"Maaf, aku harus bertangung jawab atas kehamilan Jenny, kau tau itu... maksud ku anak ini perlu seorang ayah bukan? Kau pasti mengerti sekarang situasi ku seperti apa." Pria bernama Arka itu menatap dalam wanita di depannya, wanita yang seharusnya ia nikahi.Jelas ia sangat bersalah terhadap tunangannya itu, terlihat jelas wajah wanitanya yang penuh kekecewaan. Terlebih wanita di sampingnya ini adalah sahabat tunangannya, sungguh semua ini terjadi karena kesalahannya dan ia harus menanggung semuanya, bertanggung jawab dan meninggalkan wanita yang ia cintai.Menyedihkan bukan, sebenarnya jika mencari jalan tengahnya, masih ada kesempatan baginya untuk menikahi tunangannya itu. Tapi jika di bilang susah memang sangat susah, keadaanya sungguh seperti mendukung musibahnya.Misalnya, seperti ibunya yang sangat bahagia dengan pernikahannya dengan Jenny.Memang sejak dulu ibunya tidak menyukai Savana tapi tenang ayahnya bisa menaklukan ibu-nya itu, dan lagi ibu-nya memang sudah sangat lama
Aiden membawa wanita yang tiba-tiba memeluknya itu ke apartemennya. Entahlah... itu sebuah keajaiban jika orang-orang mengetahuinya.Seorang Aiden Faeyza yang terkenal dengan wanitanya akan tunduk terhadapnya tanpa melakukan apapun, dan sekarang ia seolah mengemis duluan dan memperlakukannya dengan sangat baik, itu sungguh langka karena Aiden biasanya sangat dingin terhadap mahluk yang bernama perempuan, mau itu pacarnya sekalipun.Tolong diingat, bahwa wanita yang sekarang berada di gendongannya itu wanita pertama yang dia bawa ke apartemennya.Bahkan sekarang sudah berada di kamarnya, berbaring di atas tempat tidurnya. Sebrengsek-brengseknya Aiden, dia belum pernah membawa wanita ke apartemennya atau pun Mansionnya. Karena wanita yang selalu datang kepadanya, hanya mainananya sajaㅡ karena merekapun sama sepertinya, hanya ingin status yang tinggi atau paling parahnya menjadikannya ATM berjalan.Ting! Nong! Ting! Nong!Aiden segera beranjak untuk membuka pintu apartnya, dia mengunda
Rasa pening luar biasa menghampiri Savana saat ia membuka matanya. Jelas ia tau apa penyebabnya. Matanya sedikit buram dengan pencahayaan minim, harusnya dia berada di kamarnya... tapi,"Aku dimana?" Savana tersadar bahwa ia sedang tidak di kamarnya, dan dia juga bukan hanya pening tapi badannya remuk juga, tapi itu hal biasa karena dia sering jatuh ke lantai jika tidur di kasur yang tinggi, terlebih saat mabuk. Saat menoleh ke arah ranjang Savana melihat punggung seseorang yang sudah di pastikan pria.Tunggu! Tunggu! Dia tidak melakukan hal bodoh kan saat mabuk? Savana melihat ke seluruh badannya yang masih terpasang dress hitam semalam, itu sedikit membuatnya tenang. Dia tidak bodoh dengan berteriak dan langsung menyalahkan pria yang tengah tidur itu seperti di flm-flm. Mungkin pria itu menolongnya, sebagai ucapan terimakasih.... apakah Savana harus membuatkannya sarapan?"Okey.... mari kita bergelut dengan dapur!" Serunya tanpa ragu dan bersemangat, entahlah Savana juga tidak t
Savana membelokan matanya terkejut. Bahkan topik utamanya, tentang dia yang di campakan gara-gara Arka lebih memilih Jenni pun belum selesai. Dan sekarang bertambah lagi.Ternyata orang yang membantunya itu bukan orang biasa. Dia cukup terkenal di public.Savana mengacak rambutnya frustasi dan beteriak di kamarnya, "Arghhh!!! Menyebalkan! Kenapa harus pria itu? Ck!" Bukannya apa, ia terlalu malas untuk bertemu pak Penolong yang sok cool itu.Meskipun kesal tangan Savana terus men-scroll kebawah mencari tahu beritanya sampai mana. Ia menajamkan tatapannya saat melihat poto dirinya saat di gendong oleh pria itu, juga ada poto saat dirinya memeluk pria itu di Club."What!? Kenapa aku tidak mengingatnya!!" Pekik Savana sembari memukul-mukul kepalanya.Drrrttttt....Dengan kesal Savana menekan icon hijau."Hmm..."'Dimana kau sekarang hah?! Perusahaan membutuhkan mu bodoh!' Teriak seorang pria di sebrang sana.Savana sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga, teriakannya tak main-main. "Ka
Aiden menarik tengkuk Savana pelan. Bibir mereka bertemu. Tanpa memperdulikan pekikan sekitar Savana sibuk menetralisir degup jantungnya. Ini terlalu tiba-tiba, dan sedikit mengagetkan. Dan ingat, selama berpacaran dengan siapapun ia tak pernah berciuman. Paling jauh ya hanya pegangan tangan. Bukan masalah pemikiran kolot, hanya tak ingin saja. Buktinya ia tak menolak saat Aiden menciumnnya.Benar, Aiden mengambil first kiss-nya. Tapi di dalam dirinya sama sekali tidak ada rasa marah. Aneh."Umhh... begitu ya? Ternyata hanya aku yang terus berharap. Maaf dan terimakasih sudah melupakan ku." Suara Arka menyadarkannya, bahkan ia sempat ingin menoleh. Tapi Aiden menahannya."Kau ingin melupakannya bukan?" Bisik Aiden. Savana hanya mengangguk ragu. Benar, ia ingin melupakan pria itu, tapi kenapa saat Arka mengatakan itu, rasanya berat sekali. Rasanya ia ingin berbalik dan mengatakan hal sebaliknya.Setelah kepergian Arka, Aiden melepaskan pangutannya. Ia memberi jarak dianataranya. Dan
"Bagaimana rasanya bibir milik seorang Aiden Faeyza huh? Kau tau, kau adalah satu-satunya wanita yang di perlakukan oleh Aiden istimewa." Savana yang tadinya menghiraukan ucapan Megan- sepupunya, memfokuskan sebentar saat mendengar kata istimewa.Benarkah?Isi kepalanya semakin penuh dengan dukungan bahwa pria itu menyukainya. "Aku tak peduli." Bohong, jelas Savana berbohong.Mega berdecak kesal, "kau ingin melupakan Arka bukan?" Savana mengangguk kecil. "Mulai dari Aiden, lihat pria itu. Buat dia sejatuh mungkin ke dalam pesonama mu." Megan sangat mengebu menghasut Savana."Tidak, aku tak ingin memanfaatkan orang lain demi kepuasan ku." Benar ia tak akan melakukan itu, tapi ia ingin mencobanya. Tapi bukan memanfaatkannya. Melainkan mencoba untuk menerimannya.Mungkin ia akan melupakan Arka, si mantan yang berhasil mengobrak-abrik hidupnya... juga hatinya."Dasar wanita bodoh! Pantas saja sahabat mu dengan mudah menikung tunangan mu!" Megan kesal karena Savana mengabaikan sarannya."B
"Kau tak mau menurutinya huh? Ini permintaan anak mu kalo kau lupa!" Sentak Jenni, merenggut kesal ke arah Arka.Pria yang berstatus suaminya itu menghela nafas kasar, kepalanya rasanya ingin pecah seharian di rumah meladeni wanita hamil ini. Niat ingin menghindari wartawan, eh... ternyata di rumah lebih membuatnya pusing."Mau apa?" Tanya Arka pada akhirnya ia akan menuruti wanita hamil ini agar diam.Jenni mendengus kecil, pria di depannya ini tetap tidak bisa bersikap sewajarnya. Irit bicara dan bermuka datar. "Ck! Aku tadi melihat di televisi anak kecil tengah memakan ice cream." Meskipun masih kesal tapi Jenni tetap mengutarakan keinginannya."Lalu?" Ucapan Jenni terlalu berbelit Arka kurang menangkap maksudnya."Aku ingin menyentuh pipi gembul anak itu!!" Pekik Jenni dengan rengekan. Arka melongo di tempat."K-kau tak ingin ice creamnya saja?" Tawar Arka. Ayolah... anak kecil yang Jenni maksud itu seorang artis cilik yang sekarang tengah berlibur di Jepang. Kenapa ia tau? Jela
Setelah menerima telfon dari Aiden yang bertanya tentang ia bekerja, lalu setelah Savana menjawab 'iya' pria itu langsung mematikkan sambungannya. Awalnya Savana menggerutu kesal karena Aiden hanya berbasa-basi dan tak bertanya banyak hal seperti biasa.Tepat setelah Savana selesai mengatai Aiden Ben masuk dengan senyum menggodanya."Ekhem! Perjanjian dengan klien kali ini termasuk strategi si pria untuk bisa terus dekat dengan si wanita ya." Ucap Ben seolah dia tengah bercerita.Savana mengernyit mendengar itu. "Maksud mu apa? Jika tidak penting kau tau pintu keluar dimana kan?" Sungguh mood Savana sedang kesal gara-gara telfon sialan dari Aiden.Pria itu telah membawanya terbang dengan harapan tinggi, dan menjatuhkannya dengan harapan palsu.Menyebalkan.Bukannya takut mendengar usiran penuh penekanan dari Savana, Ben malah terus berjalan mendekat dengan senyum mengejek. Setelah itu ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan ponselnya tepat di wajah Savana.Di ponsel Ben Savana melih