Home / Romansa / Kakak Ipar yang Meresahkan / Bab 3 ~ Pria yang Licik

Share

Bab 3 ~ Pria yang Licik

last update Huling Na-update: 2025-07-15 22:22:53

“Aurelyn?”

Aurelyn sangat terkejut saat dia membuka pintu kamarnya. Zephyr telah menipunya, ternyata yang ada di balik pintu adalah Aveiro.

“Ada apa?” tanya Aveiro di sana menyadarkan lamunan Aurelyn.

“Um… Bukan apa-apa,” jawab Aurelyn tersenyum manis di sana.

“Kapan kamu pulang? Kenapa tidak menghubungimu? Aku mencarimu sejak tadi,” ujar Aveiro menatap Aurelyn dengan intens.

Wanita itu berdehem kecil, jantungnya berdebar kencang karena gugup. Dia pikir, yang tadi datang adalah Zephyr. Dan, apa yang dia pikirkan, tidak mungkin Zephyr nekad datang ke rumahnya.

“Aurelyn?”panggil Aveiro kembali menyadarkan lamunan Aurelyn di sana. “Ada apa? Apa kamu sakit?”

Aurelyn menggeleng cepat, mencoba menguasai dirinya yang kalut. "Nggak, aku cuma... kurang tidur. Makanya agak linglung," kilahnya sambil menghindari tatapan Aveiro.

Namun, Aveiro tak langsung percaya. Ia melangkah masuk tanpa diundang, menutup pintu kamar Aurelyn dan berdiri tepat di hadapannya. Tatapannya tajam, seolah membaca isi hati wanita itu.

"Aurelyn, ada yang kamu sembunyikan dariku?" tanyanya pelan.

"Apa maksudmu?" Aurelyn mencoba tersenyum, tapi gugup jelas terbaca di wajahnya.

"Entahlah, kamu terlihat beda. Sejak kemarin. Dan sekarang tiba-tiba menghilang, tidak bisa dihubungi..."

Aurelyn mundur satu langkah. "Aku... Aku baik-baik saja, Vei. Aku hanya butuh istirahat. Sepertinya, aku kelelahan,”  jawab Aurelyn dengan tenang.

“ Kamu yakin?”  tanya Aveiro.

“ Ya, tentu saja. Aku sangat yakin,” jawab Aurelyn tersenyum simpul.

“ Lain kali, jangan menghilang tanpa kabar. Bagaimanapun, kamu tunangan ku dan tanggung jawabku pada orang tuamu kalau kamu kenapa-kenapa. Jadi, balas pesanku,” ucap Aveiro sedikit kesal.

“Ya, baiklah.”

“Kalau begitu istirahatlah. Aku akan kembali, sepertinya Zephyr akan tiba di rumah utama siang ini,” jawab Aveiro.

Mendengar nama Zephyr disebut, seluruh tubuh Aurelyn meremang dan jantungnya berdebar tidak karuan.

“Um… Baiklah, kamu pergilah. Aku hanya butuh istirahat,” jawab Aurelyn.

“Oke.” Aveiro hanya mengelus kepala Aurelyn dengan lembut dan berlalu pergi meninggalkan Aurelyn seorang diri.

Begitu pintu tertutup, Aurelyn langsung mengunci diri dan membalikkan badan, menyandarkan tubuhnya ke pintu sambil menghembuskan napas berat.

“Gawat... aku hampir ketahuan,” gumamnya, menutup wajah dengan kedua telapak tangan.

Bayangan wajah Zephyr kembali muncul di benaknya, lengkap dengan suara godaan terakhir pria itu di telepon.

"Pikirkan baik-baik, Aurelyn. Karena aku benar-benar akan menagihnya."

Aurelyn mengusap wajahnya kasar. “Pria itu benar-benar menakutkan. Dalam Sekejap sudah bisa mempengaruhiku,”gumamnya.

Ponselnya kembali bergetar.

Aurelyn menatap layar dengan napas tertahan. Sebuah pesan muncul dari nama yang sangat tidak ingin dia lihat:

Zephyr: “Apa kau terkejut? Tenang saja, aku bukan orang yang bertindak terburu-buru. Kita nikmati saja permainan ini, dan jangan harap aku akan membiarkanmu begitu saja, calon adik ipar tersayang.”

“Pria gila!” umpat Aurelyn menghembuskan napas kasar di sana saat membaca pesan dari Zephyr.

Aurelyn melempar ponselnya ke atas kasur, lalu memeluk dirinya sendiri sambil berjalan mondar-mandir di kamar. Jantungnya berdebar kencang, kepalanya penuh dengan kemungkinan buruk yang bisa terjadi kalau rahasia itu terbongkar.

"Tenang, Aurelyn. Dia cuma menggertak. Dia nggak mungkin seberani itu... kan?" katanya mencoba meyakinkan diri, tapi keraguan terpancar jelas di matanya.

Dia menoleh ke arah ponsel di kasur, yang kini kembali bergetar. Satu pesan baru masuk. Dari Zephyr lagi.

Zephyr: “Siapkan dirimu. Aku akan segera menemuimu. Kita perlu bicara... secara pribadi.”

Aurelyn membelalak. Segera? Kapan?

Dia buru-buru meraih ponsel, jari-jarinya gemetar saat hendak mengetik balasan.

“Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Hal yang terjadi kemarin, hanya kecelakaan karena aku mabuk. Tolong, lupakan saja!” itulah pesan yang ditulis Aurelyn.

Namun, sebelum ia sempat menekan tombol kirim, ponselnya kembali bergetar. Notifikasi baru muncul di layar—bukan pesan kali ini, tapi sebuah foto.

Dari Zephyr.

Dengan tangan gemetar, Aurelyn membuka foto itu.

Dan detik berikutnya, wajahnya seketika pucat pasi.

Itu… foto dirinya dan Zephyr. Di kamar hotel. Tertidur di ranjang yang sama. Kepalanya bersandar di dada telanjang pria itu, sementara Zephyr terlihat menatap kamera dengan tatapan tajam dan menyeringai penuh kemenangan.

Aurelyn menutup mulutnya, tubuhnya gemetar hebat.

“Tidak… tidak mungkin… dia—dia menyimpan bukti!?”

“Dasar pria licik!” umpatnya.

Notifikasi pesan masuk lagi.

Zephyr:

"Kalau kamu masih menganggap itu hanya kecelakaan, maka aku akan mengingatkanmu betapa indahnya kecelakaan itu, Aurelyn. Oh, bagaimana kalau foto itu sampai di tangan Aveiro. Apa yang akan terjadi pada adikku, ya? Kasihan sekali dia…”

Aurelyn terduduk di lantai, lemas. Matanya berkaca-kaca.

Ponselnya nyaris terlepas dari genggaman. Jemarinya gemetar, tubuhnya terasa dingin seperti es. Kata-kata Zephyr menusuk pikirannya—tajam dan penuh ancaman tersembunyi.

“Dia nggak main-main... Dia benar-benar gila!” bisik Aurelyn, suaranya nyaris tak terdengar.

Ketakutan menjalari tubuhnya perlahan. Ini bukan lagi sekadar kesalahan satu malam. Ini sudah menjadi permainan berbahaya yang melibatkan harga diri, keluarga, dan masa depan.

Tangannya menutupi wajah, air mata mulai mengalir tanpa bisa ditahan.

Namun, tiba-tiba ponselnya kembali bergetar.

Panggilan masuk: Zephyr

Aurelyn mematung. Layar itu berkedip-kedip seakan menantangnya untuk menjawab. Ia tak sanggup menekan tombol hijau, tapi juga tak bisa memalingkan pandangannya.

“Apa maumu?” tanya Aurelyn dengan nada suara tigggi penuh kekesalan. Yang terdengar hanya tawa renyah di seberang sana.

Tawa itu membuat bulu kuduk Aurelyn meremang. Suaranya tenang, namun mengandung nada manipulatif yang mengintimidasi.

"Aku hanya ingin bicara denganmu, sayang," jawab Zephyr akhirnya, suaranya berat dan santai. "Tapi kamu sepertinya terlalu tegang. Jangan khawatir, aku belum mengirimkan foto itu pada Aveiro… selama kamu tidak membuatku marah."

Aurelyn mengepalkan tangan, berusaha menahan gemetar yang merambat dari ujung jari hingga ke tulang punggungnya.

"Tuan Zephyr, aku benar-benar tidak ingin berurusan denganmu. Anggap saja malam itu tidak pernah terjadi!" bentaknya dengan suara bergetar.

"Lagi-lagi dengan alasan itu?" Zephyr terkekeh pelan. "Sayangnya, aku bukan tipe pria yang bisa melupakan hal menyenangkan semudah itu. Lagipula… kamu juga menikmatinya, bukan?"

"Berhenti bicara seperti itu!" teriak Aurelyn dengan amarah bercampur panik.

Namun Zephyr hanya tertawa lebih keras. "Oke, oke. Aku akan berhenti… kalau kamu bersedia menemuiku malam ini. Sendirian."

Aurelyn membeku. "Apa?! Kamu gila!"

"Aku tahu," jawab Zephyr dengan nada santai. "Dan aku juga tahu, kalau kamu menolakku, foto itu mungkin akan secara tak sengaja, terkirim ke Aveiro. Kamu tentu tidak ingin tunanganmu tau, kan?” tanya Zephyr benar-benar menjebak Aurelyn dalam kesulitan.

“Dasar pria licik!”  umpat Aurelyn.

“Ya, tidak hanya kamu yang memujiku seperti itu,” jawabnya dengan tenang membuat Aurelyn mendengus kesal sambil mematikan sambungan telepon.

Tidak ada pilihan lain, haruskah Aurelyn menemui Zephyr nanti malam?

Aurelyn terdiam, tatapannya kosong menembus layar ponsel yang kini telah kembali hening. Nafasnya memburu, otaknya sibuk menimbang berbagai kemungkinan buruk yang bisa terjadi.

Kalau dia menolak, Zephyr bisa saja benar-benar mengirimkan foto itu ke Aveiro, dan semua akan hancur. Tunangannya, keluarganya, masa depannya. Tapi kalau dia menurut... apa yang akan dilakukan pria licik itu padanya?

“Tidak… ini gila. Aku harus cari jalan keluar. Aku nggak bisa terus dikendalikan olehnya,” gumam Aurelyn sambil memijat pelipis.

Tapi, sebelum sempat berpikir lebih jauh, satu pesan baru kembali masuk.

Zephyr:

"Pukul delapan. Di tempat biasa. Datang sendiri... atau bersiap kehilangan segalanya."

Aurelyn menatap layar dengan mata membelalak. “Tempat biasa?” gumamnya pelan. Ya Tuhan, tempat itu, tempat semuanya berawal.

Dia menelan ludah.

“Kalau memang aku harus menghadapi iblis itu... aku akan pastikan, aku tidak lagi jadi mangsa,” ucapnya lirih.

Tring…

Zephyr : “Jangan sampai terlambat, Sayang. Aku akan menunggumu.”

Degh!

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 6 ~ Penguntit

    Udara pagi membawa aroma kopi yang menggoda dan suara lonceng kecil berdenting saat pintu kaca dibuka.Aurelyn melangkah masuk ke dalam La Vie Sucrée, café kopi dan dessert yang ia bangun dari nol, dan yang kini menjadi kebanggaannya. Interior bergaya vintage-modern itu langsung memberi kesan hangat. Meja-meja kayu natural, lampu gantung temaram, serta aroma manis dari oven yang baru saja mematangkan cinnamon roll menjadi sambutan yang tak tergantikan setiap pagi.“Hai, Kak Lyn!” sapa Livia, salah satu barista muda dengan senyum semangat.“Pagi, Kak!” ujar Nico, pegawai kasir yang sedang sibuk menyusun struk pesanan.“Pagi, kalian berdua. Udah siap tempur, belum?” Aurelyn tersenyum, meletakkan tas tangannya di balik meja kasir.“Selalu siap kalau bosnya rajin bantuin kayak gini,” goda Livia sambil mengedipkan mata.Aurelyn terkekeh. Walau dirinya pemilik café, ia tak pernah segan membantu. Baginya, menyapa pelanggan, meracik kopi, atau sekadar menerima pesanan di kasir, adalah bagian

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 5 ~ Makan Malam Bersama

    “Aku bisa gila karena memikirkan pria itu!” keluh Aurelyn berguling di atas ranjang dengan perasaan kacau.Seharian ini, dia tidak keluar dari kamar karena memikirkan perkataan Zephyr kemarin. Bisa-bisanya pria itu ingin jadi selingkuhan dari tunangan adiknya sendiri.Aurelyn menatap langit-langit kamar yang kosong, lalu mengubur wajahnya ke bantal dengan frustrasi. "Kenapa hidupku jadi serumit ini?" gumamnya.Ponsel di atas nakas terus-menerus bergetar. Sudah puluhan pesan masuk dari Aveiro, bahkan dari sahabatnya yang penasaran ke mana Aurelyn menghilang. Tapi semuanya diabaikan.Yang terngiang justru suara Zephyr."Asalkan hanya aku yang boleh mencium dan tidur denganmu.""Aku tidak keberatan jadi yang kedua.""Kamu milikku, Aurelyn.""Aaaargh!!" Aurelyn berguling sekali lagi dan duduk di pinggir ranjang. Rambutnya berantakan, matanya sembab karena kurang tidur, dan pikirannya tak kunjung tenang.“Aku harus keluar dari kekacauan ini. Harus!” tekadnya mulai muncul. Ia bangkit dan be

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 4 ~ Terobsesi

    Aurelyn kini sudah sampai di depan hotel mewah tempat Zephyr menginap. Langkahnya terasa berat, seolah setiap tapak menuju lobi itu membawanya lebih dekat pada kehancuran. Pukul delapan lewat dua puluh menit. Dia tahu, Zephyr pasti sudah menunggunya.Awalnya, dia benar-benar tak ingin datang. Rasa takut, malu, dan marah bercampur jadi satu membuatnya hampir membatalkan niat berkali-kali. Tapi bayang-bayang pesan terakhir dari Zephyr membuat hatinya ciut. Ancaman itu terlalu nyata untuk diabaikan.Aurelyn tak bisa membayangkan jika foto itu sampai tersebar. Bukan hanya dia yang akan hancur, tapi juga keluarganya. Walau, Aveiro sendiri berselingkuh darinya, tapi tidak ada bukti fisik. Berbeda dengannya, Skandal yang menyebut dirinya pernah tidur dengan kakak iparnya? Itu akan jadi bencana yang tak bisa ditebus.Dengan napas bergetar, dia memasuki lift menuju lantai paling atas.“Tenang, Jesse. Kamu harus bisa hadapi ini dan selesaikan dengan cepat,” gumamnya menarik napas dalam-dalam da

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 3 ~ Pria yang Licik

    “Aurelyn?”Aurelyn sangat terkejut saat dia membuka pintu kamarnya. Zephyr telah menipunya, ternyata yang ada di balik pintu adalah Aveiro.“Ada apa?” tanya Aveiro di sana menyadarkan lamunan Aurelyn.“Um… Bukan apa-apa,” jawab Aurelyn tersenyum manis di sana.“Kapan kamu pulang? Kenapa tidak menghubungimu? Aku mencarimu sejak tadi,” ujar Aveiro menatap Aurelyn dengan intens.Wanita itu berdehem kecil, jantungnya berdebar kencang karena gugup. Dia pikir, yang tadi datang adalah Zephyr. Dan, apa yang dia pikirkan, tidak mungkin Zephyr nekad datang ke rumahnya.“Aurelyn?”panggil Aveiro kembali menyadarkan lamunan Aurelyn di sana. “Ada apa? Apa kamu sakit?”Aurelyn menggeleng cepat, mencoba menguasai dirinya yang kalut. "Nggak, aku cuma... kurang tidur. Makanya agak linglung," kilahnya sambil menghindari tatapan Aveiro.Namun, Aveiro tak langsung percaya. Ia melangkah masuk tanpa diundang, menutup pintu kamar Aurelyn dan berdiri tepat di hadapannya. Tatapannya tajam, seolah membaca isi h

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 2 ~ Masalah Besar

    “Ya Tuhan, aku pasti sudah gila!” Aurelyn yang sudah masuk ke kamar hotelnya menjambak rambutnya sendiri dengan perasaan frustasi. “Ini semua karena ulah Aveiro!”Dia mendaratkan bolongnya di atas ranjang dengan perasaan kacau. Bisa-bisanya dia tidur bersama calon Kakak iparnya yang baru saja kembali dari luar negeri. Pria asing, yang baru dia temui tadi malam.“Gila, Aurelyn! Aku harus bagaimana sekarang? Kalau misalkan dia ingat kejadian semalam. Aku gimana?” Aurelyn benar-benar frustasi dan tidak bisa berpikir jernih.“Bodoh! Kenapa aku harus mabuk dan masuk ke kamarnya. Kenapa aku malah mengira dia Aveiro?”Aurelyn menggigit bibirnya, matanya memandang langit-langit kamar hotel dengan nanar. Detak jantungnya masih belum stabil sejak dia terbangun dan menyadari kesalahannya. Pria itu, calon kakak iparnya bisa saja mengingat semuanya. Lalu bagaimana jika dia menceritakan ini pada Aveiro? Atau lebih buruk lagi, bagaimana jika pria itu justru menuntut tanggung jawab darinya?"Aku haru

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 1 ~ Malam Panas

    “Ugh, sialan! Kenapa kepalaku pusing sekali!” Setelah melangkah dengan sempoyongan melewati koridor kamar hotel akibat pengaruh alkohol, wanita itu berdecak kala menemukan pintu kamarnya terkunci. Kepalanya masih berdenyut hebat dan pandangannya mulai kabur. Sampai sesaat ia tidak bisa melihat jelas nomor kamar di hadapannya. Wanita itu hanya bisa menekan bel pintu kamar beberapa kali. Berharap ada yang membuka pintu. “Ck, dasar Aurelyn bodoh. Sudah jelas tidak akan ada yang membuka pintu, di kamar ini hanya aku sendiri yang menempatinya,” gerutunya sambil merogoh tas tangannya mencari kunci di sana, sambil menyandarkan tubuhnya ke pintu agar tidak jatuh. Sebelum tiba-tiba pintunya terbuka dan tubuh Aurelyn yang tidak siap pun terhuyung masuk ke dalam. “Akh!” pekik Aurelyn saat dia terjatuh ke dalam pelukan kokoh seseorang. Sungguh, Aurelyn tidak bisa melihat apa pun. pandangannya sudah kabur, seperti layar yang penuh dengan kabut. Dia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status