersama teman gangster nya tapi Genta tetap
Bab 10 "Apa kau sudah gila." Seseorang menarik Genta dari dalam bathup, dia Gala yang sengaja mendengar suara air mengalir saat melewati kamar Genta yang memang dekat dengan dapur, dirasa tidak ada orang di apartemen, Gala mencoba melihatnya. Dan saat melihat pintu kamar Genta terbuka dia segera masuk dan berjalan ke arah kamar mandi, melihat Genta mencoba menenggelamkan tubuhnya dalam bathup yang terisi penuh dengan air yang terus saja mengalir. Genta terbatuk saat Gala menariknya keluar dari dalam bathup, dia bahkan mendapatkan tamparan dari Gala yang terkejut dengan yang dilakukan Genta. "Ada apa? Kenapa kau melakukan ini? Apa kau ingin mati?" Dia terdengar sangat marah dengan yang dilakukan Genta.