“Um ….” Aurelyn membuka matanya perlahan dan dia cukup terkejut saat melihat dada bidang telanjang di hadapan wajahnya. Selain itu, sebuah tangan kekar melingkar di pinggangnya dengan posesif. Dia menekan pelipisnya yang terasa berputar dan nyeri. “Semalam aku mabuk lagi,” batinnya bergerak perlahan. Dia memindahkan tangan kekar Zephyr ke samping badannya dan beranjak bangun. Dia duduk di sisi ranjang dengan helaan napas, sampai dia merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya. “Mau kabur ke mana, hm?” bisik Zephyr mengecup pundak polos Aurelyn dengan lembut. “Aku tidak kabur. Aku hanya ingin pergi ke kamar mandi,” jawab Aurelyn. “Bohong, aku mendengar helaan napasmu yang berat. Ada apa?” bisiknya. “Hm … entahlah. Aku merasa hubunganku semakin tidak jelas. Bertunangan dengan Jefan, tetapi menghabiskan waktu denganmu dan Jefan juga sudah memiliki wanita lain. Menurutmu, apa yang harus aku lakukan?” tanya Aurelyn.Zephyr
“Jadi, sekarang kamu sedang patah hati?” tanya Zephyr mengambil duduk di kursi yang ada di samping Aurelyn. Wanita itu melihat ke arah Zephyr dan mendengus kecil sambil meneguk minumannya. “Kamu selalu tau aku di mana. Aku curiga, kamu memasang GPS di tubuhku,” ujar Aurelyn yang saat ini sedang duduk di meja bartender sebuah club malam. Zephyr memesan satu minuman pada bartender sebelum menjawab pertanyaan Aurelyn. Zephyr menerima gelas minumannya dari bartender, lalu mengangkatnya sedikit ke arah Aurelyn, seolah sedang bersulang. Senyumnya tipis nyaris seperti sindiran.“Aku tak perlu memasang GPS. Kamu tidak pandai menyembunyikan jejak,” jawab Zephyr. Aurelyn mendengus pelan, menyender ke kursinya. Rambutnya tergerai sedikit berantakan, pipinya tampak kemerahan entah karena minuman atau lelah.“Kenapa kamu ke sini?” tanyanya, suaranya mulai berat. “Kamu seharusnya ada rapat dengan dewan direksi malam ini, kan?”Zephyr menatapnya sejenak, lalu menyesap minumannya perlahan. “Rapa
Zephyr melangkah masuk dengan tenang, seolah waktunya tak pernah terputus. Ia kembali ke tempat duduknya dan meletakkan ponsel di atas meja, tanpa berkata sepatah pun. Tapi tatapannya langsung tertuju pada Aurelyn, menusuk dalam diam.Aurelyn bisa merasakan hawa di ruangan berubah, seakan suhu turun beberapa derajat. Ia tetap menjaga ekspresi datar, meski jantungnya kembali tak karuan. Bukan karena rasa bersalah karena tak ada yang perlu disalahkan, tapi karena Zephyr selalu tahu cara membuatnya merasa terjebak, bahkan tanpa menyentuhnya.“Welcome back, Mr. Zephyr. Aurelyn and I just wrapped up the last few details. Very helpful.” Willie berbicara dengan tenang, namun sesaat ia melirik Aurelyn, gerakan kecil yang tidak luput dari pandangan Zephyr.Zephyr hanya mengangguk singkat. Tatapannya tak beranjak dari Aurelyn, bahkan ketika ia berkata,“Good. Aurelyn is always through,” puji Zephyr, nada suaranya terdengar biasa. Tapi Aurelyn tahu betul, itu bukan sekadar pujian. Itu peringatan
Slide berikutnya mulai menampilkan proyeksi keuntungan dan rencana ekspansi internasional, menandai bagian selanjutnya dari presentasi.Aurelyn mendengarkan dengan saksama, mencatat beberapa hal penting, meski sebagian pikirannya masih bergulat dengan kenyataan, Zephyr duduk tidak jauh dari sana. Pria yang mungkin saja terlibat dalam kematian Victor. Pria yang, pagi tadi, membuatnya terpojok dalam ruang sempit dan memaksanya menghadapi perasaan yang selama ini ia tolak.Edric kembali melanjutkan pemaparan dengan tenang. “As we move forward, here are our profit projections for the next two quarters, including our plan for international expansion.”Slide menampilkan grafik batang dan peta dunia yang menyorot beberapa negara target. “Our projected growth is expected to rise by 35% by the end of Q4, with the strongest potential in Southeast Asia and the Middle East. We’ve already initiated early-stage partnerships with local distributors in those areas.”Willie, klien luar negeri itu, men
Ting!Satu per satu orang di dalam lift keluar dengan tenang di lantai yang mereka tuju. Sampai kini, kembali hanya tersisa Zephyr dan Aurelyn berdua.“Aku akan turun sebentar lagi, tolong permisi,” ujar Aurelyn, tapi Zephyr tidak bergeming.“Apa maumu sebenar nya?” tanya Aurelyn yang masih berada di dalam kungkungan tubuh besar pria itu.“Aku hanya penasaran, kenapa kamu selalu berubah sikap padaku. Apa aku melakukan kesalahan?” tanya pria itu.“Um… tidak.”“Lalu apa? Apa bagimu aku tidak spesial?” tanya Zephyr semakin menekan tubuh Aurelyn.“Zephyr, di sini ada cctv, jangan macam-macam,” peringatan Aurelyn.“Aku tidak peduli,” ucapnya semakin mendekatkan wajahnya pada Aurelyn.Dan di saat bersamaan pintu lift terbuka, ada dua orang karyawan di depan lift yang terkejut melihat mereka berdua.“Maafkan kami!” mereka langsung memalingkan wajah mereka dan pintu lift kembali tertutup.Dengan sekuat tenaga, Aurelyn mendorong tubuh Zephyr menjauh darinya.“Jangan seperti ini! Semua orang ta
“Hey… Ada apa denganmu, Lyn?” tanya Kiara melihat wajah Aurelyn yang pucat dan sorot mata yang terus tertuju ke layar televisi dengan penuh rasa takut dan gelisah.“Lyn… Apa kamu sakit? Jangan menakut-nakuti ku!” Kiara mengguncang pelan lengan Aurelyn hingga dia tersadar dari keterpakuannya. “Ada apa denganmu? Kamu kenal dengan orang yang di televisi itu?” tanya Kiara karena melihat wajah pucat Aurelyn.“Apa yang sebenarnya sudah dia lakukan?” gumamnya.Kiara mengerutkan kening. “Lyn… siapa dia yang kamu maksud?”Aurelyn perlahan mengalihkan pandangan dari televisi, menatap Kiara dengan mata yang mulai memerah. Suaranya rendah, nyaris berbisik.“Ada apa? Kamu kenal Pria itu?” tanya Kiara.“Tidak, bukan apa-apa. Mungkin aku salah mengenalinya,” batin Aurelyn.“Tapi ekspresi wajahmu seperti baru saja melihat hantu, Lyn,” sindir Kiara.Aurelyn terdiam beberapa saat, menarik napas panjang untuk meredam kegelisahan yang membuncah di dadanya. “Maaf. Aku cuma… kaget.”Kiara menatapnya penu