Share

Pembuktian

Bab 1

Seorang pria sedang mengarahkan senjatanya ke target yang sejak tadi dia pantau dari teropong kecil. Sudah hampir 30 menit dia mengintai orang tersebut dari jarak aman, dia menunggu perintah komandannya untuk melumpuhkan targetnya. Dia harus berhati-hati saat komandannya sedang bernegosiasi dengan target, agar mau melepaskan sandera, pelaku itu mengancam akan meledakkan bom yang ada di tubuhnya saat polisi terus menekannya. 

Genta Surendra, polisi dengan pangkat Bripka tingkat satu, sudah dipercaya menjadi seorang sniper. Karena keahliannya menembak jarak jauh, komandan Genta menugaskan untuk membidik targetnya.

"Lepaskan para sandra!" tegas komandan dengan pengeras suara. "Ikuti arahan kita, kau pasti aman," ucap komandan Adinata.

Pelaku tetap saja dengan pendiriannya, dia tidak ingin melepaskan sandera dan bersikeras ingin kalau polisi harus pergi dari tempat itu. Dia bahkan menggendong seorang anak berusia lima tahun yang sejak tadi menangis tanpa henti.

"Panggil Genta," ucap Komandan Adinata yang mempercayai Genta sebagai sniper.

Adinata menyuruh Genta untuk masuk agar lebih dekat dengan pelaku yang hanya seorang diri. Polisi tidak bisa menembak pelaku saat dia masih menggendong sandera.

Dengan hanya membawa senjata laras pendek, Genta masuk melalui jalan yang sudah mereka rencanakan. Dia benar-benar nekat melakukan ini semua hanya untuk menyelamatkan para sandera. Berbekal apa yang dia bawa, Genta berjalan perlahan menghampiri beberapa sandera yang terlibat sangat ketakutan.

"Apa hanya kalian disini?" tanya Genta kepada sandera. "Kalian lihat jalan di sana." Genta menunjuk jalannya masuk kepada para sandera. "Berjalanlah ke sana perlahan, kalian akan menemukan jalan keluar di sana,"

Genta melihat sekeliling sebelum dia menghampiri pelaku yang sedang berbicara dengan komandan Adinata di depan. Ada banyak warga yang melihat, membuat polisi harus lebih berhati-hati saat mengambil tindakan.

"Tidak ada bom lain, hanya ada satu bom di tubuh pelaku." Genta berbicara sedikit pelan di HT miliknya. "Suruh komandan mengulur waktu dan bantu aku merebut anak kecil itu." 

Seperti rencana, Genta kemudian berjalan perlahan ke arah pelaku. Saat hanya beberapa langkah, Genta menebak tangan pelaku yang membawa remot untuk meledakkan bom tersebut. Tak menunggu lama, Genta segera menyergap pelaku. Beberapa petugas membantu Genta mengambil anak yang menjadi sandera tersebut.

Saat Genta mendekap tubuh pelaku, dia dibuat terjatuh saat pelaku itu mendorong tubuhnya. Mencoba mengambil remot yang akan rekan Genta ambil.

Dor!

Dor!

Tanpa pikir panjang, Genta melepaskan tembakan, mengarahkan pada tubuh pelaku tersebut. Menyebabkan darah mengalir bersamaan dengan tubuh yang terjatuh karena tembakan Genta mengenai organ vitalnya.

"Maafkan saya, Komandan. Harusnya saya tidak melumpuhkannya," ujar Genta.

"Tidak apa-apa. Kau berhasil melumpuhkannya, dan kau lulus ujian dariku," Adinata memang sengaja menyuruh Genta untuk melakukan semua ini agar yang lain tahu, kalau Genta salah satu anggota yang berpotensi.

"Kalau begitu, anda tidak lupa dengan janji anda?" Genta memiliki permintaan saat dia bisa menyelesaikan tugasnya. Dia ingin identitasnya menjadi seorang polisi di sembunyikan.

Genta harus menutupi pekerjaannya karena Gala, kakaknya tidak mengijinkannya menjadi seorang polisi. Gala menuntut Genta menjadi seorang dokter seperti keinginannya. Dan Genta tercatat sebagai salah satu mahasiswa di universitas negeri di kotanya.

"Baiklah, kau bisa bertugas menjadi mata-mata seperti keinginanmu. Dan aku harap kau bisa menjaga dirimu, tugasmu akan lebih berbahaya saat menjadi mata-mata. Tidak sedikit anggota kita gugur karena itu resiko yang mereka ambil," jelas Komandan Adinata. Dia satu-satunya orang yang sangat percaya kalau Genta itu memiliki kemampuan lebih dari ini. Selain tekun saat mendapatkan tugas ataupun tantangan, Genta juga cermat saat menyelesaikan tugasnya. Dia tenang saat mengambil keputusan, dia juga sniper termuda di anggotanya.

Pilihan yang Adinata berikan kepada Genta membuatnya memilih menjadi mata-mata, agar kakaknya tidak tahu kalau dia salah satu anggota polisi. Menjadi Genta yang bergelimang harta tidak membuatnya lantas memilih berfoya-foya, dia memanfaatkan waktu mudanya dengan hal yang sangat ingin dilakukan. Dan ini pilihan hidupnya. 

***

Genta mempercepat langkah kakinya agar dia bisa sampai apartemen lebih dulu sebelum Gala. Dia menggendong tas berisi senjata yang digunakan untuk menembak pelaku tadi, dia tidak ingin Gala mencurigainya.

Saat baru sampai apartemen Genta bergegas masuk ke kamarnya, tak lama terdengar pintu terbuka, sepertinya Gala sudah pulang. Genta segera berbaring dan menarik selimut, menutupi sebagian tubuhnya. Dia ingin Gala berpikir kalau dia sudah tidur sejak tadi. Padahal, Genta juga baru masuk.

"Genta, apa kamu tidur? Kakak membawakan makanan untuk-" Gala membuka pintu kamar Genta dan terlihat adiknya yang sedang tidur, membuatnya urung melangkah menghampiri sang adik.

Setelah dirasa Gala pergi, Genta bernafas lega. Dia hanya tidak ingin Gala mencurigainya. Biarkan ini menjadi rahasianya dan Kavin, sahabatnya. Dia yang tahu Genta mendaftarkan diri menjadi seorang polisi tanpa sepengetahuan sang kakak.

***

Melakukan 2 kegiatan membuat Genta harus mengatur waktu, dia juga sering izin dari kampus untuk bertugas menjadi polisi tanpa sepengetahuan Gala. Dan untungnya, Genta berhasil dengan tantangan yang Komandan Adinata perintahkan untuknya, dia bisa melakukan apa yang dia inginkan, walaupun dia juga masih harus menjalankan tugasnya yang lain.

Tugas Genta saat ini menjadi mata-mata pada kelompok gangster yang sangat polisi cari. Dia harus menjadi kelompok gangster untuk mendapatkan informasi dari mereka. Karena gangster tersebut menjadi kaki tangan mafia kelas kakap yang sangat dicari oleh pihak berwajib.

"Kau tidak kuliah hari ini?" tanya Gala saat melihat Genta yang baru bangun padahal jam sudah menunjukkan pukul 10.

"Tidak. Aku lapar," jawab Genta seraya mengambil segelas susu dan memakan roti yang sudah ada di meja makan.

"Wah! Kakak terluka lagi? Sebenarnya, apa yang kakak lakukan?" Genta terkejut saat melihat beberapa luka yang ada di wajah Gala.

Gala diam, dia tidak pernah mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Padahal, Genta sangat mengkhawatirkan dirinya.

"Aku berangkat," Gala beranjak dari tempat duduknya tanpa penjelasan.

"Apa untungnya aku bertanya, kakak tidak akan pernah menjawabnya," ujar Genta lesu. Dia merasa kakaknya selalu bersikap sama setiap kali dia menanyakan tentang lukanya.

"Bukankah kakak sudah katakan, cukup fokus dengan pendidikanmu. Tidak perlu banyak bertanya apa yang aku lakukan," Gala menjawab dengan tatapannya yang dingin. Dia terlihat marah saat Genta menyatakan hal itu.

"Selalu sama," Genta tersenyum sinis mendengar ucapan Gala yang selalu saja menutupi apa yang terjadi padanya.

"Bagaimanapun, aku tetap harus menurut dan menjadi boneka untuk kakak, benar begitu?" Genta menatap Gala yang tidak menjawab apa yang Genta katakan.

Gala selalu menutupi masalahnya, dia seperti menyuruh Genta untuk tidak ikut campur dengan urusannya. Cukup turuti dan lakukan apa yang dia katakan, itu sudah cukup baginya. 

Tetapi, akan sampai kapan? Genta juga memiliki pilihan hidupnya. Bagaimana kalau Gala tahu kalau Genta tidak menuruti apa yang menjadi kemauannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status