Shayla terus memikirkan ucapan Ryuga di kantin tempo hari.
Dia tidak akan bisa mengubah keputusan mommy, beliau sedang jatuh cinta, mommy akan menutup mata. Jadi Shayla mengunci mulutnya rapat-rapat dan menghindari percakapan panjang dengan mommy agar tidak keceplosan. Selain itu, dia tidak ingin menghancurkan kebahagiaan mommy. Benar kata hatinya, setidaknya om Abraham memutuskan hubungan dengan Dewi. “Sayang … nanti malam kamu dijemput Ryuga ya.” Mommy mengatakannya sembari membaca sesuatu di iPad. Pagi ini mereka berkesempatan sarapan pagi bersama meski mommy fokus pada iPad. Setidaknya sosok mommy ada di depannya. “Memangnya mau ke mana, Mom?” “Kakak kembarnya om Abraham mau menikah … acaranya kecil-kecilan kok hanya makan malam aja … nanti pak Amun kirim gaun yang harus kamu pakai, hari ini kamu pulang masih siang ‘kan?” Pak Amun adalah driver mommy yang terkadang mengantar jemput Shayla ke kampus. “Iya, Mom.” Shayla menjawab cepat seraya bangkit dari kursi. Dia memutari setengah bagian meja makan untuk tiba di sisi mommy lantas memberikan kecupan di pelipis. “Shayla pergi ya Mom.” “Hati-hati, sayang.” Mata mommy masih pada iPad. Dan sesuai dengan apa yang diinstruksikan mommy, sore harinya Shayla sudah siap dengan gaun yang dibawakan pak Amun tadi siang. Dia duduk di ruang tamu menunggu Ryuga yang memberi tahu melalui pesan singkat kalau dia baru saja memasuki komplek perumahan. Ryuga tidak bohong karena tidak lama kemudian mobilnya masuk ke halaman. Jantung Shayla tiba-tiba saja menaikkan tempo debaran, dia menyempatkan mengecek penampilan di cermin hias berbentuk persegi panjang yang berada di ruang tamu. Penampilannya sempurna seperti terakhir kali dia lihat di cermin kamar. Tapi kenapa tiba-tiba Shayla harus berpenampilan sempurna? Dia hanya akan menghadiri pesta pernikahan kakak kembarnya om Abraham. Bergegas Shayla membuka pintu sebelum Ryuga turun dari mobil. Shayla menarik handle pintu kemudian masuk dan duduk di samping Ryuga. Dia menoleh setelah memakai seatbelt karena Ryuga tidak kunjung menyalakan mesin mobil. “Kak …,” panggil Shayla. “Ya?” Ryuga mengerjap kemudian mengalihkan tatap ke depan dan mulai menekan tombol engine. Dunia Ryuga sempat teralihkan karena terpesona oleh kecantikan Shayla. Selama satu jam tiga puluh menit perjalanan hingga tiba di depan sebuah restoran tempat acara berlangsung, tidak ada satu pun yang bicara. Ryuga jadi merasa canggung dan bingung padahal biasanya dia tidak kehabisan ide untuk menggoda Shayla. Sedangkan Shayla memang bukan tipe gadis cerewet yang banyak bicara apalagi senang mengobrol. Dia lebih menyukai keheningan dan untuk membunuh kebosanan dia membaca novel dari aplikasi di ponselnya. Sesekali Ryuga melirik Shayla yang mematuti layar ponsel, dia sampai heran apakah Shayla tidak pusing menatap ponselnya lama-lama. Ryuga menghentikan laju kendaraannya di depan pintu restoran. Ada petugas valet yang sudah menanti mereka. Shayla dan Ryuga turun, cowok itu lantas menyikukan lengan meminta Shayla mengaitkan tangan di sana. Dia langsung mengaitkan tangannya di lengan Ryuga karena tiba-tiba saja Ryuga menoleh sembari menatapnya tajam. Shayla ‘kan jadi kaget. Mereka berjalan beriringan melintasi restoran mewah yang nyaris penuh pengunjung sampai akhirnya tiba di sebuah pintu ganda. Ada dua orang yang menjaga di depannya dan membukakan pintu untuk mereka. Suasana di dalam cukup ramai, banyak meja bundar di sisi kanan ruangan dan di sisi kirinya hanya meja panjang yang diduduki oleh kedua mempelai pengantin dan orang tua. Tapi tunggu. Kenapa om Abraham ada di sana duduk di samping wanita bergaun pengantin berwarna putih? Om Abraham juga memakai tuksedo. Shayla baru ingat kalau yang menikah adalah kakak kembarnya om Abraham. “Kak Ryu,” panggil Shayla menghentikan langkah Ryuga yang hendak menghampiri kedua orang tua mereka di sebuah meja. “Apa?” Ryuga membalikan badannya. “Itu yang nikah kakak kembarnya om Abraham?” “Iya.” Pria itu menjawab singkat. “Siapa namanya?” Ryuga menatap Shayla lekat, butuh waktu tiga detik sampai Ryuga menjawab pertanyaan Shayla. “Om Aby … Abizar.” Seketika wajah Shayla yang tegang tampak lega, dia mengembuskan napas panjang disertai kekehan pelan menghasilkan kerutan di kening Ryuga. “Apa om Aby punya anak cowok juga?” Tangan Ryuga terulur menunjuk seorang cowok yang usianya tidak jauh lebih tua dari Ryuga dan cowok itu juga setampan Ryuga. “Namanya Vikram, mau gue kenalin?” tanya Ryuga sinis. Sorot mata Ryuga begitu tajam tidak bersahabat, Shayla juga tidak tahu kenapa ekspresi Ryuga jadi berubah tidak bersahabat seperti itu tapi Shayla tidak peduli. Dia lega sekarang karena omnya Dewi bukanlah calon ayah tirinya. Demi Tuhan, rasanya Shayla ingin menjerit karena begitu bahagia. Ryuga dan Shayla melanjutkan langkahnya. Sekarang bibir Shayla sering tersenyum membuat om Abraham senang. Shayla diperkenalkan kepada seluruh keluarga om Abraham. “Mom, nilai om Abraham delapan.” Shayla berbisik di telinga mommy.Ryuga begitu cemas, duduknya di ruang tunggu terlihat gundah lantaran di dalam ruang operasi sana sang istri sedang bertaruh nyawa melahirkan putri mereka ke dunia.Shayla dan Ryuga telah mengetahui jenis kelamin si janin semenjak usia kandungan Shayla telah menginjak enam belas minggu.Mereka bahagia menyambut kelahiran sang putri tersebut tapi karena riwayat kuret yang pernah dilakukan Shayla juga satu dan lain hal sehingga dokter menyarankan agar Shayla melakukan persalinan secara caesar untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.Tapi jadinya Ryuga tidak bisa mengetahui bagaimana keadaan Shayla, ingin sekali Ryuga menerobos pintu besi di depannya untuk bisa segera mengetahui bagaimana kondisi Shayla saat ini.Andaikan Ryuga bisa tukar tempat dengan Shayla pasti sudah Ryuga lakukan.Kehamilan Shayla memang tidak ada kendala dan terbilang cukup sehat dan kuat karena Shayla masih bekerja hingga kandungannya berusia delapan bulan.Tadinya Shayla akan mengambil cuti setelah dia me
“Shayla!” Ryuga berteriak di dalam ruangan IGD mencari istrinya yang katanya dilarikan ke rumah sakit karena pingsan.Dia seperti kesetanan sewaktu mengemudikan kendaraannya menuju rumah sakit setelah mendapat kabar buruk tersebut dari teman sekantor Shayla.“Mas Ryu ….” Suara seorang perempuan membuat Ryuga menoleh.“Suaminya Shayla, kan?” Perempuan itu bertanya memastikan.Sementara itu sekuriti tengah berjalan mendekat dengan ekspresi garang sama garangnya dengan tatapan para petugas medis yang merasa terganggu. Dan Ryuga sama sekali tidak peduli.“Iya … Shayla mana?” Dia berlari menghampiri perempuan itu.“Shayla lagi USG … saya Nita, yang tadi telepon Mas Ryu.” Nita mengulurkan tangannya.“Shayla sakit apa?” Alih-alih menjabat tangan Nita, Ryuga malah bertanya panik.“Menurut tes darah tadi, Shayla hamil … terus Shayla minta USG.” Nita memberitahu.Ryuga terpekur, jantungnya berdetak kencang dan tubuhnya tiba-tiba bergetar.Dia masih ingat bagaimana kalutnya saat beberapa tahun
Saat sesi foto bersama, MC harus memanggil empat pasang orang tua Shayla dan Ryuga.Ini momen yang paling ditakutkan oleh anak-anak broken home.Dan sesi foto tersebut harus dilakukan enam kali.Yang pertama adalah Shayla dan Ryuga bersama Papa Abraham dan mama Diah, selanjutnya bersama Mommy dan daddy lalu setelahnya berfoto bersama Mommy dan Papa, kemudian berfoto bersama mama Diah dan suami brondongnya lantas yang terakhir adalah bersama keluar baru daddy.Namun nyatanya setelah sekarang memiliki keluarga sendiri, Shayla sudah tidak emosional lagi menghadapi perpisahan kedua orang tuanya.Dia berusaha menerima dengan lapang dada dan bersedia dekat dengan keluarga dari daddy begitu juga Ryuga yang mencoba membuka hati untuk suaminya mama yang ternyata sampai detik ini masih setia bersama mama Diah.Acara tersebut dilanjutkan dengan acara resepsi, ada pidato wejangan-wejangan dari para orang tua yang kemudian diteruskan dengan acara makan malam.Resort di mana berlangsungnya acara pe
“Kenapa sih ditelepon enggak diangkat, di chat enggak dibalas? Sebenarnya Kak Ryu itu mau nikah enggak sih sama aku!” Shayla berseru geram.Matanya menatap nyalang Ryuga dengan kedua tangan dia lipat di pinggang.Ryuga malah melongo bingung karena Shayla tiba-tiba datang ke kantor dan berdiri di tengah-tengah ruang kerjanya.“Ah si sayang mah, suka sompral ngomongnya kalau lagi marah ….” Ryuga mengesah, melempar pena ke atas meja lantas melipat kedua tangan di dada dengan alis menukik, dia kesal karena Shayla berkata kalau dia tidak berniat menikahinya.“Terus kenapa masih di sini? Kita harus fitting, Kak … kitu tuh nikah minggu depan … aku bela-belain cuti setengah hari demi bisa fitting tapi Kak Ryu malah duduk di sini mandangin komputer.” Suara Shayla masih tinggi.“Ya ampun sayang, aku lupa ….” Ryuga bangkit dari kursi memburu Shayla.Saat Shayla berada dalam jangkauan tangannya, dia merengkuh pinggang Shayla dan dengan satu kali gerakan mudah, dia membawa Shayla duduk di atas pan
Shayla berdiri di depan cermin, kebaya berwarna emerald membalut tubuhnya begitu sempurna.Makeup hasil tangan dingin MUA kenamaan melengkapi kecantikan Shayla.Ketukan di pintu membuat Shayla berhenti menganggumi dirinya di cermin.Dia menarik handle untuk membuka benda dari bahan kayu tersebut kemudian menemukan wajah pujaan hatinya yang tidak pernah berhenti terlihat tampan.Ryuga terpaku menatap Shayla selama beberapa detik dan ditatap demikian menghasilkan semu di pipi Shayla.“Kak Ryuuuu,” panggil Shayla gemas.“Kamu … bidadari dari mana? Shayla mana?” kata Ryuga menggoda tunangannya.Shayla terkekeh, dia merangkul lengan Ryuga kemudian keluar dari kamar usai mengambil clutch yang berada di kursi meja rias.Dia sudah mengerti kalau kedatangan Ryuga ke kamar pasti untuk menjemputnya karena pasti semua orang sudah menunggu di lantai bawah.Dan benar saja, Papa dan Mommy yang berpakaian rapih telah siap untuk mengantar Shayla wisuda.Seperti biasa, Shayla tidak memaksa daddy mengha
“Nungguin siapa, Sel?” Suara berat dari belakang punggung Shayla bertanya membuatnya menoleh ke belakang.“Eh, Bapak … lagi nungguin pacar, Pak.” Shayla menyahut.Beliau adalah salah satu pejabat di Kemenlu yang sering sekali meminta Shayla melakukan ini dan itu tapi dari sana Shayla banyak belajar karena memang tujuan magang di Kemenlu ini adalah mempersiapkan dirinya terjun ke dunia kerja yang sesuai dengan jurusan yang dia ambil.“Oh … kirain belum punya pacar, tadinya mau saya jodohin sama anak saya.” Pria itu berkelakar.Shayla tersenyum lebar. “Terimakasih Pak, tapi Shayla cinta banget sama cowok yang ini.” Ucapan Shayla yang polos membuat pria itu tertawa renyah.“Ya sudah, saya duluan ya!” katanya saat sebuah mobil berwarna hitam mendekat.“Hati-hati, Pak … sampai ketemu besok.” Pria itu mengangguk sembari tersenyum dan mengangkat tangan sebelum masuk ke dalam mobil.Shayla melambaikan tangan mengiri kepergian mobil hitam tersebut.Dia lantas terkejut saat tiba-tiba sebuah m