Sejak kedua orangtua Andina bercerai, Larasati dan Feri memilih untuk fokus pada pekerjaan masing-masing. Feri memilih untuk tinggal di Surabaya, ia bekerja sebagai satpam di salah satu perbankan swasta. Feri tidak sendiri, melainkan bersama adik perempuan Andina yang bernama Kirana.
Feri menikah lagi dengan seorang wanita yang berusia sama dengan Andina, istrinya adalah seorang pemandu lagu. Hal yang menurut Andina riskan, karena bukan hal yang rahasia lagi, wanita yang bekerja sebagai LC pasti pekerjaan tak luput dari godaan syaitan yang terkutuk, terlebih istri Feri pasti tidak bisa menyayangi Kirana layaknya ibu kandungnya. Istri Feri masih memikirkan egonya sendiri.
Pernah suatu ketika, Andina berniat untuk tinggal bersama ayahnya. Kala itu, Larasati memutuskan untuk menjadi TKW di Hongkong. Meninggalkan Andina, dengan dalih bahwa menjadi TKW akan memperbaiki ekonomi.
Andina sendiri, pada akhirnya Andina memutuskan untuk mencari dan bertemu dengan ayahnya.Tapi kenyataan bahwa istri sang ayah seperti mendapat musuh dalam selimut, percekcokan antara keduanya sering terjadi. Akhirnya Andina memilih untuk melancong ke pulau Bali. Tempat yang dekat dengan kampung halamannya dan tak asing bagi Andina.
Bali membuatnya terhibur dengan berbagai macam budaya yang membuat Bali menjadi destinasi wisata pertama dari Indonesia bagi wisatawan mancanegara.
Bali seakan mempunyai magnet bumi yang berpusat pada keindahan alam, kesetaraan gender, dan toleransi yang tinggi. Tak heran, Bali memang di ciptakan oleh Tuhan untuk membuat kita bersyukur atas karunia Tuhan yang luar biasa.
Seperti sekarang, Andina dan Daniel sedang melihat tari Kecak di pura Uluwatu. Mereka menikmati pertunjukan sembari menunggu matahari tenggelam.
"Tari Kecak adalah ritual shangyang yang bertujuan untuk menolak bala. Tarian ini menceritakan pencarian permaisuri Sinta yang di culik oleh Rahwana, Raja dari Alengkadireja." ujar Andina. Dua tahun tinggal di Bali membuat Andina mengerti dengan budaya yang terdapat di pulau seribu pura.
Dalam sejarah perwayangan, Bali memiliki banyak sekali cerita yang tak kalah menakjubkannya seperti cerita perwayangan versi Jawa.
"Menolak bala? Saya tidak mengerti." ucap Daniel. Daniel terpesona dengan sendra tari tradisional Bali. Ia berdecak kagum, baru kali ini setelah berkali-kali menginjakkan kakinya di tanah Bali. Daniel merasa ada sensasi yang berbeda dari waktu-waktu yang telah ia lalui dengan Aurelie.
"Menolak bala itu menolak sial, seperti saya yang bertemu dengan anda. Saya bukannya tertimpa durian runtuh, tapi saya tertimpa orang nyem-nyeman."
Kata-kata Andina yang di ucapkan dengan nada datar dan ketus tetap tidak mengurangi kebahagiaan Daniel.
"Nyem-nyeman? Apalagi, saya tidak mengerti." balas Daniel. Senyumnya masih merekah di bibirnya. Apalagi saat senja memancarkan rona merah dan oranye yang membuat sunset di pura Uluwatu menjadi sunset terindah untuk Daniel.
"Nyem-nyeman itu bahasa Bali, artinya orang gila! Anda itu gila! Punya tunangan tapi perginya sama cewek lain!" Hati Andina ingin mencelos, apa laki-laki yang duduk di dekatnya bukan laki-laki yang setia? Pertanyaan lain muncul begitu saja dan jawabnya tidak ditemukan.
Daniel tertawa, dan tawa laki-laki itu membuat Andina mendesah kesal, ia tidak tahu, takdir apa yang membuatnya bertemu dengan laki-laki tampan tapi sinting.
"Sinting!" cela Andina. Gadis yang memakai celana pendek sobek-sobek itu berdiri. Ia menggerai rambutnya yang terikat.
"Andin..." panggil Daniel yang membuat Andina menoleh ke arahnya. Tatapan mereka bertemu sejenak,
"Saya tahu pertemuan pertama kita memang aneh, tapi jujur, saya sering melihat anda waktu saya berkunjung ke hotel. Kamu tahu kan saya siapa?" tanya Daniel.
Andina mengangguk.
Daniel adalah pewaris tunggal keluarga Sanjaya. Kekayaannya melimpah ruah, tapi sayang, cintanya kepada Aurelie tidak semanis harta yang ia miliki. Tuhan sepertinya memang maha adil. Menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hingga manusia harus bersyukur dengan apa yang sudah di hadapkan.
"Saya memang memiliki tunangan, tapi tunangan saya sibuk. Saya kesepian." suara Daniel begitu melas, membuat perut Andina mulas.
"Kenapa hidup anda menyedihkan!" seloroh Andina sembari melangkahkan kaki menjauh dari kerumunan.
Senja tenggelam begitu indah. Memberi efek samping yang membuat Daniel berencana untuk kembali lagi ke pura luhur Uluwatu yang berada di bukit Pecatu, Badung, Bali.
"Tunggu saya." Daniel melangkahkan kakinya lebar-lebar saat Andina sudah jauh dari jangkauannya.
Mereka menyusuri anak tangga di temani sinar rembulan yang menyusup di celah-celah ranting pepohonan. Semilir angin laut berhembus
Naas, baru setengah perjalanan sebelum sampai ke parkiran. Andina di hadang oleh sekawan monyet berekor panjang.
Seolah terpaku di tempatnya, Andina hanya diam tanpa bisa berbuat apa-apa. Ia berbalik, bermaksud untuk menunggu Daniel. Wajahnya tegang. Itu reaksi yang sangat wajar, mengingat Andina pernah di kejar-kejar oleh sekawanan monyet saat pertama kali di ajak Dean untuk berwisata di Monkey forest.
"Kenapa berhenti?" tanya Daniel. Setelah ia berhasil menyejajari Andina.
"Saya... saya... sedang mencari angle yang bagus untuk foto." cetus Andina asal-asalan.
"Anda yakin?" tanya Daniel. Andina mengangguk mantap.
Daniel kemudian melangkahkan kakinya terlebih dahulu, meninggalkan Andina yang celingukan melihat sekawan monyet yang masih duduk sembari memakan kacang tanah rebus yang sengaja di berikan oleh pengunjung pura.
"Tolong..." ucapan itu terdengar bergetar, Andina menepis rasa malunya saat Daniel kembali menghampirinya. Senyum Daniel semakin membuat Andina kian jengkel.
"Apa yang bisa saya bantu?" Daniel terhibur dengan ekspresi wanita yang hanya setinggi dadanya. Ingin sekali ia mencubit pipi Andina, tatkala wajah Andina terlihat gusar.
"Tolong usir mereka." tunjuk Andina pada sekawanan monyet yang seolah membantu Daniel dalam mendekati Andina.
"Memohon lah yang baik, nanti saya tolong. Atau, jika tidak. Kita bisa bermalam disini. Hmm... atau kamu sengaja membuat saya harus berada di dekat anda sepanjang hari?" Daniel menatap Andina dengan lirikan mata yang menyipit.
Reaksi yang di tunjukkan Andina sungguh menggelitik hati Daniel. Andina memohon layaknya pendusta sejati.
Daniel kehilangan kata-kata untuk membalas ucapan Andina yang terdengar manis di telinganya. Kini, Daniel tahu ada hal yang membuat Andina bisa menurutinya malam ini.
"Boleh, tapi setelah itu temani saya makan malam. Anggap saja anda guide saya, dan jangan terbebani dengan permintaan saya yang membuat saya terdengar gila di mata anda." ujar Daniel.
Sifat Andina dan Aurelie bertolak belakang, membuat Daniel memahami jika ada perempuan lain yang telah mengambil atensinya hanya dari sebuah tawa. Tawa itu seperti mempunyai daya magis yang mampu membuat Daniel terseret dalam pikiran yang menggelisahi dirinya.
Andina mengiyakan ajakan Daniel dengan suara serak di balut dengan erangan kesal.
"Hanya malam ini! Besok sudah tidak ada lagi permainan gila yang harus melibatkan saya!" tukas Andina.
"Iya." Daniel mengangguk, paling tidak Andina harus nyaman dulu berada di dekatnya. Untuk rencana-rencana kedepannya bisa Daniel pikirkan sembari mengusir sekawan monyet yang bergerak lincah, menjauh dari titik awal mereka duduk-duduk santai.
"Anda memang berniat mengulur waktu. Membuat saya harus terpaksa melakukan ini."
Daniel tergoda untuk mengulurkan tangan, menggandeng Andina saat dirinya masih diam di tempatnya. Andina tersentak kaget, kakinya masih merinding membuatnya jalan terpincang-pincang.
"Woyy... kaki saya kesemutan." teriak Andina.
"Anda memang pintar, bilang saja anda mau saya gendong!" tukas Daniel yang membuatnya senang. Ada keahlian sendiri saat dirinya bisa menggendong seorang wanita. Daniel bisa dengan leluasa menatap manik mata yang berbeda dari mata yang biasa ia lihat. Mata Aurelie yang seakan pudar dari imajinasinya.
Happy reading 💚
Proses melahirkan sukses membuat Daniel hampir pingsan. Bagaimana tidak? Selama proses terlahirnya manusia kecil yang sedang melakukan inisiasi menyusui dini itu, Andina terus mencengkeram suaminya. Meremas semua yang bisa ia jangkau dari untuk melampiaskan rasa sakitnya, atau tepatnya membagi rasa sakit.Andina bahagia, begitupun Daniel yang sempat menangis haru sepanjang hari kemarin."Masih sakit, yang?" tanya Daniel sambil mengamati sang anak yang masih menyusu dengan mata yang terpejam. Bayi merah yang diberi nama Dayana Dimitri tanpa Putri Adelard Sanjaya itu terlihat menikmati asi eksklusif dari Andina."Masih dong, kamu kira sulap! Di obati langsung sembuh!" seru Andina kesal.Daniel tersenyum seraya mengambil sisir untuk merapikan rambut Andina."Udah jangan marah-marah! Nanti Dayana sedih lho denger suaramu." sindir Daniel."Habis kamu lucu mas! Orang baru melahirkan kemarin kok ditanyain masih sakit apa eng
Di pesawat yang mengudara menuju Jakarta, Andina terus bertahan dengan hati yang begitu ketar-ketir memikirkan kandungannya. Ia takut terjadi apa-apa saat kemarin hasil check up menunjukkan sedikit risiko jika melakukan penerbangan. Namun, Daniel terus mengingatkan bahwa ia akan baik-baik saja asal jangan tegang."Gimana gak tegang, mas! Mama pasti bawel kalau cucunya kenapa-kenapa." sunggut Andina.Daniel mengusap perut Andina dengan pelan selama perjalanan yang hanya memakan waktu satu setengah jam itu."Rilex, sayang. Jangan takut! Aku bakal nyanyiin lagu anak-anak untuk Dayana putri kita. Lagu kita dulu, konyol tapi sampai sekarang aku masih ingat."Andina mengangguk pasrah dan berusaha memejamkan mata saat Daniel mulai menyanyikan lagu Barney."I love you, you love me. We are happy family. With a great big hug. And a kiss from me to you, won't you say you love me too..."Daniel tersenyum lega saat det
Butuh waktu hingga satu bulan untuk membujuk Andina agar mau melepas orangtuanya pulang ke rumah masing-masing. Meski berat, Andina tetap mengantar ibunya dan Feng ke Bandara Ngurah Rai setelah beberapa hari yang lalu Feri terlebih dahulu pulang ke Surabaya bersama kedua anaknya. Kirana masih tinggal di hotel untuk mengikuti job training dengan petinggi perusahaan. "Dimana rumah ibu?" tanya Andina setelah cukup puas menangis dan merengek sembari menarik ujung baju ibunya agar tidak pergi darinya lagi."Aku masih kangen, masih mau ibu ada disini!" lanjutnya tetap dengan nada merengek, seolah satu bulan ini tidak cukup untuk melepas kerinduan bersama. Feng yang 'mungkin' menganggap Andina aneh memasang wajah tak acuh. Ia bergumam dengan bahasa Mandarin yang pasti Larasati mengerti jika itu adalah peringatan. "Dina... Ibu harus pulang ke Hongkong. Ibu harus kerja, kalau kamu kangen sama ibu, Daniel sudah tahu dimana rumah ibu. Kamu bisa data
Suasana ballroom hotel terlihat sangat sejuk dengan hiasan bunga-bunga segar berwarna putih, begitu juga dedaunan yang di tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan indah. Balon-balon bertuliskan inisial DAYANA bergoyang-goyang diterpa angin dan kue tart penuh cream pandan buatan master chef Bisma menjadi pelengkap suasana pagi ini.Nuansa hijau dan putih masih menjadi pilihan Daniel untuk merayakan pesta kecil penyambutan calon bayi yang di kandung Andina. Begitupun seragam pesta hari ini.Hijau? Mungkin menjadi pilihan warna yang tidak biasa untuk gaun pesta. Namun, ya sudahlah. Daniel hanya menuruti keinginan sang istri. Beruntung Sarasvati mendapatkan desainer gaun pesta yang bagus, jadi gaun berwarna hijau itu bisa terlihat elegan dan mewah.Di kamar, Daniel memperhatikan penampilan Andina yang terlihat seperti gitar spanyol. Lekukan tubuhnya depan belakang begitu menonjol.Daniel menahan senyum saat Andina merengut dengan wa
Pesawat itu terbang semakin rendah di selatan, Bali. Lalu, mendarat dengan mulus di landasan pacu yang terletak tak jauh dari tepi laut itu. Seluruh keluarga Sanjaya tersenyum lega saat menginjakkan kaki di atas dasar bumi. Terlebih-lebih Daniel, bapak posesif itu benar-benar cerewet selama perjalanan ke pulau Dewata itu. Pulau yang mengubah hidupnya."Aku baik-baik saja, Mas! Dayana juga! Dia bilang, ibu kita naik burung ya? Aku jawab iya! Jadi yang tenang ya!" urai Andina menenangkan suaminya.Marco yang tak habis pikir mengapa Daniel bisa sekeren itu dalam mencintai istrinya menggelengkan kepalanya."Ayo gays... Kita harus ke hotel, istirahat sebelum pesta baby shower dan proses nikahan gue!" seru Marco penuh semangat.Sarasvati dan Sanjaya yang mendengar anak-anaknya berdebat sambil mengiringi langkah kaki mereka menuju gerbang kedatangan tersenyum lebar."Udahlah, Co! Jangan ganggu, Abangmu. Dia lagi bahagia sekali kare
"Satu burung... Dua burung... Tiga burung."Suara berhitung itu berasal dari kamar bernuansa hijau dan putih. Beraroma khas cat baru yang baru saja melapis tembok itu. Kamar yang disiapkan untuk Dayana setelah satu bulan lamanya mempersiapkan begitu banyak printilannya termasuk baju-baju bayi yang baru saja kering setelah dicuci oleh Mbak Piah.Dan sekarang, kandungan Andina sudah berusia tujuh bulan lebih. Sudah terlihat tambah besar dari sebelumnya. Sudah sering kali berkata lelah dan semakin manja."Kenapa burungnya hanya tiga, mas?" tanya Andina."Gak tau, sayang! Tanya aja sama tulang catnya. Aku kan hanya terima beres.""Bisa gak mas kalau burungnya ditambah satu, biar genap. Jadi tidak seperti cinta segitiga gitu! Atau cinta dalam diam. Kasian!"Daniel memasang cengiran bodoh seperti biasanya saat Andina berkata sesuka hati lengkap dengan asumsinya sendiri."Tukangnya sudah pulang, sayang. Su