“Kamu enggak bisa seenaknya mau ambil Shayla dari aku, alasan kamu enggak masuk akal, David!”
Suara mommy terdengar lantang saat menuruni anak tangga membuat Shayla lari dari ruang makan untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi. “Enggak! Kamu enggak boleh bawa Shayla … kamu memberikan hak asuh atas Shayla sama aku dan aku yang mengurus Shayla dari kecil jadi kamu enggak berhak ngambil Shayla dari aku!” Shayla tertegun menatap mommy yang ternyata tengah bicara dengan daddy dalam panggilan telepon. Raut wajah mommy yang biasanya cantik berubah menyeramkan, beliau sedang marah. “Mom ….” Shayla melirih usai mommy memutus sambungan telepon sepihak. “Shayla ….” Mommy mengesah, merentangkan kedua tangan, berjalan cepat memburu Shayla lantas memeluknya. Mommy tidak menangis, jarang sekali Shayla melihat mommy menangis tapi sekarang napasnya terdengar memburu akibat ledakan emosi. “Ada apa?” Shayla bertanya sembari mengurai pelukan. “Daddy kamu mengetahui rencana pernikahan Mommy denagn om Abraham … Daddy kamu enggak setuju ….” Kalimat mommy menggantung. Mommy merangkul Shayla dan mereka berjalan beriringan ke ruang makan. “Kenapa enggak setuju? Daddy juga ‘kan udah menikah.” Shayla bertanya polos. Mommy mengembuskan napas berat, beliau duduk di kursi meja makan di depan Shayla lantas mengangkat pandangan menatap Shayla lekat. “Daddy kamu khawatir kamu akan mendapat pelecehan seksual dari om Abraham ketika nanti kita tinggal bersama.” Shayla yang sedang meminum susu langsung tersedak mendengar penjelasan mommy. “Enggak mungkin lah.” Shayla langsung berujar demikian di antara batuknya. “Kalau om Aby-adiknya om Abraham sih mungkin.” Tentu saja Shayla mengatakannya di dalam hati. Mommy memberikan gelas berisi air mineral miliknya kepada Shayla yang langsung Shayla habiskan isinya setengah. Entah kenapa, semenjak malam pernikahan om Abizar dan Shayla telah meyakini kalau om Abraham bukanlah sugardaddy-nya Dewi—Shayla jadi menyukai om Abraham. “Mommy juga udah bilang gitu sama daddy kamu tapi daddy kamu enggak percaya sama Mommy… daddy kamu tetap mau bawa kamu, menurut Mommy… itu hanya alasan aja karena dia memang ingin bawa kamu ….” Mommy menjeda, beliau menyesap kopi yang baru saja disajikan bi Ani. “Daddy kamu sedang sibuk kasak-kusuk mencari pendukung dalam Politik, dia butuh kamu untuk dinikahkan dengan anak dari koalisinya.” Mommy berpendapat. Shayla belum mengetahui kebenaran dari ucapan mommy jadi tidak begitu percaya ucapan mommy yang menyudutkan daddy. “Mom ….” Shayla mengusap punggung tangan Mommy. “Iya?” Mata mommy fokus pada Shayla menunggu sang putri mengutarakan isi kepalanya. “Makasih ya udah pertahanin Shayla.” Tatapan mommy kian dalam, beliau menggenggam satu tangan Shayla menggunakan dua tangannya. “Mommy udah bilang, kalau Mommy cuma punya kamu ….” Kalimat mommy menggantung. “Tapi sekarang ada om Abraham.” Shayla menambahkan. “Betul … tapi kamu tetap bestie Mommy, kamu yang paling Mommy sayang di dunia ini.” Shayla tersenyum menatap mata mommy yang menyorot penuh keyakinan. Sesungguhnya mommy tidak perlu mengatakannya pun Shayla sudah tahu kalau mommy menyayanginya terbukti dari mommy mempertahankan Shayla saat daddy mengeluarkan ribuan alasan untuk merebutnya. Kalau menurut Shayla, antara daddy memang khawatir dirinya disakiti sang ayah tiri nanti, atau daddy memang cemburu saja sama mommy yang akan menikah lagi jadi mencari-cari alasan dengan mengancam akan mengambil hak asuh atas dirinya. Apapun itu Shayla berharap mommy dan daddy rukun seperti dulu. Setelah sarapan pagi mommy menyempatkan mengantar Shayla ke kampus. “Om Abraham bilang, Ryuga sering anter kamu pulang, betul?” Mommy bertanya dengan nada yang tidak bisa Shayla artikan. Sesaat Shayla dan mommy saling menatap. “Iya … gara-gara Mommy bilang kalau kak Ryu bisa jagain Shayla, dia jadi overprotective sama Shayla … masa dia bela-belain dateng ke area gedung S1 cuma ingin liat Shayla lagi apa? Kan malu-maluin Shayla, Mom … Shayla jadi susah punya pacar kalau dikintilin kakak tiri gitu.” Shayla playing victim, nada suaranya terdengar mengeluh saat mengadu. Padahal dia senang-senang saja sebenarnya. Mommy tergelak, tangannya terulur mengusap kepala Shayla. Dalam hati merasa senang karena ternyata Ryuga mengikuti ucapannya yang sebenarnya hanya harapan beliau belaka. “Ryu akan menjadi kakak kamu, kamu harus nurut … lagian bagus ‘kan kalau Ryu overprotective jadi hanya laki-laki serius yang berani deketin kamu karena harus menghadapi kakak laki-laki kamu dulu.” Pikiran mommy positif sekali sampai percaya dengan ucapan Shayla yang seolah-olah sedang mengadukan kelakuan sang kakak. “Nanti setelah kita tinggal serumah, kalian bisa pulang pergi bareng tanpa perlu Ryu anter kamu jauh ke rumah kita.” Shayla tersenyum kecut menanggapi ucapan mommy. “Kalian yang akur ya ….” Shayla hanya memberikan anggukan kepala. “Kamu seneng enggak punya kakak laki-laki?” “Seneng …,” jawab Shayla dengan senyum tidak ikhlas. Bukan Shayla tidak menginginkan kakak laki-laki tapi bisa tidak kakak laki-lakinya jangan Ryuga? Karena karakter Ryuga itu percis seperti karakter cowok seleranya dalam novel yang dia baca. Kan sayang kalau cowok seperti itu hanya menjadi kakaknya saja. Shayla langsung menggelengkan kepalanya samar. “Apaan sih Shaylaaaaa ….” Dia mengerang dalam hati mencoba menyadarkan sisi binal dalam dirinya. Sesaat kemudian pak Amun menghentikan laju kendaraannya di depan pintu gedung fakultas Shayla. “Shayla kuliah ya, Mom.” Shayla mengecup punggung tangan mommy. “Hati-hati sayang … nanti sore kita ketemu di butik ya!” “Oke,” sahut Shayla sembari turun dari mobil. Tadi malam mommy memberitahu Shayla kalau sore ini mommy akan fitting gaun pengantin begitu juga dengan om Abraham yang harus fitting tuksedo sedangkan Shayla fitting gaun untuk bridesmaid dan Ryuga fitting jas groomsmen. Dan meski mood mommy di depan Shayla tampak sudah kembali baik, nyatanya tidak begitu. Seharian ini mommy uring-uringan di kantor, asistennya yang bernama Dian menjadi sasaran kekesalannya. Beruntungnya Dian memiliki mental baja yang tahan banting menghadapi sifat Marie.Ryuga begitu cemas, duduknya di ruang tunggu terlihat gundah lantaran di dalam ruang operasi sana sang istri sedang bertaruh nyawa melahirkan putri mereka ke dunia.Shayla dan Ryuga telah mengetahui jenis kelamin si janin semenjak usia kandungan Shayla telah menginjak enam belas minggu.Mereka bahagia menyambut kelahiran sang putri tersebut tapi karena riwayat kuret yang pernah dilakukan Shayla juga satu dan lain hal sehingga dokter menyarankan agar Shayla melakukan persalinan secara caesar untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.Tapi jadinya Ryuga tidak bisa mengetahui bagaimana keadaan Shayla, ingin sekali Ryuga menerobos pintu besi di depannya untuk bisa segera mengetahui bagaimana kondisi Shayla saat ini.Andaikan Ryuga bisa tukar tempat dengan Shayla pasti sudah Ryuga lakukan.Kehamilan Shayla memang tidak ada kendala dan terbilang cukup sehat dan kuat karena Shayla masih bekerja hingga kandungannya berusia delapan bulan.Tadinya Shayla akan mengambil cuti setelah dia me
“Shayla!” Ryuga berteriak di dalam ruangan IGD mencari istrinya yang katanya dilarikan ke rumah sakit karena pingsan.Dia seperti kesetanan sewaktu mengemudikan kendaraannya menuju rumah sakit setelah mendapat kabar buruk tersebut dari teman sekantor Shayla.“Mas Ryu ….” Suara seorang perempuan membuat Ryuga menoleh.“Suaminya Shayla, kan?” Perempuan itu bertanya memastikan.Sementara itu sekuriti tengah berjalan mendekat dengan ekspresi garang sama garangnya dengan tatapan para petugas medis yang merasa terganggu. Dan Ryuga sama sekali tidak peduli.“Iya … Shayla mana?” Dia berlari menghampiri perempuan itu.“Shayla lagi USG … saya Nita, yang tadi telepon Mas Ryu.” Nita mengulurkan tangannya.“Shayla sakit apa?” Alih-alih menjabat tangan Nita, Ryuga malah bertanya panik.“Menurut tes darah tadi, Shayla hamil … terus Shayla minta USG.” Nita memberitahu.Ryuga terpekur, jantungnya berdetak kencang dan tubuhnya tiba-tiba bergetar.Dia masih ingat bagaimana kalutnya saat beberapa tahun
Saat sesi foto bersama, MC harus memanggil empat pasang orang tua Shayla dan Ryuga.Ini momen yang paling ditakutkan oleh anak-anak broken home.Dan sesi foto tersebut harus dilakukan enam kali.Yang pertama adalah Shayla dan Ryuga bersama Papa Abraham dan mama Diah, selanjutnya bersama Mommy dan daddy lalu setelahnya berfoto bersama Mommy dan Papa, kemudian berfoto bersama mama Diah dan suami brondongnya lantas yang terakhir adalah bersama keluar baru daddy.Namun nyatanya setelah sekarang memiliki keluarga sendiri, Shayla sudah tidak emosional lagi menghadapi perpisahan kedua orang tuanya.Dia berusaha menerima dengan lapang dada dan bersedia dekat dengan keluarga dari daddy begitu juga Ryuga yang mencoba membuka hati untuk suaminya mama yang ternyata sampai detik ini masih setia bersama mama Diah.Acara tersebut dilanjutkan dengan acara resepsi, ada pidato wejangan-wejangan dari para orang tua yang kemudian diteruskan dengan acara makan malam.Resort di mana berlangsungnya acara pe
“Kenapa sih ditelepon enggak diangkat, di chat enggak dibalas? Sebenarnya Kak Ryu itu mau nikah enggak sih sama aku!” Shayla berseru geram.Matanya menatap nyalang Ryuga dengan kedua tangan dia lipat di pinggang.Ryuga malah melongo bingung karena Shayla tiba-tiba datang ke kantor dan berdiri di tengah-tengah ruang kerjanya.“Ah si sayang mah, suka sompral ngomongnya kalau lagi marah ….” Ryuga mengesah, melempar pena ke atas meja lantas melipat kedua tangan di dada dengan alis menukik, dia kesal karena Shayla berkata kalau dia tidak berniat menikahinya.“Terus kenapa masih di sini? Kita harus fitting, Kak … kitu tuh nikah minggu depan … aku bela-belain cuti setengah hari demi bisa fitting tapi Kak Ryu malah duduk di sini mandangin komputer.” Suara Shayla masih tinggi.“Ya ampun sayang, aku lupa ….” Ryuga bangkit dari kursi memburu Shayla.Saat Shayla berada dalam jangkauan tangannya, dia merengkuh pinggang Shayla dan dengan satu kali gerakan mudah, dia membawa Shayla duduk di atas pan
Shayla berdiri di depan cermin, kebaya berwarna emerald membalut tubuhnya begitu sempurna.Makeup hasil tangan dingin MUA kenamaan melengkapi kecantikan Shayla.Ketukan di pintu membuat Shayla berhenti menganggumi dirinya di cermin.Dia menarik handle untuk membuka benda dari bahan kayu tersebut kemudian menemukan wajah pujaan hatinya yang tidak pernah berhenti terlihat tampan.Ryuga terpaku menatap Shayla selama beberapa detik dan ditatap demikian menghasilkan semu di pipi Shayla.“Kak Ryuuuu,” panggil Shayla gemas.“Kamu … bidadari dari mana? Shayla mana?” kata Ryuga menggoda tunangannya.Shayla terkekeh, dia merangkul lengan Ryuga kemudian keluar dari kamar usai mengambil clutch yang berada di kursi meja rias.Dia sudah mengerti kalau kedatangan Ryuga ke kamar pasti untuk menjemputnya karena pasti semua orang sudah menunggu di lantai bawah.Dan benar saja, Papa dan Mommy yang berpakaian rapih telah siap untuk mengantar Shayla wisuda.Seperti biasa, Shayla tidak memaksa daddy mengha
“Nungguin siapa, Sel?” Suara berat dari belakang punggung Shayla bertanya membuatnya menoleh ke belakang.“Eh, Bapak … lagi nungguin pacar, Pak.” Shayla menyahut.Beliau adalah salah satu pejabat di Kemenlu yang sering sekali meminta Shayla melakukan ini dan itu tapi dari sana Shayla banyak belajar karena memang tujuan magang di Kemenlu ini adalah mempersiapkan dirinya terjun ke dunia kerja yang sesuai dengan jurusan yang dia ambil.“Oh … kirain belum punya pacar, tadinya mau saya jodohin sama anak saya.” Pria itu berkelakar.Shayla tersenyum lebar. “Terimakasih Pak, tapi Shayla cinta banget sama cowok yang ini.” Ucapan Shayla yang polos membuat pria itu tertawa renyah.“Ya sudah, saya duluan ya!” katanya saat sebuah mobil berwarna hitam mendekat.“Hati-hati, Pak … sampai ketemu besok.” Pria itu mengangguk sembari tersenyum dan mengangkat tangan sebelum masuk ke dalam mobil.Shayla melambaikan tangan mengiri kepergian mobil hitam tersebut.Dia lantas terkejut saat tiba-tiba sebuah m