Mataku terbuka perlahan, harus segera menyiapkan sahur untuk Mas Malik dan keluarganya. Tidak boleh kesiangan nanti akan dipukuli.Aku meraba kasur, lembut dan empuk. Perlahan aku duduk, melihat tanganku diperban. Masih mengumpulkan ingatan kenapa tanganku diperban. Mataku melihat sekeliling, kamar luas yang asing. Cahaya matahari seperti terhalang gorden. Ini di mana? Setelah turun dari ranjang aku menyikap gorden, lingkungan orang kaya di daerah Kedamaian. Aku pernah bekerja jadi buruh cuci ketika kuliah dulu. Dapat langganan dari daerah sini. Ingatan tentang kejadian kemarin terputar di kepala, tersadar bahwa aku sudah melakukan kesalahan yang amat besar. Aku membuka mulut, tindakanku kemarin sangat memalukan karena dilihat langsung Kak Afrizal. Perceraian dan bunuh diri, lalu Kak Afrizal datang... memelukku."Aku nggak punya muka buat ketemu dia." Tanganku menutup wajah. Dia menyaksikan diriku dalam keadaan paling buruk. Suara tangisan bayi terdengar dari luar, apa itu Ramaniya
Mungkin kalau aku punya keahlian dan pengalaman, melamar pekerjaan menjadi pelayan pribadi tidak akan sulit. Juga kalau diterima di keluarga kaya maka gajinya tinggi. Bisa menghidupi Ramaniya dan diriku sendiri. Kalau sekarang mungkin hanya bisa jadi pembantu di keluarga biasa dengan gaji rendah. Aku mengembuskan napas berat."Nyonya cantik sekali, coba kalau rambutnya panjang pasti akan jauh lebih baik.""Aku punya bayi, Mbak. Juga harus beres-beres rumah. Jadi kalau rambut panjang susah. Makanya kalau udah sepanjang bahu langsung aku potong."Mbak Sinta mengeringkan rambutku dan mengganti perban di tangan, juga mengolesi lebam di tubuhku. Enak sekali ya memiliki pelayan pribadi. Kak Afrizal pasti mengeluarkan banyak uang untukku. Bagaimana caraku mengembalikan nanti? Itu jadi beban pikiran.Selesai berpakaian dan kembali segar, aku keluar kamar. Sepatu flat ini sangat cantik. Ukurannya pas di kakiku, mungkin Kak Afrizal masih ingat ukuran kakiku. Padahal sudah lama sekali kami berpi
Dia, pria yang meninggalkan diriku dalam luka, membuat mimpi yang dibangun menjadi sirna, memberikan jalan nestapa tiada kira. Karenanya juga hidupku jatuh ke dalam lubang gelap tanpa ujung. Sekarang, dia mengeluarkan aku dari kegelapan itu. Memecahkan toples kaca transparan sehingga aku bisa keluar, memutus rantai pengikat sehingga aku bisa terbang bebas. Tatapan matanya yang penuh penyesalan sulit untuk aku artikan, tidak bisa menebak apa yang tengah dia pikirkan sampai wajahnya sendu seperti itu.Kak Afrizal turun dari sofa, duduk berlutut di hadapanku. Tangannya mengepal. Wajahnya penuh rasa bersalah. "Kalau kamu ingin memenjarakanku atas kesalahan di masa lalu, aku siap. Karena aku dan Malik tidak ada bedanya, sama-sama membuatmu menderita." Ungkapnya.Tanganku meremas jemari, memang lima tahun lalu aku marah dan membencinya. Dia mengambil paksa mahkota yang aku jaga, membuatku hamil dan putus kuliah. Namun, seiiring berjalannya waktu. Rasa benci itu sirna. Aku menerima setia
"Soal Malik, aku harap kamu mau memenjarakan dia.""Tapi dia ayah dari anakku," ucapku. "Sudah aku duga kamu akan berkata begitu, tapi Hana. Dia sudah menyakiti Cheril, dan Cheril adalah anakku. Kamu bisa memaafkan Malik, tapi tidak denganku."Aku memberikan dua pilihan, kamu memenjarakan Malik atau aku sewa pembunuh bayaran untuk membunuh dia." Ancamnya. "Kak Afrizal orang baik, nggak mungkin bunuh orang." Kataku. Merasa yakin."Lima tahun itu lama, kamu nggak tahu pekerjaanku di WterSun Group seperti apa. Menyingkirkan lawan bisnis itu sudah biasa. Apalagi menyewa pembunuh atau begal di Lampung sangat mudah. Kamu pasti tahu kalau Malik kehilangan pekerjaan, itu karena aku yang menginginkannya." "Eh, Mas Malik dipecat dari mandor itu karena kakak?" "Iya, dan aku bisa melakukan lebih dari itu.Aku mengerutkan kening, tidak menyangka Kak Afrizal bisa membuat Mas Malik dipecat. Sorot matanya serius mengancam. Memang beberapa waktu lalu aku melihat baku tembak dan penculikan Presdir
Kembali ke hari di mana Hana pergi, pembantu dan babu gratisan itu meninggalkan rumah dibawa seorang pria. Membuat Malik dan Ratih kebingungan. Terlebih bayi yang mereka usahakan juga diambil. Saat itu Ratih baru sadar bahwa telah dijebak, Kahfi yang tadi membawa bayinya adalah orang yang membuatnya cemburu. Gara-gara Kahfi dia gelap mata dan menyiksa Hana. Kahfi dan Rizal bersekongkol untuk membuat dia memaksa Malik mengucapkan talak. Ratih tidak menyangka sama sekali bahwa Rizal memberikan andil atas talak yang terucap hari ini, terbukti dari kedatangan mereka setelah talak terucap. Padahal baru beberapa menit. Seperti mereka memang menunggu."Mas, sepertinya kita ditipu si Rizal." "Rizal ... orang tadi?" tanya Malik, dia mengacak rambutnya sendiri. "Iya, ayahnya anak pertama Hana." "Kok bisa?" "Tadi siang Rizal yang ngomong aneh-aneh ke aku, dia beliin cendol juga, sampai aku gelap mata dan nyuruh Mas ceraikan Hana. Sepertinya ini semua rencana dia." Malik menatap mata Ratih
Malik menepuk pundak Ihsan, merasa bersyukur memiliki Abang ipar yang baik seperti dia. Malik tidak pernah mempermasalahkan jumlah hutang Ilham yang mencapai 12 juta. Hutang dari zaman sebelum menikah dengan Tara sampai sekarang, namanya juga keluarga. Saling bantu itu wajar. "Kami pulang dulu." Ihsan memakai helmnya. Tara dan Zila berpamitan juga pulang, melambaikan tangan kepada mereka yang sedang sedih atas kepergian Hana. Tara merutuki Rizal sepanjang perjalanan pulang. Beberapa waktu lalu Cheril membeli baju di tokonya. Tara sempat mengira bahwa Rizal pasti kesulitan membayar, dia juga menaikkan harga supaya Rizal dan Cheril cepat pergi dari tokonya. Orang yang meninggalkan Hana ketika hamil, suka berzina sembarangan dan punya anak haram. Tara menggelengkan kepala, mereka adalah pembawa sial. Bisa nular nanti. Tapi tidak disangka Rizal bisa membayar dua stel baju Cheril, pasti setelah menjual barang-barang untuk membeli baju lebaran. Cuma OB memangnya punya uang? Pastilah m
Malam harinya, setelah berbuka puasa Ratih dan Malik pergi ke daerah Kedamaian. Meminjam mobil Ihsan. Mata mereka terkejut melihat rumah mewah yang menjadi tempat tinggal Rizal, seakan tidak percaya Malik turun dari mobil dan bertanya kepada orang lewat. "Apa benar ini rumah Rizal, orang dari Jakarta?" tanya Malik."Benar, rumah ini milik Pak Rizal." Jawab pria tua yang hendak ke masjid. Shalat terawih."Bapak tahu tidak apa pekerjaan Rizal?" tanya Malik lagi, ia penasaran."Saya dengar beliau sekretaris pribadi Presiden direktur WterSun group." Mendengar itu Malik mematung, tidak percaya dengan jawaban pria paruh baya itu.Tiba-tiba Ratih menyela, "bukannya Rizal cuma OB?" Ratih sama, ia tidak percaya perkataan si bapak tua. Tidak mungkin ayahnya Cheril orang hebat.Pria tua itu tertawa. "Mana ada OB beli rumah seharga 2,2 milyar. Mobilnya aja bagus-bagus. Pembantunya juga banyak."Pria tua itu meninggalkan Malik dan Ratih yang masih terkejut. Tidak menyangka bahwa mantannya Hana
Rizal menyiapkan lebaran kali ini sebaik mungkin karena ada Cheril dan Hana. Dia menjadi sangat bersemangat menghamburkan uang untuk membuat semuanya spesial. Jajanan lebaran berjejer di meja ruang tamu, ada air minum kemasan dan marjan berwarna merah. Permen lolipop menjadi pelengkap. Cheril selalu mengambil setiap melewatinya. Anak itu sangat suka hingga bolak balik ke meja depan. Kantungnya penuh permen, ia bagi-bagikan ke orang-orang rumah. Sikap polos Cheril selalu membuat orang-orang gemas. Hana pernah mengatakan kepada Rizal mengenai keinginan Cheril di hari lebaran. Harapan bocah kecil itu sebelum mereka berkumpul. Rizal mewujudkan. Pada hari pertama, setelah shalat idul Fitri. Mereka makan makanan enak dan permen lollipop seperti keinginan Cheril. Hana tersenyum cerah, begitupun Cheril.Jika ini yang disebut keluarga, maka Rizal sedang memilikinya. Dia sangat menikmati momen bersama Hana, Cheril dan si bayi. Dia ingin menjadikan mereka keluarganya. "Elil ceneng." Cheril m