"Apa lagi maksudnya?"Evin menghela napas. "Tentu saja disuruh jadi mata-mata. Si Andreas itu jelas sekelompok sama Alyana, Bibi nggak percaya sama dia.""Bibi juga nggak tenang kalau kamu berduaan sama Alyana. Dia takut kamu makin tenggelam. Jadi, dia sengaja datang menemuiku, minta aku datang mengawasi kalian, sekalian coba bujuk kamu juga."Evin menyilangkan tangan di dada, tampak tidak berdaya. "Bibi terlalu tinggi menilai aku. Mana mungkin aku bisa bujuk kamu?""Jadi, aku datang ke sini cuma biar dia tenang aja."Sambil bicara, Evin terus mencuri pandang ekspresi Nathan, lalu bertanya pelan, "Aku dengar dari nada bicaranya sih, kayaknya Bibi beneran khawatir sama kamu. Kamu benaran mau menentang ayahmu demi Alyana?"Sejak kecil sampai dewasa, Nathan memang dingin, tetapi tidak pernah membuat masalah besar. Itu sebabnya Helen sering bilang dia beruntung punya anak seperti Nathan: hebat dan tidak bikin khawatir.Namun, justru saat usia Nathan menginjak kepala tiga, masa pemberontaka
"Kekanak-kanakan."Nathan langsung menyela, penuh nada jengkel.Namun, Andreas malah tertawa makin keras. "Justru karena kekanak-kanakan makanya seru! Aku cuma penasaran ingin lihat Paman kalau lagi kekanak-kanakan itu kayak gimana!"Dia menoleh dan menarik Alyana. "Kak, kamu juga penasaran 'kan?"Alyana mengangguk, wajahnya penuh semangat menonton drama.Nathan memalingkan pandangan. "Baik.""Apa?" Andreas terkejut, "Paman setuju? Wah hebat! Aku bakal habis-habisan buat menang!"Ruang di dalam mobil tidak besar, suara Andreas yang terus berteriak membuat suasana jadi berisik.Alyana menurunkan kaca jendela, membiarkan angin laut menerpa wajahnya. Hatinya terasa ringan dan penuh sukacita.Setiap hari di Kota Halimun terasa seperti mimpi, bahagia dengan cara yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.Tanpa terasa, mobil sampai di pelabuhan. Di bawah arahan kapten, mereka naik kapal dengan lancar.Kapten kapal lebih dulu mengajak mereka berkeliling, lalu dengan hormat melapor kepada Nat
Malam itu, kabar pertemuan Keluarga Gandhi dan Keluarga Remona langsung sampai ke telinga Alyana.Andreas mengangkat ponsel dan mengayunkannya di depan Alyana. "Kak, coba lihat baik-baik. Menurutmu senyum mereka semua itu nggak kelihatan palsu?"Foto di layar itu adalah foto bersama saat kedua keluarga berkumpul.Janet mengunggahnya di Instagram, lalu menyebar hingga sampai ke ponsel Andreas.Alyana hanya melirik sekilas, tidak terlalu tertarik. "Biasa saja.""Lihat lebih teliti, Harison senyumnya lebih mirip orang mau menangis!"Andreas menggelengkan kepala dan mendecahkkan lidahnya. "Paling cuma Cecilia yang benar-benar senang. Kata ibuku, Keluarga Remona sebenarnya sangat menentang hubungan dia dengan Harison.""Sayang sekali, Cecilia seperti kena ilmu pelet.""Kalau kamu begitu kasihan sama dia, kenapa nggak pulang sekarang dan bujuk dia supaya sadar?"Nathan menutup laptop, melepas kacamata berbingkai emasnya, lalu menatap Andreas dengan tenang. "Kalau mau, aku bisa bantu pesankan
Akhirnya, Cecilia tetap berkata pelan, "Baik, aku turuti saja kata-katamu."...Setelah malam itu, Harison mengira Alina akan berhenti mengganggunya, maka dia pun tenang mengatur jamuan pertemuan orang tua Keluarga Gandhi dan Keluarga Remona.Tidak disangka, sebelum Keluarga Remona datang, Alina sudah muncul lebih dulu sambil membawa hadiah.Harison langsung memasang wajah masam. "Kamu datang mau apa?""Memberimu hadiah."Alina mengangkat hadiah di tangannya dan tersenyum manis pada Harison, sama sekali tidak menunjukkan raut menyedihkan seperti malam itu.Harison merasa curiga, tetapi karena waktu sudah mepet, dia hanya ingin cepat-cepat menyuruh gadis itu pergi.Dia langsung mengambil hadiah itu. "Oke, niat baikmu sudah kuterima.""Kak Harison, kamu sampai segitunya ingin mengusirku?" Alina menunjukkan ekspresi terluka. "Aku 'kan nggak akan merusak acara bahagiamu. Aku sudah bilang, selama kamu bahagia, aku pun puas."Saat itu, Janet keluar mencari Harison. Begitu melihat Alina, waja
Harison merasa muak, lalu melangkah lebar-lebar menghindari Alina. Saat gadis itu menarik ujung bajunya, dia mengentakkan tangan dengan keras, tanpa ragu sedikit pun."Kak Harison!"Mengabaikan tangisan Alina dari belakang, Harison berjalan menuju vila tanpa menoleh.Begitu masuk, dia melihat Cecilia baru saja memilih sebotol anggur merah dari rak. Saat pandangan mereka bertemu, sorot dingin di mata Harison membuat Cecilia tertegun sesaat."Cepat sekali selesainya?" tanya Cecilia."Ya, nggak ada yang perlu dibicarakan. Aku sudah janji padamu akan menjaga jarak dengannya, dan aku akan berusaha menepatinya."Di dalam ruangan yang sudah dihangatkan, Harison melepas mantel dan melonggarkan dasinya sambil berkata santai, "Aku nggak minum. Nanti aku antar kamu pulang.""Sudah malam, aku nggak usah pulang, ya."Cecilia membawa anggur merah dan gelas ke sisi Harison. "Kelihatannya suasana hatimu kurang baik. Aku temani kamu minum dua gelas."Harison melirik anggur merah itu, lalu ragu-ragu ber
Di rumah?Wajah Alina makin pucat. Ternyata rumor itu memang benar. Keluarga Gandhi memang berniat menjalin pernikahan politik dengan Keluarga Remona."Kak Harison, apa kamu benar-benar ingin bersamanya?" Mata Alina berkaca-kaca saat menatap Harison. "Kamu sendiri yang bilang padaku, kamu nggak akan menerima pengaturan dari Bibi Janet.""Urusanku bukan urusanmu." Mata Harison berubah muram. "Mulai sekarang jangan muncul lagi di hadapanku. Aku nggak mau melihatmu.""Kak Harison, kamu nggak boleh begitu padaku!"Alina menahan sakit di lututnya, bangkit dan berjalan ke arah Harison, berusaha meraih tangannya. Namun, dia hanya meraih angin, dan hampir terjatuh lagi.Harison menatapnya dingin. "Kamu belum cukup menyakitiku? Alina, menjauhlah dariku.""Nggak! Aku nggak pernah ingin menyakitimu! Aku juga dijebak! Itu semua ulah Nathan. Dia ingin membantu Alyana membalas dendam padaku, aku ... kita berdua dijerat oleh rencananya!"Alina menangis sambil mendekat, tetapi Harison mundur tanpa bel