Pertengkaran-pertengkaran itu terjadi lagi, Aurelie terang-terangan cemburu melihat Daniel yang menaruh perhatian terhadap wanita lain. Daniel terkekeh kecil, ia melonggarkan dasinya. Lama, ia menanti Aurelie marah terhadapnya, hingga ia bisa mengutarakan isi hatinya yang terdalam yang tak pernah ia lontarkan kepada Aurelie. Ia begitu hati-hati mengatakan, bahkan selembut mungkin. Tapi wajah Aurelie berubah menjadi kaku, sudah kesekian kalinya Daniel mengungkit kesalahan yang pernah aureAur lakukan.
Daniel slalu memaklumi apa yang Aurelie lakukan, bertahun-tahun ia slalu sabar dengan semua alasan, tingkah, amarah, cemburu, dan semua jejak yang mereka tapaki bersama, tapi ada saatnya hatinya lelah menanti hari bahagia yang slalu ia impikan dengan wanita yang ia cintai.
Hingga Daniel sadari, semua penantiannya percuma. Daniel melepas cincin pertunangan mereka dan mengembalikannya kepada Aurelie.
"Pertunangan selesai, jadikan kisah cinta kita pelajaran yang membuatmu
dewasa!"Aurelie terkejut, ia menatap Daniel lekat-lekat. Dua mata dalam wajahnya mulai mengeluarkan air mata, "Jangan bercanda, Dan! Satu dekade bukan waktu yang singkat membuatmu begitu mudah melepas ku! Siang ini tidak ada akhir untuk hubungan antara kita!" Aurelie kembali memakaikan cincin ke jari manis sebelah kanan Daniel. Ia tersenyum culas.
"Apa bagimu satu dekade bukan waktu yang lama untuk pacaran? Aku rasa kita sama-sama sedang mencari arah, Rel. Kejarlah cita-citamu... Dan, aku biarlah berlalu."
"Apa gara-gara pelayan restoran tadi kamu berubah?" tanya Aurelie.
Daniel tersenyum tipis, "Tidak ada sangkut-pautnya dengan Andina. Ini murni hubungan antara kita berdua!" Tarikan nafas panjang mengakhiri kalimat Daniel, ia tidak ingin lagi menyimpan rahasia suram hatinya yang sering mengalami reaksi malas dan mengalah karena cintanya terhadap Aurelie.
Aurelie tercengang, "Kamu mengenalnya?" Buru-buru wanita yang menggunakan celana jeans ketat dan baju Off Shoulder berwarna biru langit itu keluar kamar. Langkahnya menghentak kuat di atas lantai. Tangannya mengepal begitu erat. Seolah gadis itu sedang kesetanan.
*
Andina menghampiri chef Bisma, ia menceritakan semua hal yang terjadi kemarin saat keduanya menghabiskan waktu bersama di pura Uluwatu dan malam-malam panjang yang menyusahkan Andina. Gadis itu berkeluh kesah, kemungkinan-kemungkian jika Daniel akan mengganggunya masih akan terus terjadi. Andina harus berpikir keras, ia harus menolak ajakan Daniel dengan sopan tanpa harus membuatnya di pecat dari restoran.
"Gimana ini chef?" tanya Andina. Chef Bisma memberinya rujak buah es krim sembari duduk di sebelah Andina. Andina melahapnya, ia menikmati kesegaran dan rasa pedas dalam satu kunyahan.
Chef yang memiliki kulit cokelat matang itu terkekeh melihat ekspresi lucu dari wajah Andina. Dahinya berkeringat dan mulutnya megap-megap.
"Coba saja bos besar melihat tingkahmu yang seperti ini, dia pasti semakin tertarik denganmu, Din."
Andina tersenyum kecut seraya mengambil air putih, "Maksudnya, dia suka cewek yang somplak yang tidak punya urat malu sepertiku?" tanya Andina.
"Ya... Sepuluh tahun berpacaran dengan tunangannya, aku rasa bos kita sudah bosan dengan wanita cantik."
"Jadi chef kira saya tidak cantik? Saya biasa-biasa saja?" Andina tercekat, lalu mematut dirinya di cermin. Andina nyengir saat melihat pantulan chef Bisma yang terlihat tersenyum jenaka.
"Ya, paling tidak saya masih cantik untuk ayah saya Chef." ujar Andina sambil tersenyum miris.
Suara teriakan dan kursi yang berjatuhan membuat atensi kedua pegawai senior dan junior itu saling melempar pandang.
"Ada tawuran chef!" ujar Andina, ia memakai stiletto yang slalu ia lepas saat ia tidak berada di restoran.
"Andin! Be care full." Chef Bisma menggeleng saat Andina terburu-buru berjalan menuju pintu. Ia melongok sebentar lalu kembali lagi menghampiri chef Bisma.
"Mati saya, Chef. Mati!" Andina melepas sepatunya, lalu bersembunyi ke dalam gudang penyimpanan bahan baku masakan.
Tubuhnya bergetar saat ia mendengar teriakkan menyebut namanya dan suara nyaring dari perabot dapur yang di lempar ke atas lantai. Hal yang tak pernah disangkanya akan menjadi sangat sulit sekarang. Aurelie, gadis itu datang dengan raut wajah merah padam.
Chef Bisma dan Bli Wijaya tampak menenangkan Aurelie yang histeris, sedangkan Daniel justru bingung mencari Andina. Ada perasaan bersalah yang membuatnya menyesal telah melibatkan Andina untuk masalah percintaannya. Harusnya ia bisa menahan diri untuk beberapa saat agar semua bisa terkendali.
Daniel membuka pintu gudang, ia menghidupkan lampu saklar, langkahnya pelan sembari mengamati celah-celah yang cocok untuk bersembunyi. Ingatannya berlari saat dirinya sering melakukan petak umpet dengan teman-teman sewaktu kecil. Daniel tahu, tempat bersembunyi paling aman adalah tempat yang jarang di pikiran oleh kebanyakan orang.
Di balik box yang berisi sayuran hijau dan tumpukan tepung terigu, Andina bersimpuh, mulutnya berucap sepatah kata permohonan pertolongan kepada Sang Hyang Widhi.
Daniel tersenyum saat melihat punggung Andina yang bergetar. Lantas, ia berlalu begitu saja dan mematikan saklar lampu.
"Cukup Aurelie! Jangan membuatmu menjadi pusat perhatian dan membuat kariermu merosot!" Daniel menangkup tubuh Aurelie untuk meredam amarahnya.
"Maafkan aku." kata Daniel.
Aurelie menggeleng cepat, sesuatu telah menggelisahi dirinya. Aurelie tak bisa tenang saat dirinya tidak bisa mengintrogasi perihal siapa gadis yang membuat Daniel mengenyampingkan dirinya.
"Kita bicarakan di kamar. Aku tidak mau membuat kita menjadi bahan pembicaraan banyak orang!" ujar Daniel lagi, ia mengecup puncak kepala Aurelie.
"Bereskan kekacauan ini. Maaf atas ketidaknyamanannya." Daniel menatap Bli Wijaya dan Chef Bisma, tatapan itu seakan memberitahu bahwa Andina harus di amankan dari restoran untuk waktu yang cukup lama.
Daniel membawa Aurelie kembali ke kamar mereka. Sedangkan Bli Wijaya dan Chef Bisma membuka pintu gudang.
"Andina." panggil Bli Wijaya lirih.
"Andina, everything will be Ok." ujar Chef Bisma.
Andina berusaha mengintip dari tempat persembunyiannya. Ia bernafas lega setelah suasana kembali kondusif.
Kemunculan batang hidung Andina membuat supervisor dan chef Bisma menggelengkan kepalanya. Bli Wijaya menyarankan agar Andina pulang lebih awal dengan kata lain, libur panjang sampai waktu yang tidak di tentukan.
Andina mengangguk pasrah, dirinya memohon untuk di pecat saja. Di pecat tidak hormatpun Andina mau. Tapi Bli Wijaya tidak mengizinkan, bahkan KTP asli Andina sengaja di sita sebagai jaminan agar Andina tidak kabur dari restoran.
*
Ribut-ribut masih terjadi di dalam kamar.
Adu argumen sepertinya belum selesai antara Daniel dan Aurelie."Aku mau atasan cewek itu memecatnya!" tuntut Aurelie tajam saat keduanya sudah berada di kamar. Daniel membuka kemejanya dan meletakkan di gantungan baju. Laki-laki itu tidak menjawab, ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
"Daniel!" Wanita itu menggeram kesal, dengan racauan yang membuat Daniel hanya tersenyum menang.
Rentetan kalimat kecemburuan itu seperti kalimat bergetah yang membuat hubungan mereka tidak nyaman sekaligus sulit untuk terlepaskan.
Happy reading.
"Saya tidak tahu bunga kesukaanmu, tapi saya juga tidak ingin membuatmu kecewa."Andina menunduk saat sekuntum mawar merah Daniel berikan langsung ke tangan Andina. Rasanya Andina ingin meremas-remas kelopak bunga itu dan melemparnya ke wajah Daniel. Tapi, logika mengkhianatinya, Andina justru terbius oleh aroma mawar tersebut."Untuk apa?" tanya Andina. Ia menatap Daniel lekat-lekat, sudah dua hari laki-laki itu berusaha menemuinya di kost-kostan."Maafkan saya." ujar Daniel, "Saya tahu bahwa kamu sangat keberatan atas tindakan yang saya lakukan beberapa hari yang lalu." Dua hari Daniel melalui hari-harinya dengan gelisah, tidak tak tenang, makan pun tak enak. Daniel berusaha untuk membujuk gadis itu, sayangnya gadis itu memilih mengurung diri di kamarnya. Membuatnya semakin gusar tak alang kepalang.Andina bersandar di kusen pintu yang terbuka. Sudah dua hari juga Andina mendapatkan predikat pengangguran. Ia hanya menghabiskan waktu bersama
Pagi itu Andina terbangun lebih pagi dari biasanya. Sebagai anak kost, ia terbiasa untuk mencuci baju terlebih dahulu sebelum membersihkan tubuhnya dan menjemur baju di belakang kost-kostan.Andina mengeringkan rambutnya dan menyisirnya dengan rapi. Ia mempercantik wajahnya dengan makeup flawless. Selesai bermakeup ria, Andina mengganti piyama handuknya dengan seragam kerja. Ia rindu dengan rutinitasnya, ia rindu menghabiskan sebagian waktunya di restoran.Dari balik jendela, cahaya matahari mulai membiaskan rona cerianya. Badung, pagi ini sangatlah cerah, secerah hati Andina yang bahagia. Ia menyaut kunci dan tas kerjanya. Sembari menutup pintu kamar, gadis itu bersiul riang."Kerja lagi, Din." seru Sinta, SPG rokok itu menguap sesaat lalu menyandarkan tubuhnya di tembok. Rasa kantuk masih merayapi matanya."Kerja dong. Badai sudah berlalu!" kata Andina, semangatnya sedang menggebu-gebu. Ia memakai stiletto, lalu meninggalkan Sinta yang menggelengkan kep
"Ncus... Ncus Sari!!!" teriak Sarasvati setelah mendengar kabar bahwa Daniel masuk ke unit gawat darurat di RSUD Mangusada. Ibu satu anak yang masih terlihat awet muda itu berjalan menuruni tangga dengan tergesa-gesa.Ncus Sari menoleh, ia mengeringkan tangannya pada celemek masak, lantas menghampiri tuan rumah, "Ada apa Nyonya?" tanya Sari."Bantu packing baju, saya harus ke Bali. Daniel kecelakaan!" ujar Sarasvati. Wajahnya sudah panik dan tak bisa diajak kompromi."APA! Ayang Daniel kecelakaan? Saya harus ikut Nyonya, saya mau merawat Ayang Daniel!" seru Sari, ia ikut panik seperti Sarasvati ketika mendengar kabar dari general manager hotel di Bali.Sarasvati menggeleng, "Kamu dirumah! Ayang Daniel tambah sakit kalau kamu yang mengurusnya!" ujar Sarasvati bercanda."Nyonya." Sari cemberut."Sudah-sudah ayo cepatan ke atas, satu jam lagi saya harus berada di bandara."*Meskipun sebel dengan Daniel, Andina tidak tega me
Suram sepertinya masih senang berada di dekat Andina. Hidupnya kini lebih nelangsa setelah Bli Wijaya memutuskan untuk memecatnya dengan hormat, belum lagi luka-luka cakaran dari kuku panjang Aurelie menimbulkan bekas yang sulit untuk hilang---kecuali dengan perawatan kulit atau laser yang membutuhkan biaya yang cukup banyak.Bli Wijaya sangat menyayangkan keputusannya. Tapi, semua ia lakukan demi keberlangsungan karyawan lainnya yang menggantungkan hidupnya di restoran.Sarasvati merasa lega. Hari ini putranya sudah di perbolehkan untuk keluar dari rumah sakit. Luka di kepalanya sudah cukup membaik, hanya perlu beberapa kali untuk kontrol dan pemeriksaan lanjutan."Ma... Bagaimana perkembangan kasusnya?" tanya Daniel setelah mereka menyelesaikan proses administrasi rumah sakit."Dari bukti-bukti yang di peroleh penyidik, Aurelie bisa di tetapkan sebagai tersangka. Ehm... besok kamu menjadi saksi sekaligus pihak penggugat di pengadilan!" ujar
Andina menekuk kedua lututnya seraya menggerutu kesal karena harus menunggu laki-laki itu terbangun dari tidur siangnya. Ia merasa dibodohi oleh Sarasvati dan putranya. Daniel tertidur setelah Andina memberinya secangkir teh hangat dan menyuruhnya untuk istirahat. Betapa senangnya Daniel, ia bisa menikmati kasur wanita yang membuatnya kesengsem."Semoga mimpi buruk dan terbangun dari tidurnya." batin Andina, ia cekikikan, lalu memutuskan untuk keluar kamar. Andina lapar, menghadapi Daniel dan Sarasvati ternyata membutuhkan energi ekstra.Di dapur, Andina hanya memiliki satu telur ayam dan satu ikat sayur kangkung.Statusnya yang pengangguran membuatnya harus berhemat. Sedangkan untuk beras, Ni Luh Ayu sering memberikan jatah beras dua puluh kilogram perbulan untuk persediaan anak-anak kost-kostan.Andina memutuskan untuk membuat cah kangkung pedas dan satu telur ceplok. Bibirnya melengkung senyum saat kudapan mantap itu selesai ia buat.Ia menyiapk
Kasus kekerasan yang dilakukan oleh model terkenal Aurelie Cynthia Putri berimbas pada pembatalan sepihak oleh pihak agensi modelling yang dinaungi oleh Aurelie. Meski begitu ia tidak memusingkan diri, kekayaan yang dimiliki keluarga Naladewa cukup membuatnya tenang sampai ia menemukan agensi baru yang ingin menggunakan jasanya.Aurelie hanya butuh kepastian bahwa ia tidak ditetapkan sebagai tersangka setelah ia merendahkan dirinya di hadapan awak media dan menjelaskan bahwa dirinyalah yang melakukan kekerasan terhadap Andina dan Daniel karena cemburu buta. Aurelie mengaku khilaf dan meluruskan jika Daniel tidak melakukan perselingkuhan.Berkat kerendahan hatinya yang ia paksakan, pengadilan memutuskan untuk tidak melanjutkan perkara hukum terkait dengan pihak penggugat yang membatalkan proses penyidikan. Sarasvati dan Daniel kini bisa bernafas lega. Nama besar keluarga Sanjaya sudah bersih dari tuduhan-tuduhan yang membuat nilai saham di perusahaan merek
Sudah lewat tengah malam Andina masih mematut dirinya di depan cermin. Ia melihat bekas luka cakaran yang terlihat berwarna coklat gelap. Andina mendesah lelah, "Butuh waktu bertahun-tahun untuk membuat bekas-bekas luka ini pudar. Sedangkan tabunganku tidak cukup untuk memenuhi kebutuhanku selama bertahun-tahun tersebut. Tidak ada yang mau menerimaku sebagai pegawai kalau wajahku saja terlihat tidak menarik." gumam Andina. Pikirannya kembali lagi pada surat perjanjian yang tergeletak di atas meja. Andina gundah gulana sekarang. Isi surat perjanjian itu menguntungkan semua pihak. Baik Daniel ataupun ia. Ajakan itu seperti kesempatan langka bagi Andina. Namun, ia dibuat bimbang untuk memilih. Ia risau. Tetap di pulau Bali dengan status pengangguran, atau ikut ke Jakarta menjadi bagian hidup Daniel? Sedangkan perasaannya kepada Daniel masih hambar dan belum ada manis-manisnya. Pikirannya kacau. Tapi, keberuntungan tidak terjadi berkal
Kemewahan yang dimiliki keluarga Daniel membuat jiwa miskin Andina meronta-ronta. Ia terpesona dengan lampu gantung yang sangat indah dan aestetik. Sofa-sofa berukuran besar sanggup dijadikan tempat tidur pengganti kasur Andina di kost-kostan. Pernak-pernik dinding di tata sedemikian rupa agar terlihat cantik dan berkelas. Begitu juga guci keramik yang bertengger di atas meja membuat Andina takut untuk menyentuhnya. "Harganya pasti fantastis, melebihi gajiku sebagai pelayan restoran." gumam Andina, ia melihat dengan jeli detail guci tersebut. Belum lagi, aquarium besar berisi ikan arwana merah membuat ruang tamu memiliki kesan menenangkan. Sesampainya di kamar yang berada di lantai dasar, Andina menarik koper dan membukanya. Beberapa baju yang biasa-biasa saja sengaja Andina tinggal di kost-kostan. Gadis itu hanya membawa baju yang layak dipakai di ibu kota. Ia menata baju-bajunya ke dalam almari sembari bersenandung kecil. Kenekatannya me