Larut malam.Steven masuk kamar untuk melapor, "Dia masih berlutut di luar. Seluruh Keluarga Imano sudah datang."Begitu dia mendorong pintu masuk, suara Keluarga Imano pun ikut mengalir masuk.Telinga Alyana tidak tuli. Dia masih mendengar dengan jelas ketika Arifin kembali berteriak-teriak sambil melontarkan komentar bodoh.Karena dia sudah membuat Alina berlutut, dia juga sudah menduga akan menghadapi semua ini, jadi suasana hatinya sama sekali tidak terpengaruh."Biarkan saja mereka ribut."Alyana makan anggur dengan perlahan. "Pihak rumah sakit juga nggak akan membiarkan mereka berisik terus. Satpam tentu akan turun tangan, jadi kalian nggak perlu repot."Steven mengangguk pelan. "Baik."Begitu Steven keluar, Jacob langsung masuk.Malam ini, dia bertugas jaga malam. Dia sudah kesal sejak awal, dan ketika lewat koridor, dia dibuat pusing oleh keributan itu.Sambil menggosok telinganya dengan kedua tangan, dia mengeluh, "Keluarga Imano memang nggak tahu sopan santun, nggak lihat ini
"Kalau kamu nggak bilang, aku hampir lupa kamu masih mengandung anak."Rekasa mengetukkan tongkatnya ke lantai dengan keras, suaranya tajam, "Hari ini aku akan jelaskan semuanya di sini. Sekalipun kamu melahirkan anak itu, jangan harap bisa masuk ke Keluarga Gandhi!""Anak yang lahir dari perempuan sepertimu juga bukan keturunan baik. Meskipun darah Gandhi mengalir di tubuhnya, Keluarga Gandhi tetap nggak akan mengakuinya!"Rekasa menggertakkan gigi. "Bahkan kalau aku mati, aku akan buat surat wasiat, nggak akan pernah membiarkan kalian, kamu dan anak haram itu, masuk Keluarga Gandhi!"Setelah berkata begitu, Rekasa melewati sisi Alina tanpa menoleh lagi dan pergi.Alina terpaku di tempat, sampai Imelda memeluknya.Alina kembali sadar, mendongak menatap ibunya, air mata mengalir di sudut matanya. "Bu, kenapa ... kenapa Kak Alya harus menyakitiku begini ....""Dia sebenci itu padaku? Nggak cukup dia menghancurkan hidupku ... dia juga mau anakku jadi anak haram ...."Hati Imelda sangat t
Setelah Rekasa mengetahui kabar bahwa sesuatu telah terjadi pada Alyana, dia memanggil Harison ke kediaman lama untuk memahami situasinya.Saat itu, Harison menyatakan bahwa dia pasti akan meminta maaf dan memohon pengampunan dari Alyana.Namun, kesadaran itu datang terlambat.Kehamilan Alina sudah membuat Rekasa kehilangan harapan, dan dia dengan tegas tidak mengizinkan Harison mengganggu Alyana lagi.Akibatnya, Rekasa langsung menahan Harison di rumah dan memintanya untuk tetap tinggal di sana.Selama waktu ini, Rekasa sudah sering mendengar Harison mengakui kesalahan dan menyatakan isi hatinya, sampai telinganya nyaris kapalan.Kini saat mengingatnya kembali, kepala Rekasa langsung pening. "Bocah berengsek itu baru tahu menghargai setelah kehilangan, apa gunanya?"Dia khawatir Alyana akan terlalu banyak berpikir, dan buru-buru menambahkan, "Aku bilang semua ini bukan untuk maksud lain. Aku sekarang sudah nggak pantas lagi meminta maaf padamu atas namanya."Alyana hanya tersenyum tan
"Meskipun pelakunya belum tertangkap, polisi menemukan sekelompok anak muda yang berkemah di gunung malam itu. Salah satu dari mereka yakin melihat seseorang di lokasi kejadian.""Setelah menyelidiki tempat kejadian, polisi mengambil jejak kaki dan mengidentifikasi tinggi badan serta berat badan sopir. Informasi pribadinya hampir lengkap, sayangnya, nggak ada kecocokan di basis data nasional.""Kemungkinan besar dia adalah imigran ilegal, jadi pencariannya sangat sulit."Nathan sedang berbicara saat sebuah irisan jeruk disodorkan ke arahnya, membuatnya berhenti sejenak.Alyana tersenyum kecil, "Tuan Nathan, apa kamu haus?"Nathan menerima jeruk itu dan bertanya dengan santai, "Kamu sama sekali nggak cemas?""Kalau aku cemas, apa bisa membantu? Polisi saja nggak bisa menemukannya. Jadi, kalau aku cemas, apa aku bisa menemukan dia?"Alyana menyandarkan tubuh ke kepala ranjang. "Aku cuma penasaran, bagaimana Alina bisa menemukan sopir itu? Orang asing seperti dia, tanpa data apa pun, dari
Dalam waktu seminggu, surat perintah pencarian sopir itu sudah tersebar ke seluruh negeri, tetapi tetap tidak ada kabar, sementara Alina sudah dipulangkan ke rumah Keluarga Imano.Imelda sengaja menyiapkan tungku bara di depan pintu, meminta Alina melangkahinya sebelum masuk rumah, agar mengusir sial."Alin-ku, kamu pasti sangat menderita."Imelda meneteskan air mata, mengangkat tangan membelai pipi Alina. "Beberapa hari ini kamu kelihatan makin kurus.""Nggak apa-apa." Alina tersenyum dan menggeleng pelan.Arifin malah tidak senang. "Dia sudah bikin kamu menderita di kantor polisi, masa kamu masih bilang nggak apa-apa? Sampai begini pun kamu masih mau membela makhluk berdarah dingin itu!""Kak Arifin, jangan begitu ke Kak Alya."Alina meletakkan tangan di atas perutnya, menunduk dengan rasa bersalah. "Aku memang nggak terampuni karena mengandung anaknya Kak Harison. Kalau itu bisa membuat Kak Alya merasa lebih baik, aku rela menanggung semuanya.""Kamu ini ...." Arifin marah. "Semua i
Jacob menyipitkan mata curiga. "Bibi, masalah ini bukan ulah Bibi, 'kan?""Mana mungkin!" Helen langsung membantah. "Seburuk-buruknya aku ingin Alyana kembali ke Keluarga Imano, aku juga nggak sampai ingin dia celaka!"Jacob mengusap dagunya, berpikir sejenak lalu berkata dengan santai, "Jadi, Nona Alyana kembali ke rumah Keluarga Imano memang ada andilmu, tapi setelah itu kamu nggak tahu apa-apa?""Begitulah ...."Helen menjawab tanpa pikir, dan sedetik kemudian sadar sudah keceplosan, tetapi sudah terlambat.Jacob mendesah. "Bibi, kalau Nathan sampai tahu soal ini, dia pasti marah besar.""Aku tahu ...." Helen menunduk, merasa sangat bersalah, "Masalahnya, aku benar-benar nggak nyangka Keluarga Imano bisa sebegitu keterlaluan, sampai nggak bisa menjaga Alyana dengan baik.""Kamu juga dulu mengira Nona Alyana ngotot pergi dari Keluarga Imano cuma karena ngambek, ya?" tanya Jacob."Memangnya bukan?" Helen balas dengan penuh keyakinan. "Namanya juga keluarga, mana ada dendam semalaman?