Beranda / Young Adult / Kalau Cinta Kejar Aku! / Pagi Pertama Di Sekolah

Share

Kalau Cinta Kejar Aku!
Kalau Cinta Kejar Aku!
Penulis: Rachel Bee

Pagi Pertama Di Sekolah

Penulis: Rachel Bee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-04 23:37:38

Hari ini Elsa datang pagi seperti biasa setelah libur panjang kenaikan kelas. Aksa sebagai kakak yang baik bersemangat mengantar adik kesayangannya ke sekolah. Ini sebagai bukti jika dirinya sangat menyayanginya.

Sebagai pria matang yang sukses, banyak sekali yang meliriknya saat ia turun dari mobil mewahnya. Pemandangan ini tak luput dari penglihatan Elsa sang adik. Gadis itu mendengus dengan lirikan tajam matanya menatap ke sekeliling halaman sekolah tempat mobil kakaknya terparkir.

"Kakak langsung pulang aja. Nanti di sini malah tebar pesona," kesal Elsa pada Aksa.

Aksa tertawa. Sudah biasa dirinya mendapat lirikan tajam dari adiknya. Gadis itu mengusirnya sejak turun dari mobil tadi.

"Dijemput enggak?" Elsa menggelengkan kepalanya.

"Jemput saja deh. Nanti sore kita jalan ke toko buku. Kakak mau cari buku referensi."

Elsa melambaikan tangannya hingga sosok kakaknya menghilang dari pagar sekolah. Elsa berjalan menunduk menuju kelasnya yang berada di lantai dua. Entah hari ini hari sial atau bukan, tiba-tiba saja ada sesuatu jatuh dari lantai atas tepat mengenai kepalanya saat ia mendongak melihat seseorang memanggil namanya.

"Woy, jangan di bawah makanya. Kena kan, lo?" teriak seseorang dari lantai atas. Teman-temannya ikut mengomentari bahkan mengejek raut wajah Elsa yang berubah marah.

"Sini lo!" tantang Elsa.

"Siapa takut!"

Keduanya bertemu di bawah, tepatnya di dekat kantin arah tangga. Elsa memegang benda yang jatuh tadi, lalu mengacungkannya di depan mata orang yang tadi menjawab tantangannya.

"Kembaliin topi gue," pintanya. Elsa menaruh ke belakang punggungnya cepat-cepat.

"Kalau mau ambil, tuh." Elsa melempar topi yang ia pegang dan mendarat tepat di atas tempat sampah. Beruntung, topi itu tidak jatuh ke dalamnya.

"Eh, berani banget. Sini lo."

Elsa berlari menuju tangga lantai dua sambil menjulurkan lidahnya. Orang yang tadi menantangnya terlihat menyimpan dendam. Tangannya mengepal, matanya melotot mengarah pada Elsa.

"Wlee..."

Elsa terengah-engah masuk ke dalam kelasnya. Napasnya turun naik dan peluhnya bercucuran. Kepalanya menengok terus menerus ke arah belakang berharap orang yang ia lempar topinya tadi tak mengejarnya hingga ke kelas.

Salah satu teman Elsa bernama Mia mengerutkan dahinya bingung melihat Elsa yang masuk sambil mengipasi lehernya.

"Kamu kenapa?" tanya Mia heran.

"Eh, kamu kenal sama cowok anak kelas IPA yang alisnya tebel terus matanya bulat?"

Lagi-lagi Mia mengerutkan dahinya lalu menggeleng. "Enggak. Yang mana, ya?"

Elsa bingung mau menjelaskannya. Ia mencari salah satu ciri khas orang yang tadi topinya dilempar olehnya.

"Yang itu, ehm—"

Kalimat Elsa terpotong saat melihat seseorang yang ia sukai berdiri di depan pintu kelasnya. Orang itu adalah Bagas, teman satu kelasnya yang terkenal akan ketampanannya dan juga kejeniusannya. Mata Elsa teralihkan memandang ukiran tuhan yang terpahat indah di wajah Bagas.

"Hai, Elsa." Bagas menyapa ramah. Elsa menyunggingkan senyumnya.

"Hai, Bagas."

"Hari ini ada pengambilan nilai olahraga. Kamu ikut, kan?"

Elsa seketika mengangguk. Ia lupa kalau dirinya benci olahraga dan hanya datang saat pengambilan nilai saja. Untungnya Bagas bersedia membantunya jika sedang membolos.

"Bagas ikut?" Bagas mengangguk. "Kalau begitu, Elsa juga ikut."

"Jangan ada alasan lagi, ya."

Bagas berjalan melewati Elsa. Aroma parfum khas pria maskulin menguar masuk ke indera penciumannya. Bagas berhenti sejenak lalu mengacak rambut Elsa. Sekilas ia juga tersenyum lalu duduk di kursinya.

Wajah Elsa bersemu merah. Ia malu sekaligus senang. Bagaimana bisa, seorang Bagas bisa memporak-porandakan hatinya dalam sekejap.

'Elsa semangat kalau begini.'

***

Elsa dan Mia sudah berada di lapangan dengan seragam olahraga mereka. Hari ini tidak ada olahraga ekstrim keliling lapangan, hanya ada pemanasan ringan disertai pembinaan bagi siswa siswi yang berminat ikut olahraga tertentu. Elsa dan Mia yang tak terlalu menyukai pelajaran menguras keringat ini memilih duduk di pinggir lapangan sambil menghabiskan cemilan yang dibelinya tadi.

"Enggak ikutan, Mia? Kan kamu bisa voli tuh." Mia yang duduk di sebelah Elsa menggelengkan kepalanya. Ia lebih suka duduk di tribun daripada ikutan tunjuk tangan masuk klub volley.

"Malas," jawabnya singkat.

Mata Elsa tertuju pada segerombolan siswa di lapangan basket yang jaraknya tak jauh dari lapangan utama. Hanya dibatasi sekat dinding tipis tapi masih bisa terlihat dari tribun tinggi yang kini diduduki olehnya.

"Itu tim basket?" tanya Elsa. Mata Mia mengikuti arah tangan Elsa lalu mengangguk setelah melihat segerombolan tim kesayangan SMA Angkasa itu.

"Wah, ada Ken. Lihat yuk." Mia berdiri lalu menyeret tangan Elsa untuk menonton di lapangan sebelah yang kelihatannya lebih seru. Elsa tadinya akan menolak, tapi ia juga penasaran dengan anggota tim basket yang katanya sekumpulan siswa tampan dan tinggi di sekolahnya.

"Ken! Semangat! Aku tunggu di sini!" teriak Mia dengan suara kerasnya sambil melambaikan tangannya. Ken yang merasa dipanggil menoleh lalu tersenyum lalu mengangkat jari jempolnya.

Elsa membelalakkan matanya. Sungguh ia sedikit malu dengan kelakuan absurd temannya tadi.

"Malu-maluin." Elsa menarik tangan Mia agar segera duduk di tribun. Tak hanya Ken, ternyata siswa yang tadi menjatuhkan topi juga ikut menoleh ke arah tribun saat Mia teriak. Namanya Elvano Erlangga.

Elvano ikut tersenyum saat melihat Elsa berdiri di sebelah Mia. Elsa juga melihat senyum itu tapi ia terburu-buru sadar lalu mengajak temannya untuk duduk.

Ken yang sadar akan perubahan wajah temannya tiba-tiba merangkul pundaknya lalu bertanya pada Elvano. "Cewek yang di sebelah Mia itu yang tadi Lo ceritain? Yang tadi pagi ngebuang topi lu kan? Cantik, manis dan pastinya banyak saingannya."

Elvano menyikut perut Ken. Temannya itu mengaduh kesakitan lalu tertawa.

"Berisik, lo!"

"Kayaknya ada bibit-bibit cinta nih."

"Ogah!"

Elvano menoleh lagi ke arah tribun. Elsa yang masih berada di sana bersama Mia tiba-tiba didatangi oleh siswa yang terlihat tak asing di matanya.

Siswa itu menawarkan sebotol air mineral dan makanan ringan untuk Elsa. Sepertinya gadis itu sangat senang sekali. Lihat saja bibirnya, merekah indah tersenyum ramah pada si laki-laki itu.

"Siapa sih dia?" tunjuk Elvano pada laki-laki yang kini duduk di sebelah Elsa. Ken yang masih menyedot air minumnya meneropong dengan kedua matanya, memastikan siapa pemuda yang telah membuat hati paduka Elvano mendidih saat melihatnya.

"Oh, itu Bagas. Nama lengkapnya Bagas Ardiansyah. Dia siswa cerdas yang rangkingnya masuk lima besar unggulan di sekolah Angkasa," jelas Ken panjang lebar.

Elvano menggertakkan giginya. Ia ingat sekali pada laki-laki itu. Dia yang menjadi saingannya saat mencalonkan diri menjadi ketua OSIS. Elvano dan Bagas sama-sama mendapat poin tinggi tapi sayangnya program miliknya tak mendapatkan respon baik di mata guru dan sebagian siswa siswi SMA Angkasa. Selain itu, ada yang mengatakan seseorang menyabotase suaranya.

Terpaksa, ia melepas kesempatan itu dan memilih mengambil jabatan ketua tim basket.

"Mau olahraga apa main-main sambil cuci mata di lapangan basket nih?" sindir Elvano. Elsa mengacuhkan pemuda itu.

Bagas merasa risih dengan kedatangan Elvano yang berlagak seperti pemilik lapangan sekolah. Ia maju menantang laki-laki itu. Keduanya kini saling berhadapan, menunggu salah satunya melawan lebih dulu.

Elvano tak gentar dengan tantangan Bagas yang diketahui adalah ketua osis di SMA Angkasa. Matanya memindai setiap gerakan Bagas yang menurutnya terlalu lemah untuk seorang laki-laki.

"Memangnya ini sekolah milik nenek moyang lo?" pertanyaan Bagas membuat Elvano tertawa lepas.

Niko dan Ken yang ikut menemani Elvano di sampingnya, ikut tertawa. Niko bahkan sampai terduduk saking tak tahan mendengar ocehan Bagas.

Tak rela pujaan hatinya ditertawai, Elsa mendengus tak suka. Ia menyeret tangan Bagas agar pergi dari lapangan basket itu. Malas sekali ia mendengar perdebatan yang membuatnya muak.

"Bagas, kita ke kantin yuk. Katanya kamu mau traktir aku somay?" ajak Elsa sambil menarik tangan Bagas menjauh dari tempat itu.

Ketiga orang yang dihampiri Elvano tadi pergi tanpa pamit padanya. Ada perasaan tak suka yang tiba-tiba bergelayut dalam hatinya. Entah mengapa, ia tak suka melihat Elsa pergi bersama Bagas.

"Kira-kira, kalian tahu apa yang terjadi sama gue?" tanya Elvano pada kedua temannya.

Niko dan Ken hanya menggedikkan bahunya.

Di kantin sekolah, Elsa mengajak Bagas dan Mia duduk di kursi paling ujung dekat dengan kolam ikan. Di sana tempat yang paling nyaman untuk sekedar duduk dan mengobrol saling berbagi berita serta keluh kesah.

Ini adalah tempat favorit Elsa.

"Mia, itu apa?" Elsa menunjuk plastik makanan di tangan Mia yang baru saja datang dari arah sebuah warung di deretan kantin sekolah.

Mia menunjuk ke arah plastik makanan itu, Elsa mengangguk.

"Enak?" tanya Elsa penasaran. Mia hanya mengangguk. Ia juga menyodorkan plastik makanan itu pada Elsa.

"Cilok pak Mamat. Coba deh, rasanya mantap!" puji Mia dengan dua jempolnya.

Mia yang memang penasaran akhirnya mencoba satu bulatan cilok itu dan mengunyahnya perlahan. Kunyahan pertama terasa aneh, tapi begitu sampai di kunyahan terakhir rasanya berubah.

"Harganya berapa?" tanya Elsa lagi.

"Tiga ribu dapet lima."

Elsa membelalakkan matanya. Harga cilok yang murah tak sebanding dengan harganya yang murah. Sungguh keajaiban dunia, pikirnya.

"Aku mau beli ah."

Elsa berlari ke warung pak Mamat untuk membeli sebungkus cilok. Perkiraannya benar, pasti warung itu didatangi banyak orang. Harganya murah, enak dan pastinya membuat ketagihan.

"Pak, beli..." teriak Elsa dari kejauhan. Tangannya menyodorkan uang lima ribuan ke pak Mamat yang masih sibuk melayani pembeli.

Bagas yang kebetulan ada di tempat itu melihat Elsa yang sedang kesulitan segera membantunya. Tubuhnya yang tinggi membuatnya mudah berteriak dan memberikan uangnya langsung ke hadapan pak Mamat.

"Wah, ada Bagas di sini," sapa Serly, sekretaris osis yang sudah lama menyukai Bagas. "Bagas, tahu banget kalau aku suka cilok pak Mamat. Terima kasih ya. Nanti uangnya aku transfer ke e-wallet kamu."

Serly merebut bungkus cilok di tangan Bagas tanpa bertanya lagi itu milik siapa. Syok ciloknya direbut, Bagas jadi terdiam di tempatnya. Tangan kanannya masih memegang kembalian dan tangan kosongnya yang membatu di udara.

"Maaf neng, ciloknya masih diadonin. Paling setengah jam lagi selesai. Istirahat kedua saya sisain deh neng." Elsa berdiri dengan tatapan mata berkaca-kaca. Kata pak Mamat, tadi cilok terakhir yang ada di pancinya. Elsa sempat melihat Bagas membelinya tapi entah mengapa tiba-tiba Serly merebutnya dan Bagas hanya diam saja.

Elsa kecewa.

"Ya sudah. Nanti saya ke sini lagi ya pak. Ini uangnya." Elsa memberikan uang lima ribuan pada pak Mamat lalu pergi dengan wajah kecewa. Bagas merasa sakit hati melihatnya. Ah, kesayangannya jadi sedih.

'Maaf.'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kalau Cinta Kejar Aku!   Aku Tahu Kamu Adalah Dia

    Bagas tak sanggup menatap mata Elsa yang terlihat berkaca-kaca. Mata yang sering ikut tersenyum jika melihatnya, kini ia buat bersedih. Bagas tak bermaksud menyakiti hati kesayangannya. Hanya saja tadi siang dia tak sengaja mengatakan hal burukl padanya untuk pertama kali. "Elsa, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk mengatakan hal itu sama kamu." Bagas mengulurkan tangannya mengajak Elsa untuk bersalaman. Elsa menoleh perlahan lalu menyambut tangan itu. "Iya, sudah aku maafkan kok." sambutannya dingin. Setelah itu, Elsa langsung pergi dari hadapan Bagas tanpa berkata apa-apa. Ia menyusul Mia yang sudah lebih dulu berjalan ke luar kelas. Bagas mengikutinya, ingin memastikan Elsa masih seperti biasa. Ternyata dugaannya salah. Di luar kelas, Elsa dan Elvano sedang bercengkrama hingga tak sadar mereka tengah diperhatikan oleh Bagas. Lagipula, sepertinya mereka tidak peduli dengan kehadirannya. "Laptopnya dibawa kan?" Elsa

  • Kalau Cinta Kejar Aku!   Aku Tidak Bodoh

    Elsa membuka lagi buku diarynya setelah sekian lama ia tak melihat apalagi menulis sesuatu di dalamnya. Terakhir, ia menuliskan betapa ia sangat mengagumi sosok Bagas yang terkenal ramah dan baik hati. Saat itu, Elsa menyukainya. Ia sangat menyukai Bagas yang begitu perhatian dan selalu mengerti apa yang dia inginkan. Lembaran terakhir yang ia baca seketika membuatnya termenung memikirkan sosok Bagas yang akhir-akhir ini sangat membuatnya kesal. Bukan hanya karena sikapnya tapi juga cara dia menyelesaikan masalah. Semuanya terkesan ada yang disembunyikan. Elsa semakin yakin jika Bagas dan Serly memiliki hubungan. "Bagas sepertinya sudah susah untuk diraih. Dia benar-benar dekat sama Serly," gumam Elsa sembari membuka lembar selanjutnya. Ia mengambil spidol warna-warni dan menulis sesuatu yang berbeda di halaman kosong itu. Bukan tentang Bagas, tapi tentang Elvano. 'Elvano, seseorang yang tiba-tiba datang entah dari mana. Dia yang dul

  • Kalau Cinta Kejar Aku!   Bingung Memilih

    Elsa belum paham soal cinta, belum paham bagaimana bentuk cinta yang sesungguhnya. Elsa hanya tahu bahwa saat ia menyukai seseorang, itu adalah cinta. Layaknya seorang ibu yang mencintai anaknya, itu yang ia pikirkan. Namun sekarang setelah mengetahui semuanya, ia berpikir ulang. Ternyata cinta itu sangatlah rumit. Baginya, lebih baik memecahkan soal matematika dengan segala rumus daripada memahami arti perasaan seseorang. Bagas, pria yang pertama kali disukainya adalah pria pertama yang mematahkan hatinya. Mereka belum berhubungan resmi tapi rasanya bagai dikhianati pasangan yang telah menemaninya bertahun-tahun. Rasanya sakit. "Enggak fokus?" Elsa mengangguk. "Ngantuk atau lapar?" Elsa tersenyum. Elvano membuka sebungkus permen mint lalu disuruhnya Elsa untuk membuka mulutnya. "Nih, biar enggak ngantuk." Suasana perpustakaan yang sepi dan dingin membuat keduanya sayup-sayup hampir mengatupkan mata. Elsa tampaknya tak pedu

  • Kalau Cinta Kejar Aku!   Rencana Pertunangan

    Rencana pertunangan itu sudah ada di depan mata. Dua bulan lagi ujian tengah semester dan setelah itu mereka akan bersiap untuk ujian akhir. Entah mengapa kedua keluarga tak sabar untuk menjodohkan mereka berdua. Padahal usia mereka masih terlampau muda. Tapi tenang saja, Elvano adalah remaja yang sudah matang pemikirannya. Ia lebih mementingkan perasaan orangtuanya dibanding dirinya sendiri. Lagipula, siapa yang bisa menolak Elsa. Gadis cantik, pintar dan juga baik perilakunya. Dia adalah harta berharga keluarga Wiguna. Siapa saja pasti tak akan berani menolaknya. Termasuk Elvano, yang sejak lama tak pernah terpikirkan menjalin cinta dengan seorang gadis. "Keluarga Wiguna sudah setuju untuk mengadakan acara pertunangan secara tertutup. Kamu tidak masalah kan?" tanya Farah yang dibalas anggukan oleh Elvano. "Elvano harus sembunyikan atau terus terang sama teman sekolah?" tanya Elvano. Pasalnya, ia tak mau kejadian seperti Bagas kembali terjadi

  • Kalau Cinta Kejar Aku!   Jaga Hati Yang Lain

    "Elvano, sini lo!" teriak Bagas. Elvano yang sedang duduk di bawah pohon bersama teman-temannya menoleh ke belakang. Dahi Elvano berkerut lalu terkekeh tak mempedulikan panggilan Bagas. "Punya telinga kan lo?" teriak Bagas sekali lagi. "Ada apa, bro? Gue lagi ngadem sama temen-temen gue." Bagas yang tak terima karena diabaikan langsung menyeret tangan Elvano. Tangannya terlihat mengepal ingin melayangkan tinju ke arah pria di depannya yang terkekeh akan tindakannya tadi. Ken dan Niko berjaga-jaga di belakang mereka berdua. Takut kalau ada perkelahian antara kedua ketua geng itu. "Lo mau ngapain? Soal Elsa lagi?" tantang Elvano."Gue tahu, lo bohong mengenai hubungan lo dan Elsa. Apa maksud lo?" Elvano terkekeh lagi. "Bro, gue ngomong gitu karena mau lihat kesungguhan lo sama Elsa. Gue lihat lo suka sama dia, tapi sama sekali enggak ada perubahan." "Jangan ikut campur," ancam Bagas. "We

  • Kalau Cinta Kejar Aku!   Ayo Kita Ribut!

    Bagas terlihat murung. Sejak tadi pagi tak ada setitik cahaya pun nampak di wajahnya yang tampan. Biasanya ia akan banyak bicara jika berhadapan dengan Elsa ataupun Mia, kini sebaliknya. Mereka berdua kompak membuat jurang pemisah. "Bagas, nanti rapat ya. Jangan lupa," ujar Serly mengingatkan. Bagas mengangguk. Serly menelisik lekuk wajah Bagas, ada semburat kesedihan tercetak jelas di matanya. "Kamu kenapa masih disini?" tanya Bagas tiba-tiba. "Bagas lagi sedih?" "Bukan urusan kamu," ketus Bagas. Serly tak habis akal, ia malah ikut duduk di kursi samping Bagas lalu mulai mengganggunya. Bagas tak terusik sama sekali. Ia memilih untuk berkonsentrasi dengan pelajaran tanpa menghiraukan Serly. "Bagas, kamu jangan sedih. Senyum dong." Bagas menepis tangan Serly yang mulai berjalan di sekitar lengannya. Bagas risih. "Bisa pergi dari kelas aku enggak? Serius, hari ini aku lagi enggak mau bercanda." Bagas menoleh lalu me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status