*Happy Reading*
"Alhamdulilah Ya Allah. Akhirnya lo sadar juga, Nur," seru Mak Kanjeng heboh, ketika melihat aku akhirnya membuka mata.
Di mana aku?
Sepertinya, aku tidak mengenal tempat ini. Tapi, bau antiseptic yang menyengat membuat aku yakin, jika saat ini aku pasti tengah berada di Rumah sakit, atau tempat medis sejenisnya.
Aku kenapa?
"Nur, apa yang kamu rasain? Ada sakit atau rasa gak nyaman? Ngomong coba sama Abang." Kali ini Bang Al yang bertanya, dengan raut wajah yang syarat akan kekhawatiran.
Aku mengerjap sejenak, meredakan rasa pusing yang sebenarnya masih sedikit menggelayuti kepalaku. Seraya menatap Mak Kanjeng dan Bang Al secara bergantian.
Aku baru sadar, ternyata mata Mak Kanjeng bengkak dan memerah. Apa Mak Kanjeng baru saja menangis hebat?
"Nur?" Tak segera mendapat jawaban dariku. Bang Al kembali memanggil meminta ate
*Happy Reading*Sebenarnya, aku tidak terlalu punya banyak memory tentang Bapak. Bahkan, wajahnya saja, aku lupa.Entah itu karena aku tidak pernah melihat beliau selama ini. Atau, karena memang Mak Kanjeng dan Bang Al juga tak pernah menceritakan apapun soal Bapak padaku.Untuk alasannya sendiri. Jujur saja, aku tidak tahu, dan memang tidak pernah menanyakannya.Eh, pernah sih dulu. Dulu sekali saat aku masih sekolah dasar. Namun karena saat aku bertanya, raut wajah Mak Kanjeng langsung berubah sendu dan malah jadi sering menangis diam-diam. Aku pun jadi tidak berani bertanya lagi. Karena tak ingin melihat Mak Kanjeng sedih.Dulu, kukira itu karena Bapak Sebenarnya sudah tidak ada. Makanya Mak Kanjeng jadi sesedih itu. Tapi ternyata ....."Pergi dari sini, Pak! Jangan ganggu kami lagi! Khususnya Emak dan Nur. Karena Al gak akan biarin Bapak nyakitin mereka lagi!"
*Happy Reading*"Jadi itu alasan Emak selama ini, memaksa Nur nikah muda?""Iya, Al," jawab Mak Kanjeng, sambil menunduk dalam. "Emak cuma berharap, saat Bapak kalian keluar penjara, Nur sudah nikah dan di bawa sama suaminya. Hingga Bapak kalian tidak bisa menemukan Nur, dan tidak menyakiti Nur lagi. Emak bener-bener takut kejadian dulu terulang lagi, Al. Emak gak kuat liat Nur di sakiti lagi."Mak Kanjeng terisak setelah menceritakan alasan dibalik pemaksaannya menyuruh aku cepat menikah selama ini.Bang Al yang mendengar hal itupun langsung mengusap wajah dengan kasar, dan terlihat kecewa sekali pada Emak.Tentu saja dia kecewa, karena ternyata selama ini Mak Kanjeng menyembunyikan rahasia sebesar ini darinya. Padahal, sejak Bapak tidak bersama kami, Bang Al lah yang mengambil alih tanggung jawab sebagai kepala Rumah tangga.Sejak Bapak di penjara karena penganiayan terhadap Emak Kanjeng. Bang Al bekerja keras, banting tulang membant
*Happy Reading*"Bener, kamu sebenarnya juga suka sama Pak Ammar?"Aku langsung menghela napa panjang, saat akhirnya tanya itu benar-benar dilontarkan Bang Al Padaku."Udah gak usah ditanya lagi. Orang kayak adek lo ini, mana mau ngaku!" sambar Mak Kanjeng sok tahu.Tak ayal, ucapan Mak Kanjeng pun menghadirkan helaan napas dalam dari Bang Al, karena ...."Mak, yang Al tanya tuh, Nur. Emak bisa diem sebentar, gak?" ucap Bang Al, mencoba bersabar pada sifat emak yang memang kadang kek bensin eceran."Ngapain sih, Al, ditanya lagi? Kan, Emak udah jelasin semuanya sama elo tadi." Mak Kanjeng tak mau mengerti."Tapi itukan versi Emak. Versi si Nur, Al belum dengar," balas Bang Al. Masih mencoba tetap bersabar.Jangan heran. Segalak-galaknya Bang Al, emang paling gak bisa bentak Emak, atau pun aku. Malahan sangat menjaga sekali, dan untuk alasa
*Happy Reading*Kukira, setelah mendengar celetukan Mak Kanjeng. Bang Al akan ngamuk, atau minimal marah sama aku.Ternyata yang terjadi adalah, dia malah mengusap wajahnya pelan, sebelum kemudian menghela napas panjang dan menatapku intens.Ditatap seperti itu, otomatis aku pun menunduk, benar-benar tak berani membalas tatapan Bang Al yang memang tajam.Nah, coba itu. Di situasi biasa aja tatapan Bang Al selalu terlihat tajam. Apalagi di situasi aku sekarang. Rasanya seperti di intimidasi secara tidak langsung."Al, kamu tidak bisa menyalahkan Nur untuk perasaannya. Karena cinta itu kadang diluar logika."Entah karena merasa seorang pria yang wajib melindungi wanitanya, atau karena ingin cari muka. Ammar pun tiba-tiba buka suara. Mencoba untuk memberi pengertian pada Bang Al."Sekarang kamu tahu, kan? Kalau kami memang saling mencintai, jadi, saya mohon jangan halangi hubungan kami lagi." Ammar kembali bersuara.Se
*Happy Reading*Ah sialan!Gara-gara ucapan si Nurhayati. Aku jadi kepikiran terus pada keadaan Ammar saat ini.Ammar bangkrut? Bener gak, sih? Kalau bener, kasihan, dong. Dia kan biasa hidup kek anak sultan. Apa aja tinggal tunjuk, tinggal beli, tinggal bayar. Kalau beneran bangkrut, gimana ya hidupnya sekarang?Duh, aku jadi kepikiran. Tapi ... gimana caranya tahu keadaan Ammar, kalau orangnya aja gak pernah nongol didepan aku.Apa ... aku telpon aja, ya? Tapi ... tengsin, ah! Masa cewek nelpon duluan. Nanti aku disangka cewe apakah? Tapi ... kalau gak nelpon disangkanya aku gak perduli lagi.Aduh! Jadi galau aku! Gimana dong ini? Telpon? jangan? Telpon? Jangan? Ugh ... Tokek mana, sih? Nongol kek bentar. Bantuin aku mikir gitu. Aku rindu suaramu tokek."Nur?"Allahhu akbar! Kaget gue!Sedang asyik bergulat dengan pikiran sendiri. Tiba-tiba saja pundakku ditepuk orang, disertai panggilan y
*Happy Reading*From: 089xxxxxx: Nurbaeti? Benar? Bisa kita bertemu besok di cafe xxx. Saya ingin bicara penting sama kamu.Siapa, nih?Refleks aku menggaruk rambut yang masih terbalut hijab abu muda hari ini, seraya memutar otak melihat deretan nomor asing yang tertera di sana.Siapa tahu aku kenal gitu, gengs?Namun ternyata, seberapa lama pun aku putar otakku yang memang kapasitas Ram-nya sedikit. Tetap saja aku tidak menemukan titik terang akan nomor itu.Nomornya siapa, sih?Orang iseng, ya?Hadew, males banget aku ngurusin beginian. Serius, pemirsah! Aku memang tipe orang, yang tidak mau menggubris yang namanya nomor asing yang mampir di ponselku.Apapun alasannya. Selama itu nomor asing, itu akan aku abaikan. Meski sebenarnya ternyata itu dari salah satu temen, atau bahkan si Nurhayati yang ganti nomor lagi-- maklum artes. Aku gak akan angkat selama dia gak chat dan menyebutkan namanya.Sombong?
*Happy Reading*"Ammar?" beoku tanpa sadar. Setelah mendengar jawaban wanita cantik yang ada di depanku ini."Begitulah," balasnya lagi, seraya berkacak pinggang sebelah tangan, dan mengecek kuku hasil medi pedi mahalnya pada sebelah tangannya lagi.Mengerjap sejenak, aku pun langsung menarik ujung blouse di Nurhayati dan berbisik pada sang Artes."Nur, ini ... maksudnya gue lagi dilabrak, ya? Cem di sinetron-sinetron itu." Aku meminta keyakinan tentang pradugaku pada Nurhayati."Kek-nya sih gitu, Nur." Nurhayati mengaminkan. Membuat aku bergumam panjang tanda mengerti.Oh ... begini toh rasanya dilabrak?"Trus, Nur. Abis ini gue harus ngapain?"Berhubung ini baru pengalaman pertama untukku, aku pun meminta petunjuk pada Nurhayati, yang sepertinya sudah lumayan sering main labrak-labrakan kek gini."Ya lawan, lah! Jangan diem aja!"Lawan kek mana pula, sih? Ih, si Nurhayati nih kalau kasih ide suka gak
*Happy Reading*"Jodoh? Hahahahaha ...."Kukira si Mbak Barbie akan mengerti dan berhenti cari ribut denganku, setelah apa yang aku sampaikan dengan panjang lebar.Nyatanya, sekarang dia malah tertawa keras seperti maham Anga saat berhasil menjebak Jodha Akbar. Terlihat jahat sekali.Ya ampun ... harus gimana lagi coba, ini aku jelasinnya? Capek, deh!"Jodoh itu bulshit! Tahu, gak?" ucapnya lagi disela tawa. "Lagipula daripada jodoh, gue lebih setuju kalau ... sebenarnya Ammar tuh hanya main-main sama lo! Dan penasaran doang sama mainan baru."Degh!Kata-katanya barusan, sangat mengusik hatiku. Karena, ini bukan kali pertama aku mendengar ucapan seperti itu.Apalagi dengan kondisi hubungan kami saat ini. Rasanya ... aku seperti mendapat teguran akan kenyataan yang memang harusnya mulai aku pikirkan.Jangan-jangan, memang benar Ammar cuma penasaran doang sama aku. Karena aku berbeda dan ... ya, seperti yang pernah B